Part 9

52 27 35
                                    

Tinky terbangun dengan kepala yang berat sampai-sampai membutuhkan waktu yang cukup lama agar bisa sadar sepenuhnya. Dia tidak ingat dengan apa yang terjadi usai makan siang kemarin. Karena penasaran, dia bertanya kepada salah satu asisten rumah tangga yang kebetulan melewati kamarnya.

"Oh... kayaknya ada yang ngerjain Nona dengan memasukkan alkohol ke dalam minumannya Nona," jawab asisten itu, berhasil membuat Tinky kaget. Secara perlahan ingatannya kembali, berawal dari dirinya pingsan tepat setelah meminum air dari botol yang berasal dari dalam tasnya.

Pastilah Gea cs pelakunya! "Apa saya ada lakuin yang aneh-aneh, Mbak? Kayak nari-nari nggak jelas atau teriak-teriak gitu?"

Asisten itu tersenyum karena membayangkan Tinky menari-nari seperti orang gila selagi mabuk. "Nggak kok, Non. Nona langsung tidak sadarkan diri setelah minum alkohol itu. Jadi, yang gendong Nona kemarin ke kamar Nona adalah Tuan Ray."

"APA?!"

*****

Tinky berusaha mengingat kejadian semalam karena khawatir mengatakan sesuatu yang salah pada Ray selama dia mabuk. Tetapi sekeras apa pun usahanya untuk mengingat, tetap saja tidak ada sekelebat pun ingatan atas kejadian kemarin. Suara dalam otaknya terus bergema dan imajinasinya berseliweran ke mana-mana, membuat perasaannya semakin tidak nyaman.

Tinky menggeser pintu di bagian belakang kelas dan sempat terpana saat melihat bangkunya kembali ke tempat semula, bahkan letaknya tepat di samping Ray. Meskipun demikian, penghuni yang dimaksud tidak mengatakan apa-apa ketika Tinky meletakkan tasnya dan duduk. Sepertinya, dia boleh merasa lega sebab jika memang terjadi sesuatu hal yang tidak sepantasnya dilakukan, Ray pastilah langsung mengamuk atau mengusirnya pada saat ini juga.

Tinky ragu apakah dia harus mengucapkan terima kasih, tetapi tidak jadi karena tidak menemukan kata-kata yang tepat. Ray tentu masih membencinya. Kenyataan sewaktu dia menggendongnya saat mabuk pastilah karena semua asisten rumah tangga adalah wanita. Bisa saja, mereka tidak mampu membopong Tinky ke kamar.

Jadi, seharusnya... ini bukan sesuatu yang spesial, 'kan?

Tinky belum lagi selesai menduga-duga ketika tanpa aba-aba Ray menopang sisi kepala di atas dagu dan menatap Tinky dengan tajam. Meski ini momen yang sangat langka mengingat cowok itu belum pernah memandangnya dengan benar sejak kejadian baru-baru ini, Tinky mengira Ray menuntut sesuatu seperti ucapan terima kasih atas jasanya kemarin.

"Hmm... thanks, ya, buat kemarin," ucap Tinky bersungguh-sungguh dan berusaha tersenyum meski agak kaku.

"Lo berterima kasih untuk kejadian yang mana?" tanya Ray dingin, membuat Tinky salah tingkah.

"Hmm... yang mana maksudnya, ya? Bukannya kemarin lo bantuin gue, 'kan? Jadi, gue—–"

"Apa perlu gue jelasin?" potong Ray dengan suara yang keras, mengundang kepo dari semua penghuni kelas termasuk Sherina. Jemmy juga termasuk dari kerumunan itu. Dia terlihat bingung, tetapi masih berusaha mencerna pembicaraan mereka.

"Jelasin apa, ya?" Tinky mulai merasakan ada yang mencelus di dalam hatinya sebab itu berarti memang ada sesuatu yang telah dilewatkannya. "Intinya, gue berterima kasih karena lo udah bantuin gue."

"Lo berterima kasih karena gue udah gendong lo ke kamar atau lo berterima kasih karena udah meluk gue dan bilang suka sama gue?" tanya Ray keras dengan tatapan meremehkan. "Ternyata lo jago ngerayu juga, ya. Pantesan mama lo bisa jadi istri kedua papa gue. Jujur, gue sempat tergoda buat nyentuh lo juga, sih."

Semuanya tidak menyembunyikan ekspresi syok atas kefrontalan ini. Bel berdering pun seolah tidak mempan untuk memperingatkan mereka kembali ke bangku masing-masing. Bahkan saking hebohnya, sejumlah murid melapor ke teman kelasnya yang lain hingga dalam sekejap, kerumunan tersebut semakin ramai.

Cheer Up, Tinkerbell! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang