Chapter 10 : Alethiology

898 178 24
                                    

"Uh, jadi anda benar Nikky Ito?" tanya Dorothea lagi. Dia menggaruk kepala.

"Dan kau kenal Mom? Uh, maksudku, Avery?"

"Oh, ya, kit," ucapnya lembut. Kemudian dia terlonjak sadar.

"Oh! Betapa kasarnya aku! Ayo masuk, kau bisa menceritakan apapun yang membawamu ke sini di dalam," ucapnya ramah. Matanya memicing melihat jam ding-dong besar di sudut ruangan. Mukanya menjadi cerah.

"Lagipula, ini saatnya minum teh!"

Wanita bernama Nikky itu memberi gestur agar Dorothea mengikutinya. Dia berjalan di antara tumpukan barang antik dengan anggun tanpa menyenggol apapun. Sementara Dorothea harus memperhatikan langkahnya jika dia tidak mau menginjak kotak ukir tua.

Sembari berjalan, Nikky terus mengoceh. Sesuatu soal 'aku tidak percaya kau sudah sebesar ini' dan 'kau mirip sekali dengan Ibumu'.

Nikky berhenti di depan sebuah pintu dan membukanya. Tampak dapur kecil yang rapi di sana. Perabotnya tampak tua, seperti kebanyakan barang di bangunan itu. Di tengah ada meja kayu yang dikelilingi empat buah kursi.

Wanita itu langsung menyibukkan diri di dapur. Menaruh ketel di atas kompor dan membuka lemari berukir. Mulutnya terus berceloteh.

"Aku punya darjeeling, green tea, dan teh melati. Mana yang kau suka, kit? Hmmm, dan aku masih punya roti isi timun. Apa kau minum teh dengan susu atau gula?"

Kaki Dorothea melangkah masuk dengan ragu-ragu. Dapur itu terasa nyaman dan hangat. Dia menghirup aroma teh yang kuat. Mengingatkannya akan ruang santai mereka di London.

"Uh, Dorothea?"

Suara Eins membuatnya menoleh. Aneh, kenapa dia tidak ikut masuk-

"Garam."

Eins menunjuk ke bawah. Dan barulah Dorothea menyadari ada segaris garam mengeliling sudut dapur itu. Dan membentang di depan pintu juga.

"Kau tak bisa masuk?" bisiknya.

Untung saja Nikky tampak lebih sibuk mengeluarkan sekaleng biskuit daripada memperhatikan gadis itu.

Eins menggeleng. Kemudian berbisik. "Aku akan menunggu di ruang tadi oke? Jika sesuatu terjadi, menjeritlah dengan keras."

Gadis itu menggigit bibir dengan ragu. Akan tetapi, akhirnya dia mengangguk.

"Tolong hati-hati..."

"Dorothea?"

Si rambut merah sontak menoleh. Nikky memandangnya dengan senyum kecil.

"Kau bilang apa barusan?"

"Ah! Uh—" Dorothea tergagap. "Aku mau teh melati tolong, dengan dua balok gula."

Nikky mengangguk. Lalu dia menggeser kursi. "Duduklah! Oh, ini sudah lama sejak aku menerima tamu kecuali si Monika itu!" ucapnya riang.

"Kau bisa melepaskan jaket dan syalmu, kit. Kau bisa terpanggang berpakaian seperti itu sekarang!"

Dorothea menurut. Dia melepaskan jaket dan syal. Lalu menggantungkannya di hanger berdiri yang ada di samping pintu. Kemudian duduk di kursi kayu.

Beberapa menit kemudian, Nikky meletakkan dua cangkir teh di meja. Bersamaan dengan selai dan scones, roti isi timun, dan sekaleng biskuit.

"Maaf ini tidak terlalu mewah," ucapnya sembari duduk. Berseberangan dari Dorothea. "Aku berani bersumpah aku masih punya clotted cream, akan tetapi aku tidak bisa menemukannya."

Normal (A BNHA Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang