[ 1 6 ]

420 86 5
                                    

Selina memandang Sam yang terus saja mondar-mandir di hadapannya seperti setrikaan, sampai akhirnya cowok itu capek sendiri dan memilih untuk menempatkan diri di sebelah Selina. Tapi setelah beberapa detik berselang, Sam berdecak dan kembali melakukan hal yang sama. Selina jadi gemas sendiri pada cowok itu.

"Sam," panggil Selina, kemudian ia bingkas dari duduknya dan menyentuh bahu kanan Sam, "gue tau lo cemas, tapi coba untuk tenangin diri lo, oke? Gue bisa jamin Mas Angkasa nggak bakal ngelakuin apa-apa. Dia cuma butuh bicara empat mata sama Biru, Sam."

Sam mendengkus samar, menatap Selina sekilas sebelum kembali menduduki kursi-kursi di depan gedung fakultas. "Gue nggak peduli apa yang mau dia omongin," ujar Sam gusar. "Masalahnya Biru lagi sakit, Sel. Lo nggak liat mukanya udah pucet banget tadi? Ditambah tiba-tiba ketemu mantan, apa nggak tambah drop aja dia?"

"Kalo Biru kenapa-napa, pasti Mas Angkasa udah hubungi gue dari tadi," sahut Selina sambil menempati ruang kosong di sebelah Sam. "Lo tenang aja, oke?"

Mengembuskan napas panjang, pada akhirnya Sam memilih untuk duduk diam meski pikirannya tetap tidak bisa tenang. Hari ini ia sudah cukup dikejutkan dengan keadaan Biru yang biasanya jarang sakit tiba-tiba saja melemah seperti itu. Lalu seolah hal itu belum cukup, sebuah fakta baru Sam dapatkan dari Selina, bahwa Angkasa adalah mantan pacar Biru dan mereka tidak sengaja bertemu di pesta ulang tahun Selina.

Sam dapat langsung menghubungkan pertemuan tersebut dengan Biru yang tiba-tiba menangis malam itu. Dan entah kenapa, Sam pun yakin bahwa sosok laki-laki dalam potret yang tidak sengaja ia lihat di meja belajar Biru adalah Angkasa. Semuanya jadi jelas sekarang.

Kemudian Sam mau pun Selina hanya tergeming di tempat, sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga tiba-tiba saja terdengar Selina kembali bersuara, "Menurut lo, mereka bakal balikan, nggak?"

Dengan cepat Sam menoleh dengan sebelah alis yang menukik tinggi. Pertanyaan macam apa itu? "Emangnya maksud dia ke sini mau ngajak Biru balikan?" Sam malah bertanya balik.

"Mungkin," sahut Selina, mengedikkan bahu. "Waktu Mas Angkasa cerita sama gue, beberapa kali dia bilang kalo dia nyesel banget dulu. Yah, gue pikir, Mas Angkasa pengin dikasih kesempatan kedua buat memperbaiki kesalahannya." Ada jeda sejenak. "Menurut lo gimana, Sam?"

"Kalo gue jadi Angkasa, gue nggak akan minta itu. Karena nggak ada yang bisa jamin kalo gue nggak akan melakukan kesalahan yang sama walaupun gue dikasih kesempatan lagi."

Selina manggut-manggut. "Kalo gue jadi Biru pun, gue nggak akan ngasih kesempatan kedua atau apalah. Gue mana mau ngerasain diselingkuhin dua kali, cowok yang sama pula."

"Diselingkuhin?" Sam terperangah. "Jadi ... Biru diselingkuhin?"

"Eh, bukan gitu juga sih, tapi ... ah, ini rumit, Sam." Selina menghirup napas sejenak dan menatap Sam lurus-lurus. "Menurut cerita yang gue denger sih, mereka pacaran sekitar tiga tahun yang lalu, dan putus setahun setelahnya. Waktu itu Biru masih SMA kelas sebelas, sementara Mas Angkasa kuliah semester tujuh. Nah, di situ letak permasalahan mereka."

Sam mengerutkan dahi. "Masalah umur doang?"

"Itu bukan sekadar masalah umur doang, Sam," balas Selina. "Keluarga Mas Angkasa bisa dibilang orang terpandang, agak beda jauh sama keluarga gue. Mereka lebih keras, terutama sama anak-anaknya. Pas mereka tau kalo Mas Angkasa ternyata macarin anak SMA, menurut lo gimana? Ya jelas mereka nentang banget, lah. Mas Angkasa yang masa depannya udah terjamin bahkan sebelum lulus kuliah, pacaran sama anak SMA yang belum tau tujuan hidupnya untuk apa dan berasal dari keluarga biasa-biasa pula ... eh, ini bukannya gue ngejelekin Biru, ya. Tapi ini yang orangtuanya Mas Angkasa pikirin soal Biru.

"Akhirnya Mas Angkasa milih buat pura-pura selingkuh biar Biru bisa benci sama dia dan mereka punya alasan buat putus," lanjut Selina. "Mas Angkasa nggak mau cerita soal orangtuanya. Yang jelas, orangtuanya bisa ngelakuin apa aja kalo mereka tetep nggak mau putus, dan Mas Angkasa udah pasti nggak mau Biru kena imbasnya."

Sam hanya mampu mencerna semua informasi tersebut dalam geming. Ia benar-benar tidak menyangka ternyata masalahnya serumit itu. Dan ia juga tidak menyangka ... masa lalu Biru nyatanya sepahit itu. Bagaimana mungkin selama ini Biru bisa menutupi semuanya dengan begitu apik? Bagaimana bisa Biru selalu tampak seperti tidak pernah mengalami masa-masa buruk tersebut dalam hidupnya?

Mengembuskan napas frustasi, Sam mengusap wajahnya perlahan. "Sumpah, gue nggak nyangka kejadian kayak gitu bisa terjadi juga di dunia nyata," adalah respons pertama yang Sam suarakan setelah cukup lama terdiam.

Selina mengangguk setuju. "Sejujurnya gue kasian sama mereka. Tapi gue lebih nggak tega sama Biru sih, di umur segitu harus ngalamin hal kayak gitu...."

"Kalo gue jadi Angkasa, gue nggak akan menyerah semudah itu, apalagi sampe ngelakuin hal bodoh."

"Hah?"

Sam menghela napas. "Biru sangat layak buat diperjuangkan, Sel."

Selama beberapa saat Selina hanya memandangi Sam, sedikit tak menyangka kalimat itu akan terucap dari bibirnya. Senyum masam Selina terpatri. Sikap yang diperlihatkan Sam menunjukkan bahwa Biru sangat berarti baginya, entah Sam menyadari itu atau tidak.

Dan tampaknya Selina tahu langkah apa yang harus ia ambil setelah ini.

- - -

huhu samsudin-ku ❤

(1 agustus 2020)

Unsaid Words [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang