"Bi, gue mending tetep beli air mineral botol, atau minta bokap gue beliin dispenser aja kali, ya?" tanya Ghea pada Biru saat mereka tengah berada di minimarket yang tak jauh dari kos tempat mereka tinggal untuk belanja bulanan.
Biru yang sedang asyik memilih berbagai macam camilan untuk menemaninya mengerjakan tugas menoleh sekilas. "Ya itu terserah lo aja, Ghe. Mending lo tanya dulu sama bokap lo, bakal dibeliin apa nggak. Lagian kalo lo segitunya pengin pake dispenser kan bisa barengan gue, sih."
Ghea mendecak, namun ia tetap mengambil dua buah air mineral botol berukuran besar dan memasukkannya dalam keranjang yang ditaruh di lantai oleh Biru. "Bukan segitu pengennya juga, kali. Cuma kan ke depannya bakal lebih hemat karna tinggal isi ulang galon doang," jelas Ghea.
Setelah meraih sebungkus keripik kentang rasa rumput laut, Biru kembali menyahut, "Hm, lo bener. Tapi kata gue tadi, lo tanya dulu lah sama bokap lo."
Hanya bergumam malas, Ghea bergerak menuju rak yang menyediakan sabun mandi dan teman-temannya sementara Biru kembali mencari makanan ringan lain karena rasanya tidak lengkap kalau hanya ada yang asin. Baru saja Biru mengangkat keranjang dan berpindah sedikit, ia merasakan getaran panjang dalam saku jaket yang dikenakannya.
Biru kembali menaruh keranjang di lantai dan mengambil ponselnya. Nama Sam yang pertama kali cewek itu tangkap saat melihat layar yang menyala. Sejenak dahi Biru berkerut samar, tapi ia tetap menjawab panggilan tersebut.
"Ngapain nelpon gue?" tembak Biru tanpa basa-basi, menyebabkan Sam langsung mendecak di seberang sana.
"Astoge, judes amat mbaknya," balas Sam, lalu ia menghela napas. "Lo lagi di mana sih, Bi? Ini gue depan kamar kos lo, tapi lo malah nggak ada. Ibu kos lo udah melototin gue dari tadi, nih. Lo nggak kasian, apa?"
Biru kontan tergelak, membuat beberapa pengunjung langsung memandangnya dengan aneh. Buru-buru Biru menutup mulut dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. "Lagian kalo gue nggak ada ngapain ditungguin di depan kamar, sih? Ya ibu kos gue bisa curiga, lah." Biru menjeda sejenak dengan mata yang kembali menelurusi camilan manis yang berjajar rapi di hadapannya. "Gue lagi di minimarket. Sama Ghea. Lo mau ngapain emang ke kosan gue? Kangen?"
"Idih, pengin banget lo dikangenin sama kembarannya Dylan O'brien?"
"Idih, doi aja nggak sudi dimirip-miripin sama lo, Sam."
"Hm, gitu ya? Ya udah deh, nasi padangnya gue bawa pulang lag--"
"Eh, enak aja, jangan dong!" Mendengar nama makanan ternikmat se-Indonesia yang disebut oleh Sam itu membuat Biru seketika bersemangat, pun rasa lapar yang tiba-tiba saja mulai terasa di perutnya. "Curang lo ya, memanfaatkan kelemahan orang. Pokoknya lo jangan ke mana-mana, tunggu di situ!"
Biru bisa menebak bahwa saat ini Sam pasti sedang tersenyum puas jika terdengar dari suaranya saat berkata, "Masih untung gue yang manfaatin, bukan orang jahat." Kemudian Sam menambahkan, "Eh, btw gue udah mau nyampe minimarket yang deket kosan lo. Jangan pulang dulu sebelum gue nyampe, oke? Bye!"
"Hah? Lo ngap--halo, Sam?"
Dan sambungan tiba-tiba saja terputus. Lebih tepatnya, Sam yang lebih dulu mematikan teleponnya.
"Ih, dasar nggak jelas!" umpat Biru sambil memandangi sejenak layar ponsel sebelum dimatikan dan memasukkannya kembali ke saku jaket. Setelahnya Biru meraih camilan yang sudah menarik perhatiannya sejak dan menaryhnya dalam keranjang, lalu segera menghampiri Ghea dan bertanya, "Udah belum, Ghe?"
Ghea berbalik, di tangannya sudah ada sebotol sampo dan sabun cair. "Baru aja gue mau nyamperin lo," katanya sambil terkekeh. "Omong-omong, lo telponan nggak sadar tempat banget sih, Bi. Kedengeran banget sampe kuping gue, tau nggak? Padahal rak makanan sama rak sabun lumayan jauh."
Biru kontan menyengir. "Sori, kalo udah ngomong sama Sam nggak bisa kalem gue. Tau sendiri doi gimana."
Sambil berjalan menuju kasir, Ghea kembali bertanya, "Bukannya tadi di kampus lo ngambek parah sama Sam? Kok sekarang udah biasa-biasa aja?"
"Emang lo pernah liat gue ngambek lebih dari sehari sama Sam?"
"Kayaknya belum, sih."
"Nah. Nggak tau kenapa gue tuh emang nggak bisa aja gitu marah lama-lama sama Sam, senyebelin apa pun dia. Eh, tapi lo jangan bilang-bilang ya, Ghe. Bisa-bisa dia kesenengan dan pasti bakal ngeledekin gue abis-abisan."
Sementara Biru meletakkan keranjangnya di atas meja kasir, Ghea hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu tanpa sengaja pandangan Ghea jatuh pada dinding kaca dan melihat sosok cowok--yang ia yakini adalah Sam--di luar tampak tengah memainkan ponsel. Sudah bisa dipastikan bahwa cowok itu menunggu Biru, bukan dirinya.
Hubungan pertemanan mereka memang aneh, pikir Ghea. Sebab di mata Ghea, alih-alih hanya berteman, Biru dan Sam lebih pantas disebut sebagai sepasang kekasih.
- - -
(2 juli 2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unsaid Words [END]
RomanceKatanya, pertemanan antara lawan jenis itu tidak mungkin murni hanya berteman. Sebab katanya, salah satu dari mereka pasti ada yang menyimpan rasa. Namun, tampaknya hal itu tidak berpengaruh pada Biru dan Sam yang sudah berteman dekat sejak keduanya...