Satu-satunya yang Tinky pikirkan ketika melihat telur itu adalah dia harus menyelamatkan seragamnya. Maka dari itu, secara mengesankan, dia berhasil kabur secepat kakinya mampu berlari, memilih untuk meninggalkan bangkunya di lapangan.
Prioritasnya kini berganti pada pilihan menyelamatkan seragam mahalnya.
Gea kesal karena rencananya tidak berhasil. Setengah dari teman-temannya berusaha mengejar Tinky sembari melempar telur semampu mereka, tetapi sayangnya, tak ada satu pun yang tepat sasaran. Langkahnya begitu cepat, menyalip ke sana kemari di antara pepohonan hingga mereka kewalahan.
Tidak ada yang menyadari ada sepasang mata yang memperhatikan dan terbahak karenanya. Kemudian setelah yakin gadis itu bisa mengatasi situasi tersebut, dia berbalik dan kembali ke kelas.
"Tepat seperti penilaian gue, Tinky memang menarik," puji Jemmy sembari melangkah ke bangkunya selagi Ray menunjukkan ekspresi kaget meski dia berusaha menutupinya.
"Emangnya kenapa?" tanya Reno, teman sebangku Jemmy.
"Lo lihat aja sendiri. Bentar lagi dia balik," jawab Jemmy misterius, mengundang rasa kepo sementara guru yang mengajar di depan tampak tidak suka karena acara mengajarnya diinterupsi.
Pintu belakang kelas terdorong dari luar dan Tinky masuk. Napasnya terengah-engah, dia tampak berusaha mengatur napas sebisanya.
Suaranya terdengar parau sewaktu berbicara. "I'm sorry, Ma'am. My chair was stolen and I—–"
"That's okay. Please stay calm," potong Bu Kelly dengan nada prihatin. "I know what's going on since everybody's talking about it. You must be very exhausted. Please go back to your seat."
Namanya saja sekolah internasional, jadi kurikulumnya mengacu pada sistem pendidikan yang mengharuskan penggunaan bahasa Inggris. Meski mereka juga diwajibkan berbicara bahasa Inggris di luar pembelajaran, tetap saja masih ada sebagian yang belum terbiasa dan cenderung nyaman menggunakan bahasa ibu.
Walau penyampaian Tinky tidak malu-maluin, tetap saja dia jadi malu karena tidak berhasil menyelamatkan bangku dan bingung apa yang harus dia lakukan sekarang. Gadis itu berjalan ke bangku kosong lain dan sekali lagi mengharapkan respons baik dari penghuni di sebelahnya, tetapi sayangnya tidak berhasil menarik empati mereka.
"Angkut aja bangkunya ke tempat elo," kata salah satu siswa, membuat Tinky mendengkus sementara Madam Kelly telah melanjutkan pelajaran ke forum diskusi. Pada sesi ini, murid-murid diharuskan untuk mengeluarkan pendapat dan berbagi.
Tinky bersusah-payah menarik dan mendorong bangku tersebut, tetapi malah dihadiahi ekspresi risihnya Ray. Oleh karenanya, mau tidak mau, dia menarik bangkunya menjauh dan harus puas dengan menyendiri di sana.
Setidaknya gue bisa nyelamatin seragam mahal ini.
*****
"
SIALAN! KENAPA, SIH, RENCANA GUE BISA GAGAL?!" teriak Gea sekeras-kerasnya, berhasil membuat teman-temannya terlonjak kaget.
"Maafin kita-kita ya, Gea. Kita udah berusaha, tapi tetap aja nggak berhasil. Larinya cepat banget kayak—–"
"Hush!" potong teman di sebelahnya, secara refleks memberi tatapan penuh peringatan karena takut kata-katanya akan memancing emosi sang ketua geng.
Namun untungnya, ada salah satu anggota geng yang menemukan sebuah ide jika ditilik dari seringai yang dia tunjukkan. Lantas tanpa menunggu lebih lama, dia segera mengutarakannya dengan berbisik ke telinga Gea. Sepertinya, ide tersebut akan berhasil karena Gea tersenyum kembali setelah mencak-mencak tidak jelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cheer Up, Tinkerbell! [END]
Novela JuvenilPlease vote if you enjoy 🌟 Genre : School, Teenfiction, Romance (40%), Angst (60%) Namanya Tinky, tetapi tidak seberuntung Tinkerbell yang bisa terbang hanya dengan segenggam debu pixie. Namanya hanya akan memancing cemooh dari siapa saja yang mend...