Part 2

88 41 53
                                        

Bella menyerahkan sebuah amplop berwarna cokelat kepada Tinky. Ditilik dari ukuran serta ketebalannya, bisa dipastikan bahwa isinya adalah beberapa lembar dokumen penting.

"Mama dapetin ini dari Kepala Asisten Rumah Tangga keluarga Nathaniel. Isinya memuat bukti-bukti bagaimana istri Brayden menyusun rencana untuk mencelakakan suaminya demi warisan. Tink, hanya kamu satu-satunya yang bisa melindungi Mama."

Tinky mengecek isinya dan paham kalau apa yang dikatakan Bella benar adanya. Salah satu dokumennya memaparkan hasil laboratorium rumah sakit perihal obat tidur yang telah dikonsumsi oleh Brayden. Informasi lebih lanjut juga menjelaskan kalau dosis yang terkandung di dalamnya terlalu besar hingga akan membahayakan nyawa jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

"Oke, anggap aja aku setuju. Trus apa yang mesti aku lakuin, Ma?"

*****

"Siapa kamu?" Seorang wanita menyensor setiap inci bagian tubuh Tinky dari atas ke bawah dengan tatapan meremehkan. Tidak cukup mendeskripsikannya dengan glamor, sebab wanita itu memiliki visual yang sangat cantik. Kulit yang seputih dan semulus putih telur rebus membuatnya terlihat dua kali lebih muda.

Dalam sekali tebakan, Tinky langsung tahu kalau wanita itu pastilah istri Brayden. Gayanya yang bossy seakan menunjukkan bahwa dunia adalah miliknya.

"Saya ingin bertemu dengan Om Brayden, Tante."

Tadinya, Tinky sudah langsung diizinkan masuk ke dalam oleh Kepala Asisten Rumah Tangga, padahal gadis itu belum selesai menyuarakan maksud kedatangannya. Sepertinya, Kepala Asisten tersebut telah mengetahui tujuannya mencari Brayden. Namun sayangnya sebelum Tinky sampai ke Ruang Baca, dia terhalang oleh istri Brayden yang kebetulan lewat.

"Tadi saya nanya 'siapa' bukan mau nanya nama, tapi siapa kamu sampai mau ketemu sama Bray?"

Terdengar nada mencemooh yang kental sehingga Tinky yakin rencananya tidak akan semudah itu berhasil. Lagi pula, dia tidak berpengalaman dalam berkelit. Mendadak gadis itu menyesal, seharusnya dia tidak mengiyakan permintaan Bella begitu saja.

Lantas sebelum Tinky memutuskan untuk menyerah, seolah-olah sudah digariskan takdirnya, ada sesosok pria mendekat.

"Ada apa ini?" tanya Brayden dengan tatapan bingung.

"Saya Tinky, Om."

Sepertinya nama itu memberikan pengaruh besar pada Brayden karena pria itu seketika membeku di tempat. Namun, untungnya situasi tersebut tidak berlangsung lama karena Brayden berkata, "Oh, Tinky. Kamu temannya Ray, 'kan? Om ingat nama kamu soalnya unik, jadi gampang diinget."

"Hmm... iya, Om."

"Oke, kalo gitu ayo ikut Om ke Ruang Baca."

Istri Brayden yang bernama Leyna, mengantar kepergian suaminya dan Tinky lewat tatapan mata. Ekspresinya tampak tidak puas, tetapi wanita itu tahu kalau dia tidak mempunyai kuasa untuk melarang. Sebagai gantinya, dia mengalihkan fokus ke asisten untuk bertanya, "Ada keperluan apa dia?"

"Oh, cuma mau mengajukan beasiswa aja, Bu. Katanya ditunjuk sebagai perwakilan."

*****

Seorang remaja cowok sedang menjejalkan sesuatu di celah sempit di antara buku-buku. Dia meletakkan sebuah kamera tersembunyi di sudut yang strategis. Namun, bertepatan di saat dia sudah selesai dan bersiap untuk meninggalkan ruangan, dia mendengar derap langkah kaki yang mendekat.

Karena tidak mau ketahuan, dia memilih bersembunyi di dalam lemari besar yang untungnya hanya memuat jas hitam yang dikemas dengan plastik transparan.

Cowok itu mengedipkan sebelah mata untuk mengintip dari celah pintu. Yang masuk adalah papanya, disusul gadis berkulit pucat dengan rambut yang digerai sehingga dia tidak bisa melihat wajahnya.

Cheer Up, Tinkerbell! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang