Nana merasa segala sesuatunya seperti deja vu ketika ia berada di jalanan depan rumahnya, menunggu abang ojol datang, kemudian yang muncul malah mas-mas pujaan kakaknya. Namun, kali ini yang dibawa bukan makanan, melainkan sebuah pot tanaman. Wajar saja, karena yang kakaknya pesan kali ini memang pot tanaman, bukan makanan.
"Na, pot pesenan kamu, 'kan?"
"Eh, Mas Adnan. Iya Mas, pesenan Kakak tuh," sahut Nana dengan cengiran di wajahnya.
Ya, mereka sudah saling memanggil nama sekarang, sejak waktu itu Adnan mengantarkan makanan dari abang ojol ke rumah kecil bercat biru itu.
"Loh, ya ampun, kok kamu lagi yang dateng?" tanya Rere, setengah merasa bingung dan setengah lainnya tertawa. "Lama-lama kamu jadi satpam komplek aja, Nan, tapi khusus nganterin pesenan kita," lanjut gadis itu.
"Siap grak, Nyonya!" sahut Adnan dengan pose hormat bendera ala-ala anak sekolahan. "Eh, tapi kamu beli pot buat apa? Mau nanem lagi?"
"Eh, engga--"
"Mana ada, Mas. Dia beli pot itu cuma gara-gara lucu aja katanya. Biar nggak pot item bulet doang. Nggak jelas banget 'kan, Mas?"
Adnan tertawa mendengar jawaban Nana. Pot di tangannya itu memang lucu, berwarna ungu pastel dengan bentuk yang sedikit cembung ke luar, tidak seperti pot-pot biasanya. Pot itu juga memiliki pola garis-garis horizontal yang mengelilingi keseluruhan pot itu.
"Beneran, Re? Kamu beli pot ini cuma gara-gara lucu?" tanya Adnan, masih dengan sisa-sisa tawa pada suaranya.
Pihak yang ditanya hanya memamerkan cengirannya.
"Terus kamu mau mindahinnya pake apa? Ada sekopnya?"
Lagi-lagi tak menjawab, Rere malah memandang Nana, yang juga tengah memandangnya balik.
"Kok lo nggak kepikiran sih, Dek?" tanya Rere, menyalahkan adiknya.
"Yeee! 'Kan lo yang mau mindahin, kenapa gue yang kudu mikir?!"
Lagi-lagi, Adnan dibuat tertawa dengan kedua kakak-beradik di hadapannya itu. "Ya udah, ya udah. Bentar ya, aku ambil sekop kecil dulu di rumah. Nih, potnya." Adnan menyerahkan pot itu pada Nana, yang berada lebih dekat dengannya daripada Rere.
"Maapin ya, Nan, bikin repot," ujar Rere dengan nada memelas.
"Emang tukang repotin orang lo, Kak."
"Heh, adek kurang ajar!"
"Udah, udah. Buka plastik potnya, sana! Biar nanti pas saya balik, kita langsung pindahin bunganya."
"Siap, laksanakan!" sahut Rere, meniru pose hormat bendera yang Adnan lakukan terlebih dahulu tadi.
"Nah, lo yang nyaut, lo yang buka ya. Awas aja nyuruh gue," ucap Nana sebelum melancarkan jurus seribu bayangan dan menghilang dari hadapan Rere.
"Heh, Na! Bantuin dong! Ish, adek nyebelin!"
• • • • •
<!-- tema hari ini -->
Hari terakhir menggunakan sesuatu
<!-- cuap-cuap penulis -->
HUWAAAAAAHHHH HARI TERAKHIR!!! YEEEEYYYYY //melepaskan diri dari segala beban DWC
Meskipun tahun ini nggak full alias ada bolongnya, tapi gapapa, aku senank karena berhasil bikin cerita bersambung! Yah, meskipun bersambungnya setengah-setengah gitu :")
Target tahun depan: bikin cerita bersambung yang 100% bersambung!
Sekarang, saatnya mampir ke lapak member lain! Kalian juga ya, jangan lupa mampir!
Last but not least, MAKASIH BANYAAAKKK BUAT YANG UDAH NEMENIN AKU, NANA, DAN RERE SAMPE HARI INI! ME LOP UUUU 🥰💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejuvenate
Random31 hari menempuh perjalanan, yang sebetulnya pernah dijalani dahulu kala 31 hari melakukan hal yang dulu menjadi kawan setia setiap harinya, tetapi kini sudah terlupakan 31 hari penuh tantangan, sekaligus penuh kesempatan untuk kembali berkarya 31 h...