[ 1 8 ]

401 81 3
                                    

"Sam."

"Oy."

"Ini udah Senin, kok Biru belum balik, ya?"

Sam menoleh sekilas pada Ghea, lalu kembali fokus pada ponselnya yang menampilkan deretan posting-an di Instagram. "Pengin ambil jatah bolosnya kali tuh anak," sahut Sam asal. "Lumayan tuh belum pernah dipake sama sekali."

"Ah, nggak mungkin," kata Ghea. "Walaupun suka kesiangan dan kerjaannya tidur mulu di kelas, gitu-gitu juga Biru nggak pernah kepikiran buat bolos. Justru gue malah mikirnya gara-gara itu, sih...."

Ghea sudah mengetahui apa yang terjadi pada Biru. Bukan dari Biru langsung, melainkan Sam. Saat itu kebetulan Sam hendak main ke kamar Biru, tapi ibu kos mengatakan bahwa Biru sedang pulang ke Depok. Beberapa saat setelahnya, Biru mengabari Sam bahwa ia memang pulang. Dan pada akhirnya Sam memutuskan untuk mengunjungi Ghea, dan mau tak mau menceritakan perihal Angkasa dan Biru pada cewek itu.

Bukan bermaksud apa-apa, Sam hanya memberitahu hal itu pada orang-orang terdekat Biru saja agar mereka lebih berhati-hati dalam bersikap dan tahu bagaimana harus menghadapi perubahan  Biru nantinya.

Sam menghela napas. Ia mematikan layar ponsel dan menaruhnya di atas meja, kemudian menoleh pada Ghea. "Kalo memang iya, ya udah biarin dulu aja," tukasnya. "Biru pasti butuh waktu buat dirinya sendiri, dan rumah memang udah pilihan yang paling tepat."

"Iya juga, sih," Ghea mengangguk-angguk setuju, kemudian diembuskannya napas pelan. "Pantes aja ya Sam, Biru nggak pernah cerita apa pun tentang masalah itu. Sakit banget sih pasti kalo dia inget-inget itu lagi."

Sakit banget, sampe nggak tega gue denger tangisannya, woy, batin Sam yang seketika teringat kejadian di sore itu, saat ia mengantar Biru pulang dan dirinya yang hanya mampu terdiam di depan pintu kamar Biru. Kalau saja ibu kos tidak memergoki Sam dan menembakkan tatapan curiga, Sam mungkin akan tetap berada di sana sampai tangis Biru benar-benar mereda.

Sam harus mengakui bahwa sejak hari itu, ia merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Sam bahkan terus memikirkannya sampai-sampai ia kesulitan tidur beberapa hari ini. Aneh. Benar-benar aneh. Dan semuanya begitu tiba-tiba, membuat Sam jadi frustasi sendiri.

Gue kenapa, sih? Adalah pertanyaan yang terus menerus Sam pertanyakan pada dirinya sendiri, yang sampai detik ini, belum juga ia temukan jawabannya.

Namun, Sam hanya tahu satu hal yang pasti.

Biru adalah penyebab utama itu semua.

.

.

.

Di hari Selasa, Biru baru kembali ke perantauan. Yang artinya, hari ini pun ia tidak masuk kuliah lagi. Tak apalah, pikir Biru. Lagipula memang ia jarang--bahkan belum pernah membolos di semester ini. Hitung-hitung memakai jatah absen yang ia punya sekaligus menghabiskan waktu lebih lama di rumah, karena beberapa minggu ini ia memang tidak pernah pulang saat weekend.

Biru membuka gerbang kosnya, kemudian segera mencari kunci dalam ransel yang ia lepas sejenak. Saat itu Biru belum menyadari bahwa di bagian ruang tamu, Sam sudah menunggunya, tiga jam setelah ia mendapatkan kabar bahwa Biru akan pulang hari ini.

Maka alhasil Biru benar-benar terkejut hingga menjatuhkan kunci saat Sam memanggilnya dengan cengiran lebar di wajah.

"Aish, ngagetin aja lo!" sembur Biru sambil mengusap dada. Kemudian ia memungut kunci kamarnya di lantai. Tas ranselnya tahu-tahu saja sudah berpindah ke tangan Sam.

"Alah lebay, gitu aja kaget," cibir Sam. "Gimana? Udah puas lo di rumah sampe-sampe bolos dua hari?"

Biru berdecak seraya memutar mata malas. Tadinya Biru takkan membalas dan ingin langsung menuju kamarnya saja. Tapi ia tiba-tiba saja menyadari sesuatu yang aneh di sini. "Bentar deh, perasaan ini masih jam sebelas...," ujar Biru, kemudian ia sedikit melebarkan matanya pada Sam. "Lo ngapain ikut-ikutan bolos juga, Samsul?!"

"Ya suka-suka gue, lah," sahut Sam acuh tak acuh. Ia mendorong tubuh Biru perlahan menuju depan pintu kamarnya. "Mending lo masuk dulu, ganti baju, mandi, atau apa kek yang perlu dilakuin. Habis itu kita makan." Sam mengangkat plastik putih di tangannya. "Gue bawain makanan kesukaan lo, nih."

"Wow, gue udah mencium bau-bau rendang, nih," kekeh Biru yang sebenarnya hanya melihat sekilas jenis kertas nasi yang digunakan dalam plastik itu. Tulisan nama restoran padang langganan Sam terlihat jelas di sana. "Gue udah mandi, kok. Kalo gitu gue ganti baju dulu. Jangan ngintip!"

Biru pun membuka pintu kamar lalu mengambil alih ransel dari tangan Sam. Pintu kembali tertutup setelah ia masuk. Setelah mengganti pakaian dengan yang lebih santai, barulah Sam diperbolehkan masuk.

Selama berkutat mempersiapkan makan siang mereka, diam-diam Sam memandangi Biru yang rautnya tampak normal-normal saja. Tidak memperlihatkan kesedihan, kelelahan, atau apa pun, seolah Biru sama sekali tidak mengalami itu semua sebelumnya. Sam jadi terheran sendiri. Apakah keadaan Biru memang sudah lebih baik, atau justru cewek itu hanya menipunya dengan mengenakan topeng?

Sam menghela napas. Apa pun jawabannya, ia harus tetap fokus pada tujuan awal yang membuatnya rela mengosongkan daftar hadir kuliahnya untuk hari ini saja.

Hanya demi Biru.

"Bi," panggil Sam saat Biru menyodorkan piring dengan bungkusan nasi yang sudah terbuka di atasnya.

"Hm?" Biru hanya bergumam dan memulai acara makannya.

"Hari ini jalan-jalan sama gue ... mau?"

Dan Biru langsung tersedak nasi padangnya.

- - -

bab selanjutnya mereka bakal 'kencan' yeaaay!!

(2 agustus 2020)

Unsaid Words [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang