"Lo berantem sama Biru?"
Pertanyaan itu datang dari Chandra yang baru saja selesai mandi, ditujukan pada seorang tamu tak diundang yang hari ini tiba-tiba saja mengunjungi kosnya. Ini aneh, pikir Chandra. Biasanya kalau weekend Sam pasti lebih sering menghabiskan waktu bersama Biru dibanding dengan dirinya. Jadilah ia berpikir bahwa di antara mereka memang sedang ada apa-apanya.
"Kagak," sahut Sam kalem. Ia masih sibuk dengan game di ponselnya. Berbaring santai di kasur Chandra seolah itu kasurnya sendiri. "Emangnya lo ada liat gue habis tonjok-tonjokan sama Biru?"
Chandra memutar mata malas, lalu menggantung handuk di belakang pintu. "Gue tau lo bego, tapi nggak usah nunjukin banget lah."
"Eh sialan lo, tutup panci." Sam kemudian menyudahi aktivitasnya dan mengubah posisinya menjadi duduk bersila. "Emang siapa yang berantem, sih? Perasaan gue sama Biru biasa-biasa aja." Kayaknya, tambah Sam dalam hati. Padahal ia sendiri memang sadar bahwa akhir-akhir ini ada sesuatu yang aneh antara dirinya dengan Biru, seolah ada jarak yang tercipta di tengah-tengah mereka.
"Halah, semua anak kelas pun tau kalian ada masalah. Apa nggak ngerasa aneh mereka liat kalian tiba-tiba kayak ngejauhin satu sama lain?"
Sam menghela napas. Rasanya percuma jika harus menyembunyikan fakta yang sebenarnya pada Chandra. "Lebih tepatnya Biru yang agak ngejauhin gue. Gue sendiri malah bingung kenapa tiba-tiba jadi kayak gini."
Chandra duduk di ambang pintu seraya mengambil kotak rokok dari atas meja. Ia sempat menawarkannya pada Sam, tapi kemudian ia baru menyadari bahwa kawannya itu hanya perokok pasif. "Emang sebelumnya kalian ada masalah?" tanya Chandra setelah mengembuskan asap rokok ke udara, kemudian membuang abunya pada asbak.
Gue cuma meluk dia, jawab Sam dalam hati. Entah mengapa ia tidak mau jujur soal yang satu itu. Sekali lagi ia hela napas panjang dan meluncurkan sebuah kalimat yang membuat Chandra sempat terperangah sesaat.
"Gue rasa ... gue sendiri yang kejebak zona sialan itu, Chan."
Atau dengan kata lain, Sam baru saja mengakui bahwa ia menyukai seseorang yang telah menjadi teman baiknya selama hampir dua tahun ini.
Chandra bisa dibilang sudah menjadi saksi kedekatan Biru dan Sam sejak mereka baru mengenal satu sama lain. Chandra berada dalam kelompok yang sama dengan mereka saat ospek, sehingga ia yang paling tahu bagaimana awal mula keduanya bisa dekat sampai saat ini. Melihat bagaimana cara Sam memperlakukan Biru seringkali menimbulkan tanya dalam benak Chandra. Tak jarang ia langsung menanyakannya pada Sam, namun cowok itu hanya mengelak jika ditanyai mengenai perasaannya terhadap Biru.
Dan kini, mereka telah tiba pada waktu di mana Sam pada akhirnya mau mengakui hal itu dengan sendirinya.
"Nyadar juga akhirnya lo?" adalah respons pertama yang Chandra ungkapkan. Seringai lebar bermain-main di wajahnya. "Semua orang juga udah tau lo suka sama Biru, Sam, tapi lo sendiri bahkan nggak sadar sama perasaan lo sendiri dan sibuk ngelak ini itu. Ke mana aja lo selama ini?"
"Gue emang sayang sama Biru, Chan. Gue mungkin baru nyadar kalo konteksnya udah beda setelah tau masa lalunya Biru," aku Sam, lalu ia mengembuskan napas gusar. "Saat itu gue ngerasa marah, bisa-bisanya ada cowok yang bertindak bodoh sampe nyakitin Biru segitunya. Dan bagi gue dia udah nyia-nyiain sesuatu yang paling berharga di dunia. Sumpah, nggak tega banget gue liat Biru nangis-nangis kayak kemaren. Rasanya gue pengin setiap jam aja ada di sampingnya terus dan bilang, 'Ada gue di sini, lo nggak perlu nangisin si brengsek itu'."
Chandra kontan menatap Sam jijik. "Gila, itu hal paling menggelikan yang pernah gue denger dari mulut lo."
Sam tergelak. "Tau dah, bingung juga gue kenapa gue bisa kayak gini."
"Jadi kapan?"
"Kapan apa?"
"Jedor si Biru, lah," sahut Chandra santai. "Lo tau sendiri kan sebanyak apa cowok yang ngincer Biru? Kating-kating aja banyak yang kepincut sama dia. Mending lo buru-buru resmiin biar nggak keduluan cowok lain."
Sam tahu persis bahwa saingannya di kampus memang cukup banyak. Bahkan tidak sedikit yang terang-terangan meminta bantuan Sam agar mereka bisa dekat dengan Biru setelah tahu Sam hanyalah temannya saja. Chandra ada benarnya juga, terlambat sedikit saja Sam mungkin bisa tersalip oleh cowok lain yang bergerak lebih cepat, meski Sam tidak yakin karena selama ini Biru tidak pernah menghiraukan mereka. Lalu....
"Gue aja nggak tau Biru suka sama gue apa nggak, Chan," tukas Sam, kemudian mendengkus samar. "Gue bahkan nggak tau gimana caranya buat jujur ke dia. Gue juga ... nggak mau ngerusak semuanya seandainya dia nggak punya perasaan yang sama."
Chandra manggut-manggut. Ia kembali menghirup nikotin dan membuang asapnya. "I see. Masalah umum yang dialami dalam pertemanan cewek cowok. Lo nggak pernah percaya sih setiap gue bilangin kalo pertemanan cewek sama cowok nggak mungkin murni temenan doang. Ngerasain sendiri kan lo sekarang? Emangnya enak, hah?"
"Kampret," umpat Sam sambil melempar bantal ke arah Chandra. "Nyesel gue cerita sama lo. Gue cabut ajalah!"
"Yeeeh malah ngambek lo, garpu siomay!"
- - -
finally sam mau jujur jugak! tapi kalo ke biru, dia berani jujur nggak yaaa~
(8 agustus 2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unsaid Words [END]
RomanceKatanya, pertemanan antara lawan jenis itu tidak mungkin murni hanya berteman. Sebab katanya, salah satu dari mereka pasti ada yang menyimpan rasa. Namun, tampaknya hal itu tidak berpengaruh pada Biru dan Sam yang sudah berteman dekat sejak keduanya...