Seventeen

419 33 2
                                    

Saat ini Zaira tengah menangis tersedu di kamarnya ditemani oleh Nara sambil mengompres pipi Zaira.

Sakit di pipinya semakin menambah tangis Zaira. Sakit hati ditambah sakit pipi, sungfuh komplit.

"Ra, e-emang sa-salah gu-e kenapa mulai hubungan ini sama Kak Abi!" Ujar Zaira sambil sesegukkan. Nara hanya diam mendengarkan sambil menepuk pelan punggungg Zaira seolah mentransfer kekuatan.

"Ra kasih tau gue apa yang harus gue lakuin?" Tanya Zaira dengan tampang menyedihkannya saat ini. Hidung memerah, mata sembab sehingga membuat matanya terlihat kecil, rambut dicepol namun sudah berantakan. Intinya, Zaira kacau.

"Udah nangis aja, kalo lega bilang gue." Ujar Nara dan benar saja, Zaira melanjutkan tangisnya.

Hampir 15 menit berikutnya, Zaira baru meredakan tangisnya.

"Udah, plis lain kali jangan nangis gara - gara cowo lagi ya Za! Tapi menurut gue nih ya, lo jangan berspekulasi dulu tanpa denger pendapatnya Kak Abi. Feeling gue nanti dia bakal kesini sih, gue dalam sekali waktu ngeliat lo sama Kak Abi, dia itu cinta mati sama lo. Lo juga harusnya begitu, coba belajar dewasa yok! Mengingat umur kalian cukup jauh bedanya, emang kayanya harus sama - sama belajar saling mengerti lagi." Nasihat Nara pada Zaira.

Untunglah sore ini kedua orang tuanya sedang pergi ke acara pernikahan anak temannya, jadi Zaira tidak perlu repot - repot kalau diintrogasi.

Kemudian terdengar suara klakson mobil yang sudah tidak asing di telinga Zaira.

"Kak Abi, Ra!" Zaira panik sendiri.

"Lo temuin, selesain masalah kalian baik - baik! Jangan lari dari masalah Za.." Ujar Nara yang tiba - tiba menjadi ibu bijak saat ini.

Zaira turun perlahan sengaja dilama - lamakan agar tidak cepat bertemu Abi. Tentunya setelah merapikan dirinya sedikit, walau masih kentara sekali merah di pipi dan hidungnya serta sembab matanya.

Pintu dibuka oleh Zaira dan terlihat Abi yang tidak kalah kacau, tidak - tidak, kondisi hati Abi yang kacau.

Mereka berdua sama - sama diam. Zaira tidak berniat memulai pembicaraan, begitupun Abi.

Sesaat kemudian, Abi maju kemudian memeluk erat Zaira. Zaira yang awalnya berontak, kalah. Dia menangis tersedu - sedu dipelukan Abi sambil memukul dada bidang Abi. Jangan lupakan kaos Abi saat ini sudah banjir air mata milik Zaira. Abi membiarkan hal itu dilakukan oleh Zaira.

Setelah dirasa puas akan tangisnya, mereka berdua yang posisinya di depan rumah dekat kap mobil Abi dengan Zaira yang masih sesegukan, tertinggal bekas air mata di wajah cantik Zaira.

Abi menangkup wajah Zaira, namun Zaira sedikit meringis karena memang tamparan Tiara masih membekas disana.

Abi sedikit mengendurkan tangkupan tangannya di pipi Zaira.

"Aku tau kamu ga salah, aku tau, tapi aku bodoh karena telat ngejar kamu. Aku ga pantes dapet maaf dari kamu, aku tau itu. Tapi hatiku juga sakit ngeliat kamu nangis kaya gini. Kamu ga pantes nangisin orang kaya aku, izinin aku perbaikin ini semua Za, izinin aku perlakukan kamu dengan lebih baik lagi." Ujar Abi.

Kemudian lelaki itu mengecup dahi Zaira kemudian kedua matanya, seolah berharap agar kedua mata itu tidak akan mengeluarkan cairan bening akibat ulahnya lagi.

"K-kenapa ga bela aku?" Tanya Zaira masih dengan sesegukannya.

"Iya aku salah karena seolah mojokin kamu tadi, maafin aku!" Abi benar - benar merasa bersalah saat ini.

Zaira menarik nafasnya panjang kemudian menunduk beberapa saat.

"Kak, ayo kita break." Ujar Zaira lembut sambil menatap Abi.

"Za, bukan ini yang aku mau.." Ujar Abi pelan sambil menatap Zaira.

"Ayo break, kita introspeksi diri, aku juga mau mendewasakan diri dulu karena aku yang labil ini akan sulit diimbangi sama Kak Abi. Biarin aku menenangkan diri dulu, sama halnya dengan kamu, ya Kak?" Pinta Zaira kali ini pada Abi.

Belum ada dua bulan umur hubungan mereka dan Zaira sudah minta break saja. Break itu bahasa kasarnya hampir putus.

"Za, kita bisa belajar sama - sama. Kita saling koreksi diri, jangan gini ya aku mohon," Pinta Abi pada Zaira.

Namun Zaira kekeuh dengan pendiriannya, toh dia memiliki alasan jelas untuk keputusannya kali ini.

Sedangkan Nara yang hanya menjadi penonton dari Abi dan Zaira hanya bisa terdiam mendengar keputusan sahabatnya itu dan kembali masuk ke kamar Zaira.

Abi menarik nafas dalam, sama dengan yang Zaira lakukan sebelumnya.

"Kamu yakin?" Abi memastikan sekali lagi dan Zaira mengangguk.

"Oke, kita break. Aku ga bisa memaksa kamu, aku turuti mau kamu. Kita break Za, bukan putus. Untuk perbaiki diri kita masing - masing, kasih tau aku Za kalau kita sudah bisa memulainya lagi." Ujar Abi lembut sambil mengelus pipi Zaira yang tidak memerah.

Zaira hanya tersenyum tanpa berniat menjawab perkataan Abi.

"Pipi kamu dikompres ya, maaf aku ga bisa ngelindungin kamu.." Ujar Abi menyesal.

"Udah ga usah diungkit lagi kak," Balas Zaira sambil memegang tangan besar Abi di pipinya.

"Mata ini, jangan nangis karena sedih lagi, bibir ini ga boleh melengkung ke bawah lagi ya," Ujar Abi dan diangguki oleh Zaira.

"Kak Abi, jaga diri baik - baik, jangan sakit, jangan lupa makan, jangan sedih sedih ya," Ujar Zaira pelan.

"Aku sayang kamu, Za. Akan selalu begitu," Kata - kata Abi membuat hati Zaira mencelos.

Zaira menyadari, disini bukan hanya Zaira yang tersakiti dengan keputusannya, melainkan Abi juga, bahkan Abi yang lebih parah.

"Aku juga.." Balas Zaira kemudian memeluk Abi mungkin untuk yang terakhir kalinya. Zaira menghirup aroma parfum Abi yang sangat menenangkan baginya, aroma tersebut sudah melekat dan akan diingat oleh Zaira.

Abi memeluk Zaira tak kalah erat, menyalurkan kehangatan bagi Zaira yang mungkin untuk terakhir kalinya juga.

Mereka mengurai pelukan, Abi memegang kedua bahu Zaira,"Janji kamu akan baik - baik aja, kapanpun kamu butuh, aku akan selalu ada. Jaga diri baik - baik ya, aku gatau apa yang akan terjadi sama kita selanjutnya, Aku pamit Za." Abi benar - benar melepas pegangannya pada Zaira dan berbalik menuju mobilnya.

Zaira masuk kembali ke rumah, menutup pintu dan terduduk lemas sambil kembali menangis.

Di benaknya timbul banyak tanya, apakah sudah benar keputusannya ini? Memilih menjauh dan menghindar dari Abi.

Abi, yang kondisinya fisiknya memang terlihat baik - baik saja namun jauh di lubuk hatinya dia juga terluka. Dia tidak bisa memaksa, rasa untuk memohon pun sepertinya sudah cukup dia lakukan. Dia takut menyakiti Zaira lebih jauh jadi dia biarkan Zaira memilih.

Abi meminggirkan mobilnya di jalanan yang sepi,

"Arrgghhh!" Abi memukul kuat stir mobilnya. Menangis, iya Abi yang kuat sekarang menangis karena Zairanya memutuskan pergi.

Zairanya memutuskan menjauh dan memberi jarak sedang dirinya pun takut untuk menyakiti gadis kedua yang sangat dia sayangi setelah ibu nya itu.

Mungkin, menjadi asing memang sudah seharusnya dilakukan untuk saat ini. Menunggu kelanjutan takdir dari semesta yang mungkin akan mempertemukan mereka kembali dengan kondisi yang lebih baik dan lebih siap lagi.


End

-------

Akhirnya!

Eitss! Tidak semudah itu! Hahaha

Tunggu update selanjutnya ya, jangan lupa tinggalin jejak!

Regard, author cantik

Ineffable✔ [BELUM REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang