Dua

151 15 2
                                    

"Nis, kagum sama orang dosa nggak sih?" Tanya Ima pada Nisa yang masih asyik memainkan jarinya diatas keyboard laptopnya.

"Ya nggak lah, Ma. Kagum itu wajar."

Nisa mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya, menatap karibnya yang asyik menatap langit-langit kamarnya.

"Awas salah kagum lagi." Sahut Nisa

Syaima tersenyum, "Ah, nggak. Cuma kagum aja, Nis."

"Ya udah aku ke kamar ya, udah malem. Takut nggak bisa bangun tahajud."

"Ya udah, sana tidur. Jangan lupa bangunin aku ya, Ima zheyeng."

=========================

Syaima begitu menikmati jalannya. Hawa panas kota Solo tak ia hiraukan. Sengat matahari tak akan tega membakar wajah Syaima yang terlindungi oleh cadarnya. Ia bersyukur, satu dari keistimewaan nya telah sempurna ia tutupi. Kecantikannya kini terjaga, dan hanya orang terpilihlah yang mampu melihat keindahannya.

Seseorang nampak memperhatikannya. Sesungging senyum terukir di wajah tampan lelaki itu. Melihat anggunnya cara berjalan Syaima. Si pemilik mata pun menghampirinya.

"Assalamualaikum, Ima."

"Waalaikumussalaam, Farhan. Kok jadi sering ketemu ya?"

"Hehe, nggak tau nih. Emang antum mau kemana?"

"Ana mau belajar tahsin, di rumah Ummi Iffah."

"Em ... istri Abah Ammar kah?" Tebak Farhan.

"Lho, kok antum tau?"

"Ana sering hadir di kajian beliau, juga suka sharing ilmu."

"Maasyaa Allah, antum ni, nggak puas nuntut ilmunya. Padahal dulu antum di Tazakka kan juga udah banyak ilmu."

"Masih belum seberapa, Ma."

"Ini nih orang beilmu, makin berisi makin merunduk. Ya udah ana duluan ya. Takut Ummi Iffah nunggu."

"Iya, Ma. Tafadhdhol."

Syaima berlalu melewati Farhan. Farhan memandanginya sambil tersenyum. Mengagumi sosok bidadari dunia yang pernah terluka.

Beruntungnya yang akan mendampinginya nanti. Batinnya

"Bro, ente ngapain melongo gitu? Liatin apa, ha?" Tanya seseorang pada Farhan yang masih enggan memalingkan pandangannya.

"Liat perhiasan dunia, bro."

Si lawan bicara memandang ke arah yang sama. Ia menangkap seorang akhwat yang berjalan kian menjauh.

"Itu siapa, bro?"

Farhan menatap ke lawan bicaranya.

"Ente kepo?"

Si lawan bicara menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Eee, nggak juga sih. Tapi keliatan anggun gitu. Pacar ente jangan-jangan."

"Hush, ngawur ente. Barang mahal itu. Nggak sembarang orang bisa dapetin hatinya."

"Maasyaa Allah." Puji si lawan bicara.

Farhan tersenyum, kemudian memandang ke arah lain.

"Sayangnya, hatinya yang tulus pernah disia-siain."

"Kasian."

"Tumben ente kasian sama cewek. Biasanya juga semua cewek cantik ente promosiin di SG."

"Elah, cuma ngepost doang, kaga beneran suka."

Jangan sampai Syaima bertemu denganmu lagi Fathan. Hatinya harus diselamatkan, dan kekhawatiranku, aku takut jika nantinya kau yang jatuh padanya.

=========================

Jam kuliah telah usai. Syaima masih asyik berjalan santai. Langkahnya mengayun pelan menikmati dikit angin yang menerpa, mengibarkan sedikit cadarnya tak sampai menyingkap wajahnya.

Dering handphonenya berbungi, membuat Syaima menghentikan langkahnya. Tertera nama Ummi Iffah di layar handphonenya.

"Assalamualikum, Ima."

"Waalaikumussalaam, Ummi. Ada apa? Tumben Ummi telfon."

"Ummi cuma mau minta kamu ngisi kajian di rumah Ummi, siap ya?"

Syaima terdiam bingung. Sangat mendadak sekali, sedangkan Syaima belum menyiapkan materi sama sekali. Tapi ia pula tidak enak mau menolak.

"Emm, In syaa Allah, Ummi. Ima usahakan."

"Tabaarakallah. Jazaakillah, sayang."

"Aamiin, Ummi. Waiyyakum."

Syaima kelabakan sendiri. Ia mempercepat langkahnya, ingin buru-buru sampai rumah agar bisa menyiapkan materi.

Permintaan yang cukup mendadak baginya. Ia berjalan sambil sibuk memasukkan handphonenya ke dalam tasnya. Tanpa memperhatikan sekitarnya.

Bukk.

Tanpa sengaja ia menabrak seorang laki-laki hingga menjatuhkan buku bacaannya. Buru-buru Syaima merendah hendak mengambilkannya. Namun, si laki-laki telah meraihnya terlebih dahulu, dan tangan mereka nyaris beradu.

"Maaf, Saya tidak sengaja." Ucap Syaima merasa bersalah.

Si laki-laki mendongak menatap Syaima. Syaima terkejut bukan kepalang. Ia langsung bangkit dan sedikit menjauh darinya.

Laki-laki itu menatap Syaima heran, dengan tampang Syaima yang terkejut seakan mengenalinya. Padahal ia tidak tau siapa gadis bercadar yang ada di hadapannya itu.

Laki-laki itu berdiri, membuka mulut hendak bicara. Namun, Syaima berlalu meninggalkannya dengan berjalan begitu cepat. Ia semakin heran dan penasaran.

"Yuhuuu.. Fathan."

Laki-laki itu terbuyar, menatap ke arah pusat suara.

"Ente ngapain melongo gitu?"

"Nggak papa, Han. Penasaran aja sama cewek bercadar itu."

"Itu mah temen chat ane bro?"

"Ente kenal?"

"Ya, ane kenal. Dan kalo ane sebut nama dia pasti juga nggak asing di telinga ente."

Laki-laki yang disebut Fathan itu menoleh. Semakin penasaran.

==========================

Sesampai Syaima di tempat kostnya, ia langsung duduk di kamarnya. Masih terbayang bagaimana ia tadi bertemu dengan laki-laki yang pernah berpwngaruh dalam hidupnya.

"Astaghfirullah, aku mimpi kali ya?" Gumamnya

Syaima menurunkan cadarnya hingga menyingkap wajah manisnya. Ia mencubit pipi chubynya sendiri, ia mengaduh.

Ya Allah ternyata aku tidak bermimpi. Mengapa laki-laki itu bisa benar-benar ada dihadapanku. Batinnya.

TBC___

Maaf ya, untuk part dua saya ubah
Ada sedikit alur yang berantakan.

Cinta di atas BenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang