Changkyun termenung di kamar kemudian melirik ke arah jam yang ada di atas nakas dan menghela nafas. Sudah jam 3 pagi dan Jooheon belum kembali. Ya, Jooheon tadi langsung pergi entah kemana, meninggalkan Changkyun yang terlambat menyesali perkataannya.
Jooheon telah berjuang keras, Changkyun tahu itu. Jooheon bahkan sampai jatuh sakit karena terlalu lelah bekerja. Semuanya demi dirinya.
Dan apa? Changkyun membalas perjuangan Jooheon dengan kata-kata menyakitkan seperti tadi.
"Bodoh sekali kau Im Changkyun!" Gerutu Changkyun, merutuki kebiasaannya mengucapkan apapun yang ia inginkan tanpa memikirkannya kembali.
Changkyun kembali menghela nafas pelan. Jujur saja ia sedikit khawatir karena Jooheon yang tidak kunjung memberikan kabar. Namun Changkyun juga tidak berharap banyak. Bagaimanapun juga ia telah menyakiti hati Jooheon. Pantas jika pria itu marah padanya.
"Kuharap saat nanti aku membuka mata, kau sudah kembali." Gumam Changkyun sebelum akhirnya matanya terpejam.
***
Changkyun terbangun saat mendengar bunyi lemari yang dibuka dan benar saja Jooheon telah pulang.
"Kau baru pulang?" Tanyanya dengan suara serak.
"Hm."
Jooheon segera menutup lemarinya dan membawa 1 set pakaian keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar mandi.
Changkyun hanya menghela nafas. Dilihatnya jam di atas nakas menunjukkan pukul 7. Changkyun segera keluar dari kamar dan menuju dapur, berinisiatif untuk membuat sesuatu yang bisa Jooheon makan sebagai permintaan maafnya karena telah menyakiti hati pria itu.
Tapi perlu diingat bahwa Changkyun tidak bisa memasak meskipun hanya sekedar ramen instan.
Dan dengan bodohnya Changkyun memegang panci berisi air yang telah dipanaskan dengan tangan telanjang. Beruntung panci itu tidak terjatuh, jika tidak, sudah bisa dipastikan kakinya juga akan ikut menjadi korban.
Jooheon yang baru saja selesai bersiap pun menuju dapur, hendak membuat kopi dan mendapati Changkyun sedang menatap ke arah jarinya yang memerah dengan mata berkaca-kaca.
"Kenapa?"
Changkyun menoleh dan segera menyembunyikan tangannya di balik punggung.
"T-tidak apa-apa."
Merasa ada yang aneh, Jooheon mendekat dan menarik tangan Changkyun, sedikit terkejut mendapati jari-jari Changkyun yang memerah.
"Ini kenapa?"
"Eum... itu... t-tidak sengaja terkena panci panas." Gumam Changkyun sambil menundukkan kepalanya.
Jooheon menghela nafas kemudian menarik Changkyun dan menyiram jari-jari lentik itu dengan air.
"Kenapa bisa terkena panci panas?" Tanya Jooheon sembari mengoleskan gel dingin pada jari Changkyun.
"Aku... ingin membuat ramen."
"Kau lapar? Kenapa tidak bilang padaku?"
Changkyun menggeleng kuat. "B-bukan untukku."
"Lalu?"
"U-untukmu..." Changkyun menundukkan kepalanya dan menggigit bibir bawahnya. "Aku... minta maaf atas perkataanku kemarin."
Diam-diam Jooheon tersenyum. Ia tahu seberapa besar rasa gengsi pemuda di hadapannya ini namun sekarang Changkyun malah meminta maaf terlebih dulu.
Bukankah ini sebuah kemajuan?
Jooheon kemudian mengangkat kepala Changkyun, membuat keduanya saling menatap.
"Dengar... aku tahu kau menikah denganku karena paksaan. Aku tidak akan memaksamu untuk mencintaiku. Tapi disini, aku telah menjadi suamimu dan aku bertanggung jawab atasmu. Aku akan berusaha untuk memenuhi semua kebutuhanmu, meskipun tidak akan sama dengan sewaktu kau masih tinggal dengan orang tuamu, tapi aku akan mengusahakannya, apapun, agar kau bahagia."
Changkyun menatap Jooheon dengan mata berkaca-kaca dan sudut bibir yang tertekuk ke bawah.
"M-maaf... hiks... maaf..."
Jooheon tersenyum kemudian menarik Changkyun kedalam pelukannya. "Justru aku yang minta maaf karena belum bisa membahagiakanmu."
YOU ARE READING
sacrifice (Jookyun) ✔✔
Fanfiction"apa yang bisa kau banggakan dari uang yang bahkan tidak bisa membelikan baju untukku?!" "kau sungguh ingin bertemu dengan temanku? dengan penampilanmu itu?" "kau pikir aku tahan hidup susah seperti ini?!" "baiklah, pergilah jika itu membuatmu bahag...