Zaira POV
Gue baru aja sampe ke Rumah Sakit nya dan parkir motor gue dulu. Papa kasih gue motor biar ga perlu minta anter jemput lagi selama PKL, karena Papa ga mungkin bisa ninggalin kerjaannya di kantor cuma untuk jemput gue.
"Zairaa! Zaa!" gue hafal banget itu teriakan siapa.
Gue noleh ke arah dan gue nemuin temen - temen sekelompok gue udah nungguin di bawah pohon yang ga jauh dari parkiran motor.
Jadi, bulan ini gue punya 5 temen satu tim untuk PKL di rumah sakit ini. Karena nantinya juga kita bakal dibagi per divisi dan per shift selama 1 bulan ke depan.
"Lama banget tuan putri, ditungguin dari tadi juga." Nara, temen gue satu ini emang begitu mulutnya.
"hehe lagian gue belum telat kan?" kata gue membela diri.
"udah, berhubung kita semua udah lengkap. Zaira, Nara, Vio, Putri, Gita, dan gue Safira. Sesuai intruksi dan karena kita kelompok spesial ga dianterin sama pembimbing, jadi harus mandiri. Sekarang kita langsung ke ruang seminar, karena hari ini jadwalnya cuma pengenalan aja, besok baru bagi shift." jelas Safira yang notabene nya adalah ketua kelompok kami.
Akhirnya, atas arahan Safira. Kami berenam jalan ke ruang seminar. Sedari tadi Nara selalu gangguin gue dengan bacotannya.
"Za, lu tau ga tadi pas sampe, gue papasan sama dokter gantengg bangett Za, sumpah." katanya sambil ngerangkul pundak gue.
"terus? Lu tegur gitu?" tanya gue.
"Ngga, gue senyum doang, ya kali seorang Nara gitu ya kan!" katanya sok percaya diri, gue cuma ketawa dan balik ngerangkul sahabat gue satu ini.
"Udah deh Ra, lu inget kan kata Pak Arman? Lu mau nanti kena sidang lanjutan?" kata gue maksudnya buat memperingatkan gitu kan.
"ga mau lah, amit - amit sumpah. Tapi kalo ga ketauan mah gas aja, ya ga Ta?" ujarnya lalu menggeplak bahu Gita dan terjadilah tragedi saling geplak antara Nara dan Gita.
"Anjir! Kalian berdua bikin malu aja. Ini tempat umum loh!" peringat Safira. Emang Safira ini the best lah, cocok banget jadi ketua merangkap emak buat kami berlima.
"yah Saf, gitu aja marah lu" ujar Nara.
"heh! Pala lu benjol, itu orang - orang pada liatin" ujar Safira sambil lalu.
Nara karena merasa ga enak, jadi senyum - senyum sambil nunduk ke pasien yang lagi antri di resepsionis. Dan gue cuma geleng - geleng aja ngeliat kelakuannya.
"eh bentar deh, gue lupa ruang seminar ke arah mana." Safira tiba - tibe berhenti, otomatis kami semua juga berhenti.
"seminar jam berapa si Saf?" tanya gue.
"jam 8 katanya, masih 5 menit lagi." jawab Safira sambil ngeliat jam tangan di pergelangan tangan kanannya.
Gue noleh kanan kiri buat cari seseorang yang mungkin bisa ditanya. Mata gue langsung ngeliat seseorang yang pasti harusnya tau ruang seminar ada dimana, jadi gue deketin aja.
"permisi dokter" kata gue ke dokter itu, kebetulan dia ngebelakangin gue jadi ga bisa liat gimana mukanya. Lagian nih dokter tinggi banget, gue cuma sebates bahunya dia.
Dan dia berbalik ke arah gue setelah gue panggil kaya gitu.
Deg!
Satu kata. Ganteng.
Sumpah ga ngerti lagi, hidung mancung, kulitnya ga terlalu putih tapi bersih, rahangnya tegas, rambutnya santuy banget dengan potongan tipis bagian kanan dan kiri, terus bagian atasnya dibiarin tebal dan keliatan lebih bervolume, pundaknya gagah, badan proporsional.
Gue langsung ngebatin, "maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
Dalam keadaan kaya begini, gue masih sempat - sempatnya mikir begitu.
"iya?" jawab dokter bername tag 'dr. Abiyaksa Al - Fatih' di snelli yang melekat di badan gantengnya itu.
"i-ini dok, maaf sebelumnya, kita mau nanya, ruang seminar dimana ya?" kok gue malah gugup sih.
Gue ga berani tatap mukanya dia, berhubung posisi gue agak jauhan, jadi gue ga tatap matanya, tapi jidatnya.
Terserah, intinya sekarang gue gugup setengah hidup.
Dokter itu diem sebelum akhirnya jawab,
"oh ruang seminar? Anak magang juga ya? Saya juga mau kesana, bareng aja kalau gitu." kata dia yang malah dijawab duluan sama Nara.
"Iya dokter, kita anak magang." katanya sambil senyum - senyum, dan si dokter senyum simpul. Manis banget sumpah, bisa - bisa diabetes gue. Lebay.
Akhirnya kita berenam jadi ekor nya si dokter ini. Pantes aja kita keliling di lantai dasar ga nemu ruang seminar. Ternyata ruang seminar ini adanya di lantai 3 dan harus ngelewatin kamar jenazah dulu.
Pas kita masuk ke ruang seminar, ternyata udah rame. Tempatnya dibagi jadi dua bagian, bagian tengahnya untuk pemateri, mungkin.
Dan kayanya, yang pake seragam sekolah cuma kami berenam doang, karena yang lain pake seragam putih - putih kayanya perawat, dan pake snelli putih dan itu pasti dokter muda kaya dokter Abiyaksa ini, sisanya kita berenam pake seragam sekolah.
Untungnya seragam sekolah kita, bukan seragam SMA yang putih - abu. Tapi lebih bercorak rok nya sedengkul kotak - kotak warna biru elektrik.
Pas mau duduk, gue ga lupa untuk bilang makasih ke dokter yang tampan dan baik hati ini,
"makasih banyak ya dokter, maaf kita ngerepotin." kata gue.
Eh si dokter malah jadi kaya kikuk gitu terus garuk tengkuknya.
"eh, i-iya gapapa kok santai aja." kata dia begitu, terus gue senyumin doang dan pamit untuk duduk bareng temen - temen gue.
Abi POV
Gue sekarang lagi jalan ke ruang seminar karena anak magang di Rumah Sakit ini ternyata bakal dikenalin dulu sama beberapa peraturan dan wilayah Rumah Sakit.
Pas lagi jalan sambil mainin Hp, tiba - tiba gue berasa dipanggil sama seseorang,
"permisi dokter",
Deg!
Suaranya sopan banget masuk telinga gue. Pasti cantik nih, langsung aja gue balik badan.
Asli, cantik. Rambutnya gerai sebahu dengan bagian bawah agak gelombang alami gitu. Kulitnya putih, ga pake riasan wajahnya, cantik. Gue suka cewe natural macem gini.
Biar ga keliatan gugup, gue cuma jawab singkat, "iya".
"i-ini dok, maaf sebelumnya, kita mau nanya, ruang seminar dimana ya?" kata cewe ini lagi.
Gue diem sebentar untuk cerna kata - kata dia.
"oh ruang seminar? Anak magang juga ya? Saya juga mau kesana, bareng aja kalau gitu." kata gue akhirnya dan kita bertujuh, jalan bareng, bukan lebih tepatnya mereka ngekorin gue.
Sampe lokasi, si cewe cantik ini ngomong,
"makasih banyak ya dokter, maaf kita ngerepotin." kata dia.
Asli, gue salfok sama suara lembutnya dia.
Tapi sayangnya gue ga sempet nanyain nama, ga tepat timing nya.
Jadi gue cuma bilang, "eh, i-iya gapapa kok santai aja."
Lah gue malah salah tingkah liat dia senyum.
"maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" kata gue dalem hati sambil liatin dia jalan ke kelompoknya dia.
Pokonya, gue harus tau namanya siapa nanti. Atau bahkan, gue mau kenalan sama dia. Gatau menau, harus pokonya.
-------
Hello, semoga suka ya sama part ini. Jangan lupa tinggalin jejaknya yeorobun.
Regard, author cantik
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable✔ [BELUM REVISI]
Ficção AdolescenteStart : 23 Juni 2020 Finish : 4 Maret 2021 "Orang tua aku mau ke rumah buat ketemu orang tua kamu." - Abiyaksa Al Fatih "Ha? Ngapain kak?!" - Zaira Dhiya Ulhaq Bagaimana rasanya kalau kamu yang merupakan siswi kelas 12 baru berumur 17 tahun sedang m...