Begitu Nana membuka matanya, matahari sudah bersinar terang. Suara peralatan dapur yang saling beradu pun terdengar oleh Nana, yang kemudian membuat Nana memajukan bibirnya sedikit.
'Bukannya ini udah siang? Kok Kakak belom berangkat?'
Begitu Nana melangkahkan kakinya keluar kamar, betul saja, kakaknya masih ada di sana, lengkap dengan baju rumahnya dan rambut yang dicepol.
"Lo nggak kerja, Kak?"
"Nope, di deket kantor gue kemaren ada cluster baru COVID. Nggak deket-deket banget sih sampe gue harus swab test, tapi semua karyawan jadi resmi full WFH sekaran," jelas kakaknya panjang lebar.
Dua bulan ini, kakaknya memang bekerja setengah online dan setengah offline, bergantian antarkaryawan per minggunya. Akibat kejadian ini, tampaknya kakaknya itu akan mulai bekerja sepenuhnya dari rumah.
"Yah elah, bosen dong gue liat muka lo 24 jam tiap hari," gerutu Nana seraya mendudukkan dirinya di kursi biasa di meja makan.
"Tutup mata aja gih," sahut kakaknya, yang tampaknya sudah selesai membuat sarapan untuk mereka berdua. Buktinya, kakaknya itu menghampiri meja makan dengan dua piring roti di tangannya. Tepatnya, roti yang digulung dengan isian sosis dan rumput laut.
"Untung lo pinter masak. Kalo nggak udah nggak gue akui sebagai kakak dari orok, kali."
"Emang adek gatau diri, baek kalo ada maunya doang."
• • • • •
Sepanjang sisa waktu sarapan itu hanya diisi dengan suara kunyahan sepasang kakak-beradik itu di meja makan. Saat Nana sudah selesai sarapan dan hendak menghampiri kakaknya di sofa biasa, matanya tertumpuk pada sekumpulan majalah anak di bawah meja ruang TV itu.
"Ew, awas kotor," kakaknya memperingatkan Nana ketika Nana hendak menghempaskan dirinya ke sebelah kakaknya. Akibatnya, gadis itu mengurungkan niatnya dan mendudukkan dirinya dengan perlahan.
"Ini punya Om?"
"Nggak tau, udah ada di sana dari hari pertama gue dateng kayaknya."
"Selalu lo bersihin 'kan, Kak?"
"Ya iyalah! Emang gue jorok kayak lo, kalo kerja separo-separo?"
"Enak aja, ih! Gini-gini kerjaan gue lebih bersih ya daripada lo!"
"Buat apa bersih-bersih kalo cuma separo. Mending cukup bersih tapi ya satu rumah bersih semua."
"Ih—"
"Heh, mau ngapain? Berani lo ngegeplak gue pake majalah berdebu gitu?"
Nana hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kasar seraya—lagi-lagi—mengurungkan niatnya. Gadis itu pun kemudian membuka majalah paling atas yang ada di tumpukan itu. Matanya langsung berbinar begitu melihat adanya dongeng si kancil di halaman Daftar Isi.
"Ih, Si Kancil!" pekik gadis itu girang, dengan tangan yang lincah mencari halaman berisi dongeng favoritnya.
Kegemarannya membaca sejak kecil membuat Nana mampu membaca dongeng anak sepanjang dua halaman itu—yang sebenarnya mungkin hanya satu halaman tanpa gambar-gambar besar yang menghiasinya—dalam waktu hanya sekitar lima menit.
Bukannya sebuah cengiran, melainkan bibir manyun yang kini menghiasi wajah Nana.
"Kak, Kak, Kak," panggil gadis itu.
"Apaan?" jawab kakaknya, tentu saja dengan pandangan yang tetap terarah ke laptop di hadapannya.
"Tau nggak cerita si Kancil, yang dia nipu buaya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejuvenate
Random31 hari menempuh perjalanan, yang sebetulnya pernah dijalani dahulu kala 31 hari melakukan hal yang dulu menjadi kawan setia setiap harinya, tetapi kini sudah terlupakan 31 hari penuh tantangan, sekaligus penuh kesempatan untuk kembali berkarya 31 h...