Part 7

48 25 32
                                    

Ray sedang menikmati minuman dari botol beling dan jika ditilik dari bahasa tubuhnya yang kurang stabil, bisa disimpulkan kondisinya sudah setengah mabuk.

Alih-alih menghalang, para asisten rumah tangga hanya bisa menyaksikan dalam diam dengan sorot mata penuh prihatin karena sejak Ray tinggal bersama mama baru dan saudari tirinya, minum minuman keras di malam hari sudah menjadi rutinitas.

Ray jadi lebih suka minum sampai mabuk sebab hanya ini satu-satunya pengalihan untuk melupakan kesedihan atau setidaknya, dia bisa tertawa untuk sesuatu yang tidak jelas.

Seperti sekarang ini. Ray tertawa lebar selagi minuman keras itu mempengaruhinya, membuatnya memikirkan sejumlah fantasi di dalam pikiran. Ini jauh lebih menyenangkan daripada keluyuran tidak jelas di malam hari karena sejujurnya, dia tipikal anak rumahan yang lebih suka menyendiri di dalam kamar. Namun, semua itu tak tertahankan dengan kenyataan dia harus berada dalam satu atap bersama duo keluarga barunya.

Ray biasanya minum-minum di belakang rumah, di mana terdapat kolam besar yang lengkap dengan taman indah di sebelahnya. Dia duduk di dalam sebuah gazebo mewah yang dirancang khusus untuk memperindah taman itu. Lampu-lampu yang menghiasi lokasi tersebut memang bisa membuat betah jika bosan di malam hari.

"Malam ini indah banget," gumam Ray usai keluar dari gazebo dan mendongak untuk memperhatikan langit. Dia refleks mengangkat tangan tinggi-tinggi seakan hendak menggapai bintang.

Cowok itu terhuyung saat menjinjit, rupanya disebabkan karena kehilangan keseimbangan. Untungnya sebelum dia benar-benar terjatuh, ada Tinky yang menopang sisi tubuhnya dan membantunya duduk kembali di tepian gazebo dengan susah payah.

Ray mungkin tidak pernah tahu eksistensi Tinky di sisinya karena gadis itu baru berani mendekat setelah Ray ambruk, berhubung dia adalah tipikal pemabuk yang selalu melupakan kejadian usai melek pada keesokan harinya.

Ray bersandar sepenuhnya di salah satu pilar gazebo, jelas sudah tidak sadar lagi. Tinky mengembuskan napas panjang sebelum mengambilkan selimut dan membungkuskannya ke tubuh Ray seperti malam-malam sebelumnya.

Namun, malam ini ada yang berbeda. Ketika Tinky hampir selesai menyelimuti Ray, cowok itu membuka mata dan mencekal pergelangan tangannya secara tiba-tiba, membuatnya tersentak kaget.

"Thanks, Ma. Mama juga jangan kemalaman tidur, ya."

Setelah itu Ray menutup mata. Kali ini ada senyum bahagia yang turut menemani selagi dia tidur, tetapi efeknya begitu merasuk jiwa hingga bereaksi ke indra penglihatan Tinky.

Ada cairan bening yang melapisi netra Tinky selagi dia berbisik, "Maafin gue, Ray. Entah takdir apa yang harus lo jalani, tapi gue berharap suatu saat lo bisa jauh lebih bahagia dari ini."

*****

Tinky baru saja masuk ke dalam bilik toilet sebelum mendengar bisikan aneh yang entah kenapa membuatnya merasakan firasat buruk. Dugaannya terbukti sebab ketika dia mau keluar, pintu tersebut terkunci.

Terang saja, bilik itu sengaja dikunci dari luar oleh seseorang.

Tinky menggedor pintu itu. "Hei, siapa yang di luar? Kenapa lo kunci gue?"

Terdengar tawa melengking dari luar sebelum menyahut, "Kalau lo nggak terima, nyari aja Gea setelah berhasil keluar."

Tawa bak nenek sihir lagi-lagi terdengar sebelum berubah menjadi samar yang menandakan kepergian sang pelaku. Tinky berusaha mendorong pintu itu, tetapi dia tahu tindakan tersebut sia-sia belaka. Tambahannya, jam masuk berdering sebentar lagi dan dia tidak ingin diomeli lagi gara-gara terlambat.

Benar apa kata Pak Fian kemarin; tidak ada cara yang lebih efektif selain mengandalkan kemampuan sendiri.

Oleh sebab itu, Tinky harus mencari cara untuk membebaskan diri.

Cheer Up, Tinkerbell! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang