Sam tidak masuk kuliah hari ini, dan Biru mendadak jadi tidak tenang. Rasanya aneh ketika cowok itu tidak duduk di kursi sebelahnya seperti biasa, meski akhir-akhir ini mereka hanya mengobrol seperlunya saja. Entahlah, Biru hanya tidak tahu bagaimana caranya menghadapi Sam seperti sedia kala, ketika semuanya masih baik-baik saja. Bahkan Biru hanya menatap lama ruang obrolannya dengan Sam di layar ponsel, sementara jari-jarinya enggan untuk mengetikkan sesuatu di sana.
Biru benci situasi yang tidak dimengertinya ini. Terlebih lagi Biru sudah tahu jawaban atas pertanyaannya tempo hari pada Ghea, meski ia belum sepenuhnya yakin.
Perasaan Biru semakin tidak karuan saat teman-teman di kelas mulai bertanya-tanya padanya mengapa Sam tidak masuk hari ini. Biru hanya bisa memberi jawaban, "Nggak tau, chat gue belum dibales," yang mana adalah sebuah kebohongan. Biru hanya akan merasa semakin payah karena tidak mengetahui kabar temannya sendiri jika ia berkata yang sesungguhnya.
Kemudian, seolah tahu bahwa Biru menunggu sebuah kabar yang ingin ia ketahui, Chandra--teman sekelasnya yang hari ini tidak masuk juga--tiba-tiba saja mengirimkan chat padanya.
Abichandra Pranata:
Bi, udh tau kan kalo Sam sakit?
Nanti tlg bilangin ya klo dosen nanya, suratnya nyusul gitu
Gw blm balik ke Bdg soalnya
Klo bisa sih sekalian bilangin gw jg heheMata Biru sedikit melebar membacanya. Sam sakit katanya?
Aloysia Biru R:
Sam sakit apa emg Chan?Abichandra Pranata:
Lah Sam nggak bilang ke lo emg?
Gw kira lo tau
Sakit biasa aja sih, kmrn keujanan katanyaMenghela napas, Biru mematikan layar ponsel tanpa membalas chat tersebut. Pikiran Biru semakin tidak tenang setelah mengetahui fakta tersebut. Lebih tidak tenang lagi setelah tahu bahwa Sam lebih memilih untuk mengabari Chandra ketimbang dirinya. Apa karena Biru bertingkah berbeda, Sam jadi tidak mau menganggapnya teman lagi?
Kekanak-kanakan sekali, jika memang itu kenyataannya.
Tapi kemudian Biru sadar, justru ialah yang kekanak-kanakan, karena masih saja menjadi seorang pengecut yang selalu lari dari masalah.
.
.
.
Sam tidak tahu sudah berapa lama ia tertidur. Yang jelas, ia terbangun ketika mendengar pintu kamar kosnya diketuk berkali-kali. Meski kepalanya masih terasa pening, Sam bangun dan mengecek ponsel sejenak. Sudah pukul empat sore rupanya. Efek dari obat yang diminumnya tadi pagi membuatnya terlelap begitu nyenyak. Mendengar ketukan lagi, Sam segera berdiri, memutar kunci dan membukakan pintu.
Kedua mata Sam yang sayu langsung membelalak saat mendapati figur mungil Biru di sana dengan keadaan yang jauh dari kata rapi. Rambut berkucir kudanya lembap akibat hujan, hoodie abu-abunya pun bernasib sama. Wajahnya basah, bibirnya sedikit bergetar, kedua tangannya mendekap goodie bag erat. Dan Sam baru menyadari bahwa di luar memang sedang hujan.
"Kok nggak bilang kalo sakit?" tembak Biru langsung dengan binar kekhawatiran yang memancar.
Masih dilanda keterkejutan akibat kemunculan Biru yang tiba-tiba, Sam hanya mematung di tempat. Gimana gue bisa ngasih tau kalo lo-nya aja.... Ah, tidak. Tidak ada gunanya juga menyalahkan Biru saat ini. Sam pun tersenyum tipis. "Masuk dulu Bi, lo handukan dulu," ujarnya, mempersilakan Biru masuk.
Selama beberapa detik Biru hanya geming, kemudian ia pun mengangguk dan melepas sepatu serta kaus kakinya yang sedikit basah sebelum masuk.
Sam segera mencari handuk kecil bersih di lemarinya, lalu memberikannya pada Biru. "Nekat banget sih, hujan-hujan malah ke sini?" omel cowok itu sambil berdecak melihat Biru yang menggigil seperti itu. "Mau gue buatin teh anget?"
Biru yang duduk di karpet memandang Sam aneh. Setelah menerima handuk tersebut, ia membalas, "Yang sakit di sini siapa, sih? Kok malah ngurusin gue?"
"Jadi lo ke sini tuh mau ngurusin gue yang sakit, hm?"
"Gue mau jenguk doang."
"Jenguk kok nggak bawa apa-apa?"
"Jangan bikin gue nyesel udah ke sini ya, Sam," dengus Biru seraya melepas ikatan rambutnya. Ia mengelap wajah dengan handuk yang kemudian digunakan juga untuk mengeringkan rambut. "Mana sempet gue mampir-mampir dulu kalo hujan gini."
Sam terkekeh, kemudian duduk di bibir kasurnya. "Iya iya, lo jenguk aja gue udah seneng, kok. Langsung sembuh nih gue."
Setelah selesai dengan kegiatannya, Biru menatap Sam lekat-lekat. "Kemaren kenapa bisa kehujanan, Sam?"
"Hah?"
"Kata Chandra, lo sakit gara-gara kehujanan."
"Oh ... itu, soalnya tanggung dikit lagi nyampe kos, males banget harus berhenti buat pake jas hujan doang."
Biru kontan berdecak. "Bego lo."
Memasang raut pura-pura terluka, Sam membalas, "Malah dikatain."
"Ya iyalah! Udah tau nggak bisa kena air hujan malah nerobos hujan. Harusnya tuh lo neduh dulu kek, atau minimal pake jas hujan. Giliran udah sakit malah hujannya yang disalahin."
Bukannya tersinggung, Sam justru menarik kedua ujung-ujung bibirnya. Sudah berapa hari ia tidak mendengar Biru yang mengomel seperti itu? Meski kenyataannya hanya beberapa hari saja, namun rasanya seperti berminggu-minggu. Sam tentu merindukan hal itu.
Sam merindukan Biru. Sangat.
"Sam, lo sakit atau gila, sih? Ngapain senyum-senyum gitu?"
Suara Biru menarik kembali Sam pada kesadarannya. "Nggak, nggak papa," sahut Sam yang berusaha mengontrol senyumannya agar tidak kian melebar. "Gue ... seneng aja lo ada di sini."
Kemudian, hening. Keduanya hanya berbalas tatap dalam diam, tanpa sadar bahwa mereka tengah berusaha menyampaikan sesuatu melalui sepasang mata, berharap satu sama lain dapat mengartikannya. Namun, hanya dari tatapan saja nyatanya tidak cukup jika keduanya membiarkan mulut mereka terkunci. Dan pada akhirnya, tidak ada satu pun yang mereka dapat dari itu semua.
Biru menghela napas panjang, dan ia yang pertama kali memutus pandangan mereka. Biru nyaris lupa dengan tujuan awalnya mengunjungi Sam selain mengecek keadaan cowok itu. "Sam," panggil Biru pelan tanpa melihat sang lawan bicara. "Gue minta maaf buat sikap gue kemaren-kemaren. Dan kalo lo mengira lo habis melakukan kesalahan, nggak kok. Lo nggak salah apa-apa. Mungkin gue aja yang berlebihan."
Sam tertegun sejenak, tak menyangka Biru akan mengatakan hal tersebut. Dengan dahi yang sedikit berkerut, Sam bertanya, "Berlebihan soal apa?"
"Soal ... malam itu?" Biru terdengar tidak yakin. "Nggak tau deh, yang jelas gue tiba-tiba kepikiran hal-hal yang nggak mungkin terjadi."
Keduanya kembali terdiam meski hanya sesaat, hingga Biru tiba-tiba saja tertawa hambar dan mengibaskan tangannya. "Udah, nggak usah dipikirin lagi, deh," kata cewek itu acuh tak acuh. "Lo udah makan belum, Sam? Gue pesenin makan kalo udah reda ya, kasian abang-abang Gojek-nya ntar kehujanan."
Tanpa sepengetahuan Biru, Sam malah jadi kepikiran tentang hal-hal yang nggak mungkin terjadi yang Biru maksudkan.
- - -
2 part lagi menuju ending!!
(9 agustus 2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unsaid Words [END]
RomanceKatanya, pertemanan antara lawan jenis itu tidak mungkin murni hanya berteman. Sebab katanya, salah satu dari mereka pasti ada yang menyimpan rasa. Namun, tampaknya hal itu tidak berpengaruh pada Biru dan Sam yang sudah berteman dekat sejak keduanya...