Menjadi mahasiswa adalah susatu kebahagiaan tersendiri, karna banyak alumni pesantren yang kadang lebih memilih menikah setelah usai masa pengabdian wiyata bakti sebagai syarat kelulusan. Bukan berarti semua alumni santri memilih menikah, hanya beberapa. Karna terkadang sebelum lulus pun sudah ada yang menunggu.
Syaima Hulwa. Ia adalah sosok gadis manis berperawakan tinggi. Ia berhasil menyelesaikan hafalannya 30 juz selama ia menghabiskan waktu tiga tahunnya untuk menimba ilmu d sebuah lembaga berbasic tahfizhul qur'an. Ya, ia manis. Namun, hanya orang tertentu saja yang mengetahui paras manisnya itu, karna ia begitu menjaga wajahnya dengan menutupnya dengan cadar.
Kini, ia melanjutkan studinya di Universitas Sebelas Maret yang terletak di Surakarta. Ia mengambil jurusan Sastra Arab agar lebih mampu mendalami juga memahami bahasa Al-Qur'an, juga untuk mengamalkannya. Apa guna ia menghafal jika ia tak mengamalkannya? Usai menyelesaikan masa wiyata bakti, ia memutuskan untuk mengenakan cadar.
Bagi Syaima, kecantikan itu anugerah yang harus dijaga. Bukan untuk dinikmati oleh lelaki ajnabi dengan bebas. Sejak mengenakan cadar, ia tak pernah menampakkan seluruh wajahnya di depan laki-laki.
"Nisa, cepetan gih. Nanti telat kita." Sahut Syaima pada teman satu kostnya
"Iya, Ima. Ini udah siap," teriak Nisa dari dalam.
Karibnya itu pun keluar dari kamarnya. Polesan bedak, garis eyeliner juga lentiknya bulu mata dari mascara membuat Syaima menggeleng melihat dandanan karibnya yang membuatnya menunggu. Lebih tepatnya, "suka ribet". Begitulah kata Syaima.
"Emang dasar kebanyakan make up. Ribet lagi nanti hapusnya waktu mau wudhu."
"Biar mata nggak kelihatan sayu lho, Ma. Makanya aku pake eyeliner."
"Elah, pake celak aja udah cukup. Ayolah, nanti telat aja."
"Iya, iya, bawel, ih," celetuk Nisa.
=====================
"Ma, aku kok mendadak inget Fathan, ya?" sahut Nisa ketika mereka tengah mampir di salah satu Cafe.
"Ck, udahlah, Nis. Aku benci denger nama itu. Males inget-inget perkataannya yang kasar," jawab Syaima sembari mengaduk milkshakenya.
Ya, Syaima pula pernah berurusan dengan laki-laki. Pernah pula menyimpan rasa pada laki-laki yang salah. Syaima tak pernah mengungkapkannya, hanya saja pesan yang pernah ia kirimkan tak pernah dihargai.
Syaima merasa kapok, ia akan berhati-hati jika akan menaruh harapan. Salah pula ia menaruh harapan pada lelaki yang tak pernah dikenal sebelumnya.
======================
Syaima adalah sosok gadis yang menjadi perhatian para mahasiswa alumni pesantren. Ya, takjub akan dirinya yang menghijabi wajahnya tanpa pernah membukanya kecuali tidak ada laki-laki di sekitarnya.
Menjelang siang setelah jam kuliah selesai, Syaima tidak memutuskan untuk pulang. Ia pergi ke sebuah gramedia untuk mencari-cari buku bacaan.
Beberapa novel berhasil memikat matanya. Hobinya membaca novel sudah mendarah daging dalam dirinya, namun ia tidak sembarangan memilih novel. Ia melihat siapa penulisnya dan membaca sekilas sinopsisnya, apakah novel itu bermanfaat untuknya.
Satu novel berhasil menarik perhatiannya. Novel karangan Habiburrahman El-Shirazy berjudul Bumi Cinta. Novel yang menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda melawan nafsu dan menguatkan imannya ketika ia mendapat tugas untuk pergi ke Moskow Rusia.
Ia hendak meraihnya. Ia terkejut ketika tangannya nyaris beradu dengan tangan kekar. Ia baru sadar bahwa ia bersisian dengan laki-laki. Syaima dengan sigap menghindar agar tak bersentuhan.
Si laki-laki tak kalah terkejut melihat tangan lentik berbalut hanshock hampir ia sentuh. Si laki-laki turut menjauh dan menunduk.
"Astaghfirullah, afwan ukhti. Ana nggak sengaja." Sahut si laki-laki
Syaima menatap wajah laki-laki itu sejenak sembari mengerutkan dahinya. Syaima sangat mengenali wajah itu. Wajah yang pernah dilihatnya di akun Facebook yang berteman dengannya.
Laki-laki itu tertunduk salah tingkah ditatap oleh gadis bercadar. Gugup. Tentu saja, sosok gadis bercadar yang baru saja ia temui membuat tubuhnya bergetar seketika.
"Farhan Ibadurrahman?" Tebak Syaima
Laki-laki itu terkejut, tapi masih tak berani menatap Syaima.
"Antum kok tau ana?"
Mata Syaima menyipit, tertanda ia tengah menyunggingkan senyum manis dibalik kain cadarnya.
"Ana Syaima Hulwa."
Disitu laki-laki bernama Farhan itu berani menatap Syaima. Tertegun. Bagaimana tidak, sosok gadis di hadapannya itu adalah kawan sosmednya. Kawan berbagi ilmu hanya melalui dunia Maya, kini di pertemukan di dunia nyata.
"Maasyaa Allah, Ima. Nggak nyangka ana bisa ketemu antum. Padahal awalnya cuma jadi temen hayalan."
"Ana lebih-lebih kaget bisa ketemu antum disini, Han." Ujar Syaima tanpa melembut-lembutkan nada bicaranya
"Oh iya, ngomong-ngomong kok antum bisa sampe Solo?" Tanya Syaima
"Iya nih, nyasar lagi di Jawa, hehe. Ana kuliah di UNS."
"Oh ya, ana juga disana lho. Ana ambil jurusan Sastra Arab."
"Maasyaa Allah, ana di fakultas hukum." Ujar Farhan, "Oh ya, gimana kabar antum? Masih susah move on dari Fathan?"
Raut wajah Syaima berubah seketika. Entah kenapa ia begitu membenci nama itu, walau sempat bersemayam di dalam hatinya.
"Apaan sih, Han." Jawab Syaima agak dingin
"Iya iya, ana ngerti perasaan antum. Tapi jangan terlalu benci eh, nanti jodoh aja."
"Apa lho antum ni, sama aja nggak di chat nggak di sini."
Farhan tertawa kecil. Syaima kembali menatapnya.
Seandainya kamu tau, Farhan. Selama aku chat denganmu, ada rasa nyaman dihatiku. Aku selalu berdo'a moga bisa memiliki pasangan hidup sehangat dirimu, yang selalu menjaga perasaan wanita. Batin Syaima.
Farhan menyadari bahwa Syaima nampak serius sekali menatapnya. Farhan mengalihkan pandangannya kearah lain sambil berdehem.
Buyar sudah lamunan Syaima, ia menggeleng. Ia mulai salah tingkah akibat dari deheman Farhan.
"Ya udah, Ima. Ana duluan ya. Assalamualikum."
"Waalaikumussalaam warahmatullah." Jawab Syaima
"Astaghfirullah ..." Gumam Syaima
Syaima memegang dahinya sendiri, merasa bodoh. Mengapa ia bisa larut menatap Farhan tadi. Bodohnya aku, batinnya.
======================
Jam kuliah telah selesai. Rasa laparnya mulai memanggil-manggil agar perutnya segera diisi.
Syaima memesan makanan di kantin. Memesan makanan favoritnya, nasi goreng seafood.
"Ima."
"Eh, Farhan. Mau mesen makanan juga?"
"Iya nih, laper ana, hehe." Jawab Farhan, "Eh hati-hati lho ya kalo tiba-tiba ketemu Fathan."
"Ah, antum nih suka ngaco. Ya udah ana duluan."
Syaima berlalu menuju meja. Farhan masih memandanginya, melihat punggungnya yang kian menjauh.
Ya Allah, bagaimana perasaan Syaima kalau dia benar-benar bertemu dengan Fathan? Apa ia akan kembali jatuh padanya? Batin Farhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di atas Benci
RomanceSyaima, gadis bercadar yang sudah hafal Al-Qur'an itu kembali menjalankan studinya di UNS. Dan di situlah awal pertemuannya dengan Fathan. Lelaki yang sangat di bencinya. Namun, pernah pula mengisi hatinya. "Kenapa Anti benci banget sama Ana?" tanya...