"jeje kamu mau kemana?" tanya nana pas liat jeje keluar dengan kopernya. langkah kaki jeje terhenti, "bunda maaf, jeje mau nginep di rumah oma dulu buat sementara."
"kenapa?" tanya nana lagi.
jeje menoleh, "bunda selesaiin semua sama ayah dulu, baru jeje mau pulang."
setelah itu jeje benar-benar menghilang dari sana, jeje pergi sendirian tanpa memberi tahu atau sekedar berpamitan sama glen. jeje ngerasa sedikit bersalah karena ninggalin zura sendirian di mall, dan juga dia pergi gitu aja tanpa pamit ke zura. dia cuma pamit ke nana, sosok yang ia panggil bunda tapi nyatanya bukan ibu kandungnya, karena sekarang jeje cuma punya nana yang bisa dipercaya.
nana sama sekali tidak berniat mencegah jeje dan ia merasa kalau sekarang adalah waktunya untuk menyelesaikan semua ini dengan baik-baik.
terlewat satu jam setelah kepergian jeje, glen pulang ke rumah. tanpa mengucap satu patah kata, glen berlalu naik ke kamarnya. "kak." panggil nana lalu glen berbalik tanpa menjawab. nana menghela nafas lalu mengurungkan niatnya untuk berbicara dengan glen.
glen tidak tertarik untuk menghampiri bundanya dan bertanya ada apa, jadi ia langsung melanjutkan langkah untuk ke kamar. suara pintu tertutup dari kamar glen bersamaan dengan suara pintu depan terbuka dan disana menampilkan jaemin dengan raut wajah yang sulit diartikan.
nana melihat jaemin dari atas hingga bawah, normal hanya saja raut wajahnya sedikit mengganggu. "dari—"
"jeje mana?"
nana menghela nafasnya, "dia nyuruh kita buat nyelesaiin masalah ini baik-baik."
"gua nanya, jeje mana?"
"lo gak perlu tau."
jaemin mendudukkan dirinya di sofa, "nyelesaiin apanya orang gak ada masalah."
"karena masalahnya ada di lo, bisa gak nahan diri buat gak aneh-aneh apalagi di depan anak-anak?"
jaemin tidak menjawab, dia terlalu muak untuk adu mulut dengan nana. "sekarang lo mau gimana?" tanya nana yang spontan membuat jaemin menoleh. "mau gimana apa maksud lo?" kata jaemin berbalik tanya.
nana menghendikkan bahunya, "gue cape jae harus hidup kaya gini sama lo."
"kalo gue minta pisah, egois?"
jaemin menatap nana lekat-lekat, "gak ya na gua gak pernah mau kita pisah."
"lo gak pernah bisa biarin gue hidup, selama belasan tahun ini rasanya sesak. gue yang gak bisa dapetin apa yang gue mau, gak bisa ngerasain kebahagiaan, gak bisa ngerasain kehangatan keluarga, jujur gue cape."
"lo gua kasih kebebasan kerja, kuliah, hang-out itu lo bilang dikurung?"
nana menoleh, "gue gak bisa dapetin apa yang gue mau itu teguran lo, suami macem apa yang ngebolehin istrinya nyantai gak pulang seharian karena main?"
"jadi lo mau dikekang?"
nana menghela nafasnya sembari tertawa kecil, "iya, aneh ya? gue pengen ngerasain dilarang ngelakuin sesuatu, tapi bukan dilarang berbicara."
"gue ngerasa bisu setiap kali sarapan bareng-bareng, gue yang selalu nyambut kalian di pagi hari, gue pengen suara gue lo denger."
"gue kira kesibukan lo di kampus sampe sore, ternyata jam segini udah balik. kemana aja selama ini? bimbingan?"
jaemin mengalihkan pandangannya ke arah lain, selalu diam adalah kemauannya.
"kalo gue keluarin semua keluh kesah, mungkin selesainya sembilan belas tahun lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Baby - Na Jaemin
Fanfiction[sequel book of Selir - Na Jaemin, kokuhwang 2018-2020.] banyak orang di sampingmu yang datang dan kemudian berlalu, terkadang mereka datang hanya saat mencari ruang untuk bernafas.