memori dalam selembar kertas

3 0 0
                                    

Entah setan apa yang merasuki teman-teman sekelompok Nana hari itu, tetapi yang jelas, pembahasan yang tengah mereka bicarakan cukup menarik dan cukup berfaedah hingga Nana memutuskan untuk ikut nimbrung di tengah obrolan mereka.

Project HCI (5)

fanny: Gais
fanny: Ada info beasiswa ni buat smt depan

Leonard: Beasiswa apa fan ?

fanny: Sent a file
fanny: Nih requirementnya
fanny: Ga susah si harusya

Nana: Mantap sekali bung

Nana: Kuy apply

Leonard: Sertifikatnya jadi bahan pertimbangan ga ya?
Leonard: Gue mana punya sertifikat prestasi apa"

fanny: NAH IYA ITU
fanny: Gue juga gapunya sertifikat dah :"""

Nana: Hamdalah aing punya

Nana: Bye guys

fanny: Kurang ajar na
fanny: Sertifikat apaan lo?

Nana: Serti pas SMA

Nana: Ikut OSNNana: Masih bisa kan yak harusnya??

Leonard: Bisa si harusnya
Leonard: Kyknya maksimal 5 taun keblkg ga si
Leonard: Kyk CV gitu

Nana: Hamdalah

Nana: Bye guys mo nyari dulu sertinya nyelip dmn

Setelah mengetikkan balasan di grup, Nana langsung meletakkan ponselnya dan mengubek-ubek laci meja belajarnya. Seingatnya... ia meletakkan segala jenis sertifikat beserta ijazah kelulusan SMA-nya di laci paling bawah meja belajarnya. Namun, kenapa sekarang ia tak bisa menemukan berkas-berkas tersebut?

"KAAKK!" panggil Nana.

"KENAPA?" sahut kakaknya itu dengan balas berteriak.

Tak ayal, Nana menggerutu dalam hati. 'Bukannya samperin, malah bales teriak. Nyebelin.'

Karena dirinya pun malas bergerak dan melangkahi entah dokumen apa saja yang sudah tercecer di lantai kamarnya, Nana pun hanya balas berteriak lagi. "LIAT SERTIFIKAT GUE PAS SMA NGGAK?"

Kali ini, kakaknya itu tak langsung menyahuti Nana. Hal itu membuat Nana mengerutkan dahinya. 'Apa mungkin dia nggak denger?'

Nana sudah bersiap untuk memanggil kakaknya lagi ketika pintu kamarnya terbuka. "Ap-- Astaga, Dek. Lo ngapain berantakin kamar sampe kayak gini?"

"Ish, ini lagi nyari sertifikat. Lo inget nggak gue taro di mana?"

"Lah, waras lo, Dek? Lo yang naro, masa gue yang inget?"

Nana menghembuskan napasnya kesal. "Ya kali aja lo pindahin atau lo beresin atau apalah, gue nggak nemu nih! Seinget gue waktu itu ditaro di sini," ujar Nana seraya menunjuk laci paling bawah mejanya, "tapi kok sekarang gue nggak nemu ya..," sambungnya dengan nada lesu.

"Lo taro di bawah lemari baju, kali?" tanya kakaknya itu, mungkin bermaksud merujuk pada laci paling bawah lemari baju Nana yang memang berisi beberapa lembar dokumen.

Tak menyahuti kakaknya, gadis itu langsung berjalan menuju laci yang dimaksud oleh kakaknya. Setelah mengeluarkan beberapa folder dokumen, sebuah cengiran terukir di wajah Nana.

"Ketemu!"

Kini, kakaknya itu yang bergantian menghela napasnya sekaligus memutar bola matanya. "Lo yang naro, gue yang inget. Yang nggak waras tuh lo apa gue sih sebenernya," ujar kakaknya itu seraya meninggalkan kamar Nana.

Menghela napas lega, Nana mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya. Tak ayal, gadis itu sedikit mengernyitkan dahinya melihat betapa berantakannya kamarnya saat ini.

'Dikit lagi udah nggak ada bedanya sama kapal pecah ni kamar kayaknya,' batin gadis itu.

Setelah meletakkan kertas yang menjadi penyebab kekacauan kamar Nana ini di atas meja, gadis itu pun mulai membereskan dokumen-dokumen serta folder yang tercecer di lantai kamarnya saat ini. Beberapa dokumen yang dapat Nana temukan termasuk ijazah SMA-nya beserta beberapa fotokopinya yang sudah dilegalisir, fotokopi KTP-nya, fotokopi KTM-nya, dokumen-dokumennya untuk keperluan masuk kuliah, dan...

"Ngapain gue bawa latihan soal SBM ke sini?" tanya Nana pada dirinya sendiri, dengan tangan yang memegang satu folder berisi banyak lembaran soal.

Meskipun merutuki dirinya sendiri yang entah untuk apa membawa soal-soal SBM ke kontrakannya ini, saat ini gadis itu malah sibuk membuka-buka lembaran soal latihannya itu. Banyak coretan dan post-it yang ia temukan tertempel di sana, membuka memori Nana tentang saat-saat di mana otaknya harus berasap karena berpikir terlalu keras demi menyelesaikan soal-soal tingkat dewa itu.

Tiba-tiba saja, tangan gadis itu terhenti di suatu halaman soal. Matanya terfokus pada satu titik di lembaran soal tersebut. Tepatnya, pada gambar coretan di pojok kanan bawah kertas soal itu. Gambar seorang gadis dengan ukuran kepala yang lebih besar daripada badannya, dilengkapi dengan sepasang kuping, sayap, dan senyuman bertaring ala setan. Di sebelah gambar itu, terdapat sebuah tulisan yang berbunyi "NANA VERSI ASLI". Terakhir, sang penggambar membubuhkan tanda tangannya di bawah tulisan itu. Tanda tangan yang diawali dengan huruf C, tetapi selanjutnya tak bisa dibaca oleh Nana.

Meskipun begitu, Nana ingat betul bahwa itulah tanda tangan sahabatnya. Atau mungkin, jika memang ada sebutannya, lebih tepat disebut mantan sahabat. Ia ingat betul, waktu itu mungkin baru beberapa minggu awal kelas dua belas. Akan tetapi, ia dan gengnya semasa SMA sudah bertekad ingin mempersiapkan diri untuk SBMPTN sedini mungkin. Salah satu upaya mereka adalah belajar bersama sepulang sekolah, termasuk hari itu. Hari ketika Nana, Cika, dan ketiga temannya yang lain berkumpul di rumah Cika.

Kala itu, masih ada canda tawa di antara mereka. Masih ada kenangan manis yang mereka rajut bersama. Masih ada kehangatan yang Nana rasakan ketika menyadari bahwa ia dikelilingi oleh teman-teman seperjalanannya. Bahkan mungkin... kalau Nana bisa jujur... kehangatan itu masih ada di sudut terdalam hatinya, meskipun tidak dengan sosok-sosok yang dahulu ada.

Terkadang Nana ingin marah ketika merasakan perasaan itu. Rasa bahagia, rasa hangat, dan rasa syukur yang diberikan oleh keberadaan sosok-sosok itu masih ada. Padahal, sosok-sosok yang menimbulkan perasaan itu sudah tidak ada. Bahkan, mereka juga yang menghancurkan rasa percaya Nana. Akan tetapi, hari ini, Nana lelah. Nana lelah membenci, Nana lelah merasa kecewa, dan Nana lelah memendam luka. Setelah segala sesuatunya, hanya dirinya yang terluka akibat hal-hal itu. Sementara mungkin, sosok-sosok itu masih tenang-tenang saja dan menikmati hidup.

Oleh karena itu, hari ini, Nana memutuskan untuk melalui jalan memori melalui kertas-kertas latihan soal ini tanpa merasakan emosi-emosi negatif tersebut. Biarlah rasa hangat yang lama tak ia rasakan, yang beberapa lama ini ia hilangkan dari hatinya, memenuhi sedikit ruang hatinya. Bahkan meskipun rasa hangat itu hanya mampu memenuhi sudut-sudut hati terdalamnya.

•  •  •  •  •





<!-- tema hari ini -->

Menemukan sesuatu yang sudah lama hilang.

<!-- cuap-cuap penulis -->

TIGA HARI LAGI MENUJU AKHIR PECUTAN INI, SODARA-SODARA!

Plis tiga hari terakhir ak gausa jadi dedlainer dongg :"""")

RejuvenateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang