Seven

477 37 2
                                    

Abi POV

Semalem gue sempet videocall-an sama orang tua gue yang sekarang terpisah pulau sama gue. Gue disini dan mereka di Jakarta.

"Assalamualaikum abang." suara lembut bunda yang gue rindukan.

"Abaaaannggg." dari belakang bunda keliatan si Emir adik gue yang baru berumur 10 tahun.

Pada bingung kan kenapa jarak umur gue sama Emir jauh banget, 13 tahun.

Jadi, bunda gue harus kelarin profesi dokter sama spesialis dulu baru deh gue dikasih adik 13 tahun setelahnya, haha.

"Waalaikumussalam bunda, ayah mana?" tanya gue ketika gue ga ngeliat ayah sama sekali disana.

"masih di bawah, lagi sikat wc." dan kita bertiga ketawa, gue rindu banget kumpul sama mereka..

"Heh? Siapa yang lagi sikat wc?" itu suara ayah gue yang tiba - tiba bawa kue ulang tahun.

"Happy birthdayy Abangg!" Emir teriak sambil ngidupin confetti yang ternyata udah disiapin di belakang tangannya dari tadi.

Gue terharu, pengen nangis tapi ntar dikira cemen.

"Surprise! Selamat ulang tahun anak bunda."

"Anak ayah juga, Bun!" asli gue kangen mereka, banget.

Akhirnya setelah perayaan ulang tahun ke - 23 gue yang secara virtual, tapi tetep seru kok.

"Kamu mau apa bang tahun ini?" tanya ayah dan gue pun udah mantap untuk minta hal ini ke mereka.

"dua tahun lalu, Abi minta mobil dan ayah bunda kasih. Tahun lalu, Abi minta stetoskop baru ayah bunda kasih juga. Tahun ini, Abi minta ayah bunda khitbah-in calon bidadari Abi, ayah bunda kasih ga?" gue nyerocos tapi slow karena lagi gugup takut banget ayah ga nerima.

"Kamu yakin?" Tanya ayah dan gue mantap menganggukkan kepala gue.

Setelah pembicaraan gue dan orang tua melalui video call dan disinilah gue sore ini, berhadapan dengan Om Virzie Papanya Zaira.

"Abi, diminum dulu tehnya ya." kata Tante Deka.

Sekarang gue gugup setengah mati. Karena hari ini gue akan coba mengutarakan maksud gue yang sebenarnya dan sudah dengan persetujuan orang tua gue.

"Maaf om dan tante sebelumnya kalau saya lancang. Saya mau minta izin dari om dan tante, untuk dapat meminang Zaira," kata gue tenang sambil duduk berhadapan dengan kedua orang tua Zaira.

"ekhm.. Kamu yakin dengan keputusan kamu ini?" tanya Om Virzie dan jelas gue mengangguk mantap.

Gue pun sebenarnya kaget karena setelah gue bilang niat gue tadi, ga terlihat kekagetan dari wajah kedua orang tua Zaira. Mereka tenang.

"Tapi, Zaira sekarang masih sekolah, ga memungkinkan untuk Zaira menikah. Zaira juga masih dibawah umur sekarang, lain halnya dengan Abi." kali ini Mama Zaira yang membuka suara.

"Om tanya sekali lagi, Abi benar - benar yakin dengan keputusan ini?" tanya Papa Zaira sekali lagi.

"Saya yakin om." balas gue mantap.

"benar kata Mama Zaira tadi, kalau sekarang belum memungkinkan Zaira untuk menikah. Apakah Abi siap menunggu kalau Zaira ingin menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu?" tanya Papa Zaira lagi.

"InsyaAllah saya siap om." lagi - lagi gue mengangguk mantap.

"Oke kalau begitu, nanti tinggal tanya ke Zaira nya, bersedia atau tidak,"

Ineffable✔ [BELUM REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang