Tujuh

78 8 0
                                    

Syaima masih menatap Fathan yang berlutut di hadapannya. Ia terdiam sejenak, kali ini Fathan benar-benar berlebihan.

Syaima masih terdiam, sampai akhirnya ia melihat jelas air mata Fathan yang menetes jatuh ke tanah. Fathan menangis. Seorang pemuda yang telah lama terlena dengan ketenaran itu menangis hanya karena satu gadis.

"Fathan, bangun!" titah Syaima.

"Ana nggak akan berdiri sebelum anti maafin ana, Ima."

"Fathan, apa-apaan antum ini?"

Fathan mengangkat wajahnya, menatap Ima yang berdiri di depannya. Matanya yang basah benar-benar memancarkan penyesalan yang begitu dalam.

"Bilang, Ima! Apa yang harus ana lakuin biar anti maafin ana?"

Sebenci-benci Ima pada Fathan, ia masih memiliki hati yang lembut. Menatap wajah sembab Fathan membuatnya merasa iba. Apalagi Fathan 'pernah mengisi hatinya'.

Syaima pun merendah. Ia berjongkok dihadapan Fathan yang kian menunduk.

"Tolong Fathan, antum lihat diri antum! Berapa cewek yang udah antum pacarin? Dan berapa cewek yang udah antum tanggapin chatnya hanya karna wajah cantik mereka? Sampai antum keluarin kata-kata gombal. Dan berapa ribu like yang antum dapat sampai antum benar-benar cinta sama ke-famousan antum?"

Fathan tak menjawab. Ia semakin membenamkan wajahnya. Air matanya semakin berjatuhan.

Syaima menengok jam tangannya. Ia hampir terlambat datang ke Madrasah Diniyah. Ia yakin anak-anak telah menunggunya.

"Maaf, Fathan. Ana harus pergi sekarang. Anak-anak udah nunggu ana."

Syaima berdiri, kemudian berlalu begitu saja, meninggalkan Fathan di tempat.

Fathan mendongak menatap Syaima yang telah berlalu tanpa memberi jawaban apakah ia memaafkannya atau tidak.

Ya Allah, seburuk inikah diriku. Sampai ketika aku hendak meraih perhiasan dunia pun sulit sekali. Padahal dulu mendekati seorang gadis adalah hal mudah bagiku. Batin Fathan.

===============

"Ima, ini ada permintaan dari Abah Ammar buat antum."

Farhan menyodorkan sebuah amplop kepada Syaima. Syaima menerimanya dan memandanh amplop itu dengan seksama.

"Ini apa, Han?"

"Buka aja, gih!"

Syaima membuka amplop itu dan mengambil secarik kertas di dalamnya. Surat itu adalah permintaan, agar Syaima bergabung di sebuah organisasi Ikatan Remaja Muslim Surakarta.

"Ya ampun, mau banget ana, Han," tegun Syaima.

"Ya udah, Ima. Ikutan aja! Banyakan kok yang ikutan."

"Antum juga?" Tanya Syaima

Farhan nampak menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Ee .. Iya, Ma. Walau ana bukan orang sini, setidaknya nyari kegiatan. Itung-itung nambah pengalaman."

"Masya Allah, kalau misalkan dapet orang sini gimana?"

Mendengar ucapan Syaima, Farhan menjadi gugup. Ia tau maksud Syaima.

"Ee ... Ah, antum nih, belum juga selesai S1-nya." Sahut Farhan gugup.

"Ya kan ana nggak bilang dalam waktu dekat ini, Han."

Farhan semakin kacau. Ia menggaruk lagi tengkuknya yang tak gatal, tanda ia semakin gugup.

"Emm ... Ya udah, Ima. Ana mau balik ke kost. Duluan, ya. Assalamualaikum."

Cinta di atas BenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang