[ 2 1 ]

394 75 7
                                    

Perjalanan Biru dan Sam berlanjut ke beberapa tempat wisata lainnya yang masih terletak di daerah Dago. Lalu destinasi mereka berpindah ke kawasan Dipatiukur di mana terdapat banyak pedagang kaki lima saat sore hingga malam hari. Sam mengusulkan untuk makan pecel lele, dan Biru setuju-setuju saja. Lagipula cowok itu masih dalam masa memenuhi janjinya pada Biru.

Tadinya Sam ingin mengajak Biru pulang setelah perut mereka terisi penuh. Namun, sebuah ide tiba-tiba saja melintasi pikirannya. Ide untuk membawa Biru ke tempat yang akan menjadi penutup jalan-jalan mereka kali ini.

Meski lagi-lagi harus berdebat panjang masalah jalan mana yang harus dilewati, pada akhirnya mereka pun berhasil tiba di tujuan. Setelah memarkirkan motor, mereka kembali berlanjut dengan berjalan kaki, menyusuri Braga yang tampak lebih indah saat di malam hari. Bangunan-bangunan model lama, kendaraan yang bergerak searah, serta lampu-lampu jalanlah yang akan menemani mereka kali ini.

Rasa lelah mulai menghampiri saat Biru masih sibuk mengagumi lukisan-lukisan yang dipajang oleh sang penjual. Tentu saja, Sam sudah menyetir ke tiga tempat sekaligus hari ini sejak siang tadi. Maka dari itu, Sam mengajak Biru menuju Jalan Asia-Afrika dan menduduki salah satu kursi yang terletak di samping Gedung Merdeka (Museum Asia Afrika). Tiang-tiang tanpa bendera menjulang tinggi di hadapan mereka.

"Biasanya banyak orang pacaran kalo malam Minggu," Sam memulakan percakapan. "Untung kita ke sini hari biasa, jadi selamet dari pemandangan yang nggak baik buat hati."

Biru tergelak sesaat, lalu menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi. "Lemah lo, liat orang pacaran aja nggak kuat," cibirnya. "Buruan tembak gih, Selina. Dia suka sama lo tau, Sam."

Sam kontan menoleh dengan alis terangkat sebelah. "Apa sih, kok jadi Selina?"

"Yaaa tiba-tiba keinget aja gara-gara lo ngomongin pacaran."

"Terus gue harus nembak dia gitu biar ada gandengan?" dengus Sam. "Lagian gue nggak mau ya, sembarang nembak cewek yang bukan pilihan hati gue."

"Wow, bijak juga lo ya," kekeh Biru. Kemudian cewek itu mengalihkan pandangannya pada langit yang sepi bintang malam ini. Dan secepat kilat rautnya berubah sendu saat itu juga. Biru nyaris lupa bahwa memandang langit selalu mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang kali ini harus benar-benar ia ikhlaskan setelah tuntasnya kesalahpahaman di antara mereka.

Sam yang menyadari diamnya Biru langsung memperhatikan cewek di sebelahnya itu dengan intens. Dilihatnya Biru tengah menengadah dengan ekspresi yang seharian ini tidak sekali pun ia tunjukkan di hadapannya. Sam turut mengangkat kepala sedikit untuk menatap ruang luas yang terbentang di atas sana.

Angkasa.

Entah mengapa Sam merasa hal itu berkaitan hingga menyebabkan Biru tiba-tiba saja berubah seperti ini. Sam menghela napas. Ia merasa kali ini dirinya tidak boleh diam saja seperti sebelum-sebelumnya.

"Bi--"

"Lo tau nggak sih, gimana rasanya jadi gue?"

Sam tidak mengira Biru akan kembali mengeluarkan suaranya saat ini. Bahkan raut sendu itu sudah lenyap dari wajahnya. Sam tidak mengerti bagaimana bisa Biru melakukannya dengan begitu mudah.

Biru menarik napas dalam. "Dari dulu gue sadar kok, gue emang nggak pantes buat Angkasa. He's too perfect. Orang-orang bahkan nggak percaya kalo gue bilang dia itu pacar gue." Cewek itu menjeda sejenak. "Tapi ... setiap kali gue ngerasa insecure, dia yang selalu ngeyakinin gue bahwa di mata dia, gue sempurna. Gue pantas. Dan gue nggak perlu dengerin kata orang karena mereka nggak tau apa-apa. Somehow apa yang dia bilang sedikit meninggikan harapan gue buat bisa terus sama dia.

"But words are just words. Itu cuma kata-kata kosong. Buktinya, dia juga yang pada akhirnya nyakitin gue. Dan setelah denger cerita yang sebenernya kemaren, gue justru semakin kecewa sama dia," lanjut Biru. Ia menarik napas panjang, lalu menoleh sekilas pada Sam hingga mata mereka menyapa satu sama lain meski hanya sejenak. "Gue tau dia anak orang kaya, orang terpandang, atau apalah itu. Tapi gue nggak tau kalo orangtuanya nggak suka kalo dia pacaran sama gue. Dan bodohnya, dia sama sekali nggak cerita dan lebih milih buat pergi dari gue dengan cara yang nyakitin."

Sam mendapati genangan air sudah memenuhi pelupuk mata Biru yang akan tumpah dengan mudahnya jika cewek itu mengedip. Namun, Biru memilih untuk menengadah dan menahannya mati-matian. Padahal Sam sudah siap dengan segala kemungkinan terburuknya.

"Mungkin dia emang cuma mau berbakti sama orangtua," Biru melanjutkan dengan kepala sedikit tertunduk. "Tapi kadang gue ngerasa kalo ... dia justru setuju sama kata-kata orangtuanya yang merendahkan gue. Karena kalo emang gue udah jadi pilihannya, seharusnya dia jujur dan perjuangin gue dari dulu, bukan sekarang, di saat gue--yang katanya--udah lebih dewasa. Secara nggak langsung dia juga mengakui kalo dulu gue emang cuma bocah SMA yang nggak jelas masa depannya bakal gimana." Dengan mata berkaca-kaca, Biru kembali menoleh pada Sam. "Iya 'kan, Sam?"

Napas Sam kontan tertahan. Otaknya seketika bekerja lambat dan Sam benar-benar tidak tahu harus menanggapinya bagaimana.

Melihat respons Sam yang nihil, Biru langsung tertawa hambar dan mengusap air matanya yang tak sengaja lolos saat ia mengerjap. "Duh, makin ngelantur aja gue," gumam Biru. Ia menyampirkan tali sling bag ke bahu kanan, kemudian segera bingkas dari kursi. "Pulang aja yuk."

Bodoh! Sam memaki dirinya sendiri. Dengan cepat ia bangkit dan menarik Biru ke dalam rengkuhannya, tak peduli bahwa mereka masih berada di tempat umum. Sam hanya tidak sanggup untuk melihat Biru kembali rapuh seperti ini. Meski tanpa kata, Sam harap ia mampu memberikan segenap kekuatan untuk Biru melalui sepasang lengannya.

Seolah paham dengan maksud perlakuan Sam, Biru mengangkat tangan untuk balas mendekapnya.

Erat.

Beberapa detik setelahnya, tangis Biru pecah kembali. Bedanya, kali ini ada seseorang yang dengan suka rela menjadikan dirinya sebagai tempat berbagi duka.

Dan Biru sangat bersyukur orang itu adalah Sam.

- - -

author's note:

akhirnya nyampe di titik ini. itu artinya nggak lama lagi bakal tamat, guys.... hehe.

kalo diliat dari judul, udah kebayang nggak sih endingnya bakal kayak apa? pasti pada bisa nebak nih. dan lagipula cerita ini emang klise banget sebenernya :))) tapi aku udah berusaha buat mengemasnya dengan beda(?) kok.

daaan tenang aja, aku bukan penganut sad ending kok wkwk. biru dan samsudin pasti punya akhir bahagia mereka sendiri ❤

(5 agustus 2020)

Unsaid Words [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang