Masuk ke mata kuliah terakhir, dosen yang akan mengajar telah nengabari bahwa ia akan sedikit terlambat sekitar lima belas menit dari waktu yang seharusnya. Hal itu membuat para mahasiswa di kelas tersebut masih punya sedikit waktu untuk beraktivitas bebas asal tidak meninggalkan ruangan.
Sam melihat Ghea yang sedang sibuk dengan ponselnya. Ghea duduk dengan jarak satu kursi dengan Sam, sementara kursi di tengah-tengah mereka ditempati oleh Biru yang sedang ke toilet sekalian ke kantin untuk membeli air mineral dengan temannya yang lain.
Selama beberapa saat, Sam menimbang-nimbang apakah ia harus menanyakan sesuatu yang sempat menganggu pikirannya kemarin pada Ghea--yang mungkin saja mengetahui sesuatu, atau justru menyimpannya sendiri dengan risiko ia takkan pernah mengetahui jawabannya.
Pilihan terbaik akhirnya jatuh pada opsi pertama, sebab Sam tidak mau rasa penasaran terus menyiksanya.
Sam pun memanggil Ghea, "Ghe."
"Apaan?" sahut Ghea tanpa mengangkat pandangannya dari ponsel. "Kalo mau minjem duit, sori ya, gue juga lagi nggak ada."
"Hah? Eh sejak kapan juga gue suka minjem duit sama lo?" Sam mendengkus. "Gue cuma mau nanya sesuatu sama lo."
"Nanya apaan?"
"Itu, Biru ... emangnya punya pacar, ya?"
Kali ini Ghea langsung menoleh pada Sam dan ponselnya pun ia lupakan sejenak. Pertanyaan itu benar-benar menarik perhatiannya. "Lucu lo, Sam," sarkas Ghea. "Lo nanya gitu seolah-olah lo bukan orang terdekatnya Biru. Masa selama ini lo nggak tau?"
Kedua mata Sam kontan membulat. "Jadi beneran punya?"
Ghea mendecak. "Ya setau gue sih nggak. Dia nggak pernah cerita apa-apa juga ke gue. Maksudnya, lo kan dari jaman maba deket sama Biru, emangnya Biru pernah bilang kalo dia punya pacar? Kalo nggak, ya gue rasa emang kenyataannya gitu, Sam."
Apa yang dikatakan Ghea memang ada benarnya. Sam menyetujui dalam hati. Lagipula, jika Biru memang mempunyai seorang pacar, bukankah mereka takkan menjadi dekat seperti ini? Karena sudah pasti Biru akan menjaga jarak dengan cowok mana pun--termasuk dirinya--untuk menjaga perasaan sang pacar, 'kan?
Lantas, siapakah cowok yang ada di foto itu?
"Lagian lo kenapa tiba-tiba nanyain itu, Sam?" tanya Ghea lagi yang masih tampak penasaran. "Terus kenapa juga lo malah nanya gue, bukan ke Biru langsung?"
Sam menghela napas seraya menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Pandangannya kembali terarah ke depan. "Gue emang deket banget sama Biru," aku Sam, tanpa menjawab pertanyaan Ghea yang pertama. "Gue ngerasa bisa nyeritain apa aja ke dia, dan dia pun sama. Tapi kalo urusan hati, nggak tau kenapa gue ngerasa Biru masih tertutup soal itu, dan gue jadi agak nggak yakin buat nanyain hal itu langsung ke dia."
"Gue paham, sih," kata Ghea setelah ia memahami penjelasan Sam. "Nggak semua cewek suka nyeritain tentang cowok ke cowok lagi. Biru mungkin termasuk. Tapi, ke gue juga emang nggak pernah cerita apa-apa tentang cowok, kok. Jadi lo nggak perlu khawatir. Langsung gas aja kalo emang mau nembak Biru."
Tidak detik berselang, Sam hanya mengulang-ulang kalimat terakhir Ghea dalam otaknya. Kemudian cowok itu mengerjap dan kernyitan segera muncul di dahinya. "Hah? Siapa yang mau nembak, sih?" tanya Sam bingung.
"Lah, barusan lo nanyain Biru punya pacar apa nggak, ya gue pikir lo mau nembak dia makanya mastiin dulu."
"Ya bukan gitu juga kali--" Sam menghentikan ucapannya kala melihat sosok Biru sudah tiba di kelas dengan sebotol air mineral serta sesuatu berbahan kertas di tangannya. Cowok itu segera berdeham dan bersikap seolah percakapan yang ia lakukan dengan Ghea tidak pernah terjadi. Hal yang sama pun dilakukan oleh Ghea.
"Sam," panggil Biru ketika ia sudah duduk di kursinya. Kemudian cewek berkucir kuda itu menyerahkan kertas tebal--yang ternyata adalah sebuah undangan--pada Sam. "Temenin gue, ya? Selina anak kelas sebelah ultah, dia ngundang gue."
Sam pun membaca sejenak apa yang tertera pada undangan tersebut. "Selina siapa, sih?" tanyanya.
"Anak kelas sebelah dibilangin."
"Iya, yang mana? Gue nggak tau."
"Yang waktu semester satu pernah sedivisi sama gue di proker hima. Kan gue jadi deket sama dia sejak itu."
"Oh. Lebay amat, udah gede pake dirayain segala ultahnya."
"Maklum lah, anak sultan," sahut Biru setengah bercanda. Cewek itu minum sejenak air yang baru dibelinya sebelum menambahkan, "Lo cuma perlu nemenin gue aja, oke? Nggak perlu ngasih kado juga nggak apa-apa."
Sam manggut-manggut, lalu mengembalikan undangan itu pada Biru. "Oke. Sabtu ini, 'kan?" tanya cowok itu yang segera dijawab dengan anggukan oleh Biru.
Percakapan mereka pun terhenti sampai di sana karena dosen pada akhirnya menampakkan batang hidungnya di kelas dan mata kuliah terakhir pun segera dimulai.
- - -
author's note:
yeay double up untuk hari ini!
sam mulai kepo nih. kalian kepo juga nggak sih, siapa cowok di foto yang nggak sengaja sam liat di kosan biru?
kalo pada kepo, ikutin terus cerita ini oke!
see you on the next chapter! ❤
with love,
dindaarula.
(9 juli 2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unsaid Words [END]
RomanceKatanya, pertemanan antara lawan jenis itu tidak mungkin murni hanya berteman. Sebab katanya, salah satu dari mereka pasti ada yang menyimpan rasa. Namun, tampaknya hal itu tidak berpengaruh pada Biru dan Sam yang sudah berteman dekat sejak keduanya...