Aileen

10.1K 513 35
                                    

Gue menatap penampilan gue di cermin merapikan dasi dan juga rambut gue. Perkenalkan gue adalah Adinata Aileen Caesar seorang CEO di bidang perhotelan keluarga gue adalah rajanya jika soal hotel bukan sombong tapi itu kenyataan cabang hotel keluarga gue udah berada dimana-mana baik didalam negeri maupun diluar negeri keluarga gue juga menempati posisi pertama untuk orang terkaya di dunia. Bokap dan nyokap gue masih ada mereka tinggal di rumah utama yang di Bandung sedangkan gue memilih tinggal sendiri di apartemen gue di Jakarta eh gak sendiri deng ada pembantu, satpam, tukang kebun juga lala, dipsi dan poo ikan-ikan hias gue. Setelah menyelesaikan kuliah di Inggris gue langsung mengambil ahli perusahaan bokap seperti inilah kehidupan gue terlalu membosankan buat gue, tapi gue juga tidak bisa menolak karena ini takdir gue yang terlahir dari keluarga terhormat.

“Aileen ini sepatu lo.” Seru Mirza.

Mirza adalah asisten gue tapi dia juga bisa jadi apapun buat gue karena gue anak tunggal hanya dia yang bisa ngasih gue saran baik soal pekerjaan maupun masalah pribadi bisa dibilang dia orang kepercayaan gue. Gue kenal dia saat usia gue 3 tahun dan dia berusia 6 tahun yap dia lebih tua dari gue, Mirza anak asisten bokap gue disaat orang lain tidak ada yang berani menentang gue justru ia dengan beraninya menggeplak kepala gue dan berkata dengan santai nya “bersikap baiklah” saat itu gue gak bisa berkata apa-apa karena itu pertama kalinya ada yang berani nyentuh gue sejak saat itu gue dekat dengannya ia adalah teman pertama dan terakhir gue kalian pasti mikir gue gak punya teman kan tapi memang iya itu kenyataan nya tidak ada yang berani dekat gue karena gue tempramen salah sedikit saja gue bisa ngamuk berlebihan kalau kata Mirza. Kalau kalian penasaran sama kisah cinta gue mending gak usah karena gue gak pernah pacaran justru gue jijik lihat mereka yang menempel ngejar-ngejar gue ngasih gue surat dan hadiah yang semuanya berakhir di tangan Mirza kalian pasti mikir gue gak punya hati kan tapi iya sih gue suka bikin wanita nangis karena gue tolak dengan cara kasar tapi bukan salah gue sepenuhnya siapa suruh mereka maksa dan dengan beraninya nahan gue, cuman satu wanita yang gak pernah gue kasarin sampai saat ini yaitu Nyokap gue yang cantiknya seantero.

Setelah memakai sepatu yang di bawakan Mirza kita segera berangkat ke hotel karena hari ini adalah pemeriksaan fasilitas hotel gue selalu mengecek sebulan sekali karena ini untuk kenyamanan pengunjung jika ada yang membuat kesalahan mereka angkat kaki dari sini. Ketika gue sampai mereka semua menunduk hormat itu sudah kebiasaan mereka untuk menyambut gue. Gue berjalan dengan diikuti Mirza, manager dan kepala bagian setiap divisi yang akan menerangkan semua bisa dibilang gue sangat teliti ada debu sedikit saja baik di dapur atau pun di setiap kamar gue akan langsung pecat mereka. Kalian pasti mikir gue cek setiap kamar kan? ya enggak lah bukan kerjaan gue itu gue hanya mengecek kamar-kamar yang penghuninya sudah check out saja karena gue bukan orang yang sabar kalau menghadapi orang jadi selebihnya orang-orang gue yang cek.

Akhirnya gue bisa kembali keruangan gue setelah menghabiskan waktu dua jam untuk mengecek semuanya untuk hari ini mereka bekerja dengan baik sehingga gue tidak perlu memecat siapapun dan gue juga tidak perlu mengeluarkan tenaga untuk marah-marah.

“Ini laporan setiap kepala divisi.” Seru Mirza.

“Taruh di aja disitu, gue terlalu lelah untuk membacanya.” Gue membuka jas menggulung lengan kemeja gue hingga sikut dan melonggarkan dasi gue sumpah hari ini Jakarta panas banget AC diruang ini seakan mati sangking panasnya.

“Baru juga segitu biasanya lo juga biasa aja.” Ia duduk di sofa ruangan gue.

“Gue juga gak tau kayaknya faktor U deh.”

“Tua-an juga gue daripada lo.”

“Iya emang lo tua.”

“Sialan lo!” Gue tertawa senang melihat dia kesal.

Gue jarang memperlihatkan ekspresi bahagia gue di hadapan orang lain tapi jika dengan saudara ataupun orang yang sudah gue anggap saudara seperti Mirza gue tidak akan segan-segan menunjukkan berbagai macam ekspresi.

“Udah mending lo balik kerja sana.” Seru gue.

“Bentar lagi gue juga capek lagian gak akan ada yang datang.” meja Mirza berada di luar ruangan gue jika ada yang ingin bertemu gue harus melalui resepsionis yang ada dilantai bawah dan Mirza asisten gue. Ruangan CEO berada di lantai paling atas hotel itulah sebabnya jika bukan orang penting tidak ada yang berani ke lantai ini kalau julukan mereka sih lantai neraka karena jika karyawan biasa sudah masuk lantai ini mereka keluar dengan bercucuran air mata.

Akhirnya gue selesai mengecek berkas-berkas yang di berikan Mirza tadi gue merenggangkan otot-otot gue yang pegal akibat kelamaan duduk. Gue melihat jam sudah menunjukkan pukul 12:30 menit waktu istirahat sudah lewat setengah jam lalu, biasanya gue menyuruh Mirza untuk memesan makanan buat gue karena gue sangat malas makan di restoran hotel tapi kali ini kemana tuh anak tumben gak memberitahu gue kalau udah waktunya makan siang gue beranjak merapikan pakaian gue yang sudah tidak berbentuk lagi dan mengenakan jas gue.

Kemana tuh anak,” batin gue karena tidak mendapatkan Mirza di mejanya. Gue merogoh saku jas gue mengambil ponsel untuk menghubungi nya.

“Lo dimana?” Tanya gue setelah ia mengangkat panggilan gue.

Di lantai 16.

“Tunggu gue kesana.” Gue mematikan panggilan segera menekan lift untuk menuju lantai tempat mirza berada.

🌿🌿🌿


Disini lah gue sekarang sedang mencari keberadaan Mirza gue heran dimana-mana sekretaris yang nyariin atasannya ini kenapa terbalik ya walaupun gue yang nyuruh dia tunggu tapi basa-basi kek bilang gak usah gue aja yang ke tempat lo gitu kek emang ya tuh anak gak peka pantas semua wanita lari pada masa pdkt sama dia.

“Awww lo punya mata kan? Di pakai dong.” Seorang wanita menabrak gue.

“Maaf maaf gue gak sengaja.” Kata wanita itu dengan gelisa seperti sedang di kejar seseorang.

“Kalau dengan kata maaf semua selesai untuk apa ada polisi.” Mood gue seketika hancur gara-gara nih perempuan.

“Lo kok berlebihan sih kan gue udah minta maaf. Lo nya juga gak kenapa-kenapa galak banget sih.” Gue lihat wanita itu menahan amarahnya.

“Apa lo bilang? Gue galak?” Nih perempuan buat gue darah tinggi tau gak.

“Iya. Jangan galak-galak ntar jodoh lo jauh kan gak lucu orang ganteng kayak lo jadi perjaka tua udah ya gue duluan sekali lagi maaf gue gak sengaja.” Wanita itu pun langsung berlari pergi setelah mengatakan itu sebelum gue sempat menahan nya karena berani-beraninya ia ngatain gue. Tapi gak tau kenapa kok gue senang di bilang ganteng sama dia.. ah lupakan fokus ke sekretaris kurang ajar gue dimana ia sekarang karena dia gue jadi bertemu wanita gila tadi.

Ada yang menepuk bahu gue dari belakang gue menoleh untuk melihat siapa pelakunya ternyata Mirza dengan wajah datarnya yang ingin gue pukul.

“LO KEMANA AJA DARI TADI!!!” Teriak gue kesal sama nih orang.

“Gak usah teriak telinga gue masih bagus.” Serunya sambil menggosok telinga nya.

“Dengar gara-gara lo gue jadi gak mood untuk makan. Bye.” Gue meninggalkan dia dan memilih kembali ke ruang gue.

Gue melihat ia mematung di tempatnya sebelum akhirnya ia mengejar gue masuk ke dalam lift untuk kembali bekerja.

🌿🌿🌿

JANGAN LUPA FOLLOW DAN VOTE UNTUK DUKUNG CERITA INI THANK YOU AND
I LOVE YOU ♥

JANGAN LUPA FOLLOW DAN VOTE UNTUK DUKUNG CERITA INI THANK YOU AND I LOVE YOU ♥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sweet Dream (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang