17

392 69 10
                                    

Tengah malam, Changkyun terbangun dari tidurnya karena merasa haus. Kepalanya berdenyut nyeri karena ia sama sekali tidak mau makan dan kerjaannya hanya menangis sepanjang hari, terbukti dari matanya yang terlihat bengkak dan wajahnya yang sembab.

Sialnya, air minum miliknya habis dan mau tidak mau Changkyun harus keluar untuk mengambil air karena jam segini, para pelayan pasti sudah istirahat di kamarnya masing-masing.

Menghela nafas, Changkyun membuka pintu perlahan.

"Tuan muda?"

Changkyun melebarkan matanya saat melihat Jooheon yang segera bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapannya. Dengan satu gerakan cepat, Changkyun kembali menutup pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam.

Jooheon hanya tersenyum kecut melihat pintu itu kembali tertutup.

"Mau apa kau disini?"

Jooheon bisa mendengar suara Changkyun yang terkesan datar dan dingin.

"Aku... aku ingin minta maaf."

"Bukankah sudah kukatakan sebelumnya? Pergilah dan menghilanglah dari kehidupanku jika kau ingin aku memaafkanmu!"

"Kyun... kumohon jangan seperti ini." Suara Jooheon melirih.

Tidak ada jawaban dari dalam sana karena lelaki manis itu sibuk menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakannya.

"Apa... jika aku benar-benar pergi dan menghilang dari kehidupanmu, kau... akan memaafkanku?" Tanya Jooheon sembari menempelkan keningnya pada daun pintu dan memejamkan matanya. "Apa itu yang benar-benar kau inginkan?"

"Y-ya..."

Jooheon tersenyum miris. Inilah akhirnya. Bahkan untuk melihatnya pun, Changkyun enggan.

"Baiklah... aku akan pergi jika itu yang kau inginkan Kyun."

"Jaga dirimu baik-baik, hm? Hiduplah dengan bahagia setelah ini. Aku... tidak akan mengganggumu lagi."

Jooheon membuka matanya dan memundurkan tubuhnya. Diusapnya permukaan pintu itu karena ia tahu Changkyun menyandar di baliknya.

"Aku... aku mencintaimu..."




***




Changkyun sudah tidak bisa membendung tangisannya ketika telinganya menangkap suara langkah kaki yang menjauh. Tubuh merosot dan terduduk seiring dengan isakan yang keluar dari mulutnya.

Ia akui, ia membenci Jooheon karena lelaki itu telah menipunya. Tapi juga tidak dipungkiri jika Changkyun telah jatuh cinta pada lelaki itu.

Dan setelah mendengar pernyataan cinta dari Jooheon membuat perasaannya membuncah, namun tetap saja egonya mengalahkan hatinya.

Changkyun mendorong lelaki itu menjauh tanpa mau mendengarkan penjelasan apapun.

Dan malam itu Changkyun habiskan untuk menangis dan terus menangis hingga dirinya lelah dan jatuh tertidur.





***




Jooheon melihat rumah kecil miliknya yang ia beli dengan tabungannya sendiri itu untuk terakhir kalinya. Terlalu banyak kenangannya bersama Changkyun membuatnya tidak sanggup jika harus kembali hidup sendiri di sana.

Lelaki Lee itu memutuskan untuk menjual rumahnya dan pindah entah kemana, Jooheon sendiri masih belum tahu.

Setelah selesai memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil, Jooheon menatap amplop di tangannya sejenak sebelum akhirnya meminta sang supir untuk menjalankan mobilnya.



***



Beberapa hari ini, Changkyun sudah mulai mau makan meskipun masih enggan untuk keluar dari kamarnya dan bertemu orang tuanya.

Pagi ini, seperti biasanya, bibi Jang akan mengantarkan sarapan untuk tuan mudanya karena hanya wanita paruh baya itu yang diijinkan untuk masuk ke dalam kamar Changkyun.

"Tuan muda, sarapan anda."

"Masuklah bi."

Bibi Jang masuk ke kamar Changkyun membawa sebuah troli yang berisikan sarapan untuk Changkyun.

"Terima kasih bi."

"Ah, tuan muda, ini..." Bibi Jang mengeluarkan sebuah amplop dari balik celemeknya. "Jooheon menitipkan ini untuk tuan muda."

Changkyun terdiam dan pandangannya menjadi kosong sesaat.

"Ya, letakkan saja di atas meja bi."

"Baik tuan muda."

sacrifice (Jookyun) ✔✔Where stories live. Discover now