Part 30

49 18 18
                                        

"Ngapain ke sini? Mau pamer soal kebahagiaan lo, ya?" Gea berujar sinis ketika melihat siapa yang mengunjunginya di lapas.

Meski tidak menyangka Ray masih mau membesuk setelah perbuatannya yang keji, tetap saja dia masih segengsi itu untuk menunjukkan sisi lemahnya.

"Udah tahu belum, papa lo yang tercinta udah dijeblos ke penjara juga?" Ray malah menantang.

"Oh, jadi lo dateng buat menyaksikan gue nangis darah. Iya, 'kan?!" Gea mengempaskan kekesalannya dengan mendaratkan bokong di kursi, menciptakan bunyi debum yang khas.

“Seharusnya lo berterima kasih karena nggak ada siapa-siapa lagi selain keluarga yang mau membesuk lo. Ah... jangankan yang punya hubungan darah, para kacung lo yang setia aja nggak pernah datang buat membesuk, 'kan?”

"Apa lo bilang? Apa lo harus seterus terang itu mengejek gue?” teriak Gea galak dan emosinya memuncak. “Meski lo sepupu gue—"

“Justru itu,” potong Ray dingin. “Gue datang karena gue masih anggap lo itu sepupu gue dan ada kaitannya dengan Tinky. Kalau bukan, gue nggak bakalan sudi ketemu sama lo.

Dan ingat, kejahatan bokap lo nggak bisa dimaafin karena udah membunuh kakek-nenek gue, jadi gue nggak mungkin bisa maafin dia!" tambah Ray galak. Hardikannya membuat iris matanya tampak mengerikan pada saat ini.

Gea menelan salivanya dengan agak gugup. Meski menyebalkan, yang dikatakan Ray benar adanya. Siapa pun pasti akan emosi jika mengetahui kejahatan papanya.

"Trus... apa mau lo?"

"One word; apologize. To me and my Tinkerbell. Nggak mesti sekarang, lo bisa lakuin itu setelah bebas dari penjara dan itu belum terlambat, 'kan? Karena lo masih muda dan nggak ada kata terlambat buat orang yang mau berubah."

Gea tidak tahu apakah kata-kata Ray tersirat makna penghiburan atau justru ejekan karena tiba-tiba saja ada sesuatu yang menghujam di dalam dadanya. Rasanya cukup nyeri hingga gadis itu terpaksa bungkam agar tidak ketahuan kalau dia terpengaruh oleh kata-kata Ray.

"Lo tahu apa yang membuat gue memutuskan untuk peduli sebagai sepupu meski teknisnya gue nggak pernah berhubungan baik sama lo?" Terdengar jeda sejenak yang sengaja Ray lakukan untuk menghela napasnya yang panjang dan terkesan dalam. "Itu karena gue paham posisi lo. Sayangnya... lo dididik dari keluarga yang salah. Ketamakan Om Kevin secara nggak langsung membentuk kepribadian lo hingga lo mulai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang lo inginkan. Jadi, gue bertekad untuk menghentikannya sebelum terlambat. Lo mungkin sedang berada di titik terendah, tapi percayalah kalau lo mau membuang prinsip ketamakan yang diajarkan bokap lo itu, mungkin lo bisa lebih bahagia. Gue mempelajarinya dari Tinky.

Karena cinta yang tulus adalah yang tidak tamak dan tidak menuntut balasan. Sebagai imbalannya, lo akan mendapatkan balasan yang berkali lipat lebih dari yang lo tahu," lanjut Ray, selagi memperhatikan ekspresi Gea yang berubah suram sebelum matanya meneteskan air mata sedikit demi sedikit. Dalam diam, gadis itu mengizinkan sepupunya melihat sisi rapuhnya.

Sedu-sedannya terdengar memilukan ketika Ray mengatakan kalimat terakhir sebelum beranjak. "As I said; I do care since I still consider you as my cousin."

*****


Sekolah lagi-lagi digemparkan oleh berita hangat setelah sekian lama agak meredup gara-gara oknum yang biasa aktif, sudah tidak menunjukkan tanda-tanda untuk beraksi.

Tentu, sejak papa Gea berhasil diringkus di penjara dan berita konferensi pers menyebar, tidak ada lagi yang berani berkutik.

Seolah-olah memberikan efek yang magis, sesuai yang diharapkan oleh Brayden, tidak ada lagi yang mencemooh atau bahkan menatap Tinky dengan tatapan tidak suka. Sebaliknya, mereka memasang tampang memuja yang kentara sebab kerelaan gadis itu melakukan sandiwara hingga dibuli banyak orang bukanlah hal yang mudah. Perlu kesabaran tiada tara yang sepaket dengan ketulusan. Kini, semua jadi mengerti mengapa Ray begitu menyayangi Tinky.

Cheer Up, Tinkerbell! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang