Rumah Sakit Istanbul

88 9 10
                                    

"Perasaan bersalah itu selalu
menusuk hatinya karena menorehkan luka pada wanita yang menjadi jalan syurganya...."

(Cinta Bersemi Di Bursa)

~Anit Djaelani~

❄❄❄

Fatih menghirup udara dalam-dalam. Ia merasakan harum tanah kelahirannya.

Salah seorang sopir menjemputnya. Pertama yang ia tuju adalah rumah sakit. Ia sudah mengkhawatirkan kondisi ibundanya.

Mobil yang ia tumpangi melesat menerjang jalan yang cukup ramai. Fatih sesekali mengusap dahinya yang agak biru. Masih terasa kedutan di dahinya akibat membentur suatu benda saat turbulensi.

Terdengar sedikit merintih saat kedutan luka memar itu muncul. Untung saat landing ia sempat diberi salep pereda memar oleh pramugari. Setidaknya mengurangi rasa sakit.

"Iyi misin?" tanya sopir penjemput yang sempat memerhatikan Fatih dari balik kaca spion mobil.

"Ben iyiyim," sahut Fatin sambil tersenyum meringis. Lalu pandangannya beralih menikmati suasana kepadatan jalan raya dipenuhi kendaraan beroda empat.

Sesampai di rumah sakit Istanbul Fatih menuju ruang ICU. Walau badan terasa penat ada yang jauh lebih ia risaukan selain kondisi ibundanya. Di hadapannya wanita yang ia hormati terbaring lemah. Terpejam. Fatih merengkuh dan mengenggam pergelangan tangan Fatma.

"Anne, ini Fatih anakmu," bisik Fatih lembut. Mata elang itu telah basah sambil mencium tangan ibundanya. Suaranya mendadak parau.

Fatih terus bercakap seolah yakin bahwa ibundanya akan segera bangun dari komanya.

Mengapa Ayah tak memberitahu keadaan ibu? Bisiknya dalam hati.

Fatih memang shock tidak menyangka kalau Fatma hingga koma.

Fatih terus menangis menyesali mengapa ia terlambat datang.

"Anne, kau harus sembuh, kau ingin melihat aku menikahkan? Aku akan memberimu cucu, ibu bangunlah," bisik Fatih. Air bening itu terus mengalir membasahi pipinya yang bercabang tipis.

Suara pintu berderit, langkah seseorang masuk lalu mengusap bahu Fatih -- yang tidak sengaja tertidur.

"Fatih," bisik pria baya. Tangannya mengelus-elus lembut.

Fatih mendengar seseorang memanggil namanya. Fatih terbangun. Dan menoleh ke arah seseorang yang telah berdiri di sampingnya.

"Ayah...." sahut Fatih sambil mengucek-ucek matanya. Ia mengumpulkan kesadarannya sebelum mengikuti kode ayahnya mengajak ke luar ruang ICU.

"Kapan kamu sampai?" Sulaiman menyerahkan satu gelas kopi pada Fatih yang ia pesan dari mesin kopi. Aroma kopi menguar.

"Satu jam yang lalu," balas Fatih sambil menyesap kopi pelan-pelan.

Suasana kantin rumah sakit nampak lengang.

"Mengapa ayah tidak memberi kabar yang sebenarnya tetang ibu?" tanya Fatih.

Sulaiman menghela napas dalam-dalam.

"Saat meneleponmu, ibumu masih dalam keadaan normal tapi setelah kemoterapi malah keadaannya semakin buruk dan membuat ibumu hilang kesadaran. Benar-benar penyakit itu telah menggerogoti tubuh ibumu."

Fatih terdiam dan tertunduk sambil jemarinya mengetuk-ngetuk gelas yang ia pegang.

Ia selalu berpikir penyebab sakit ibunya karena selalu memikirkan keadaannya. Perasaan bersalah itu selalu menusuk hatinya. Fatih merasa menjadi anak durhaka. Ia terus merutuk diri.

CInta Bersemi Di BursaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang