Eraserhead—Aizawa Shouta—mengangkat kacamatanya. Air mukanya heran.
Sementara itu mata Dorothea membulat terkejut.
"Aizawa-sensei? Tunggu, kalian saling kenal?"
Mata emasnya melirik bolak-balik antara Monika dan sang guru.
"Aku tidak yakin kita pernah—"
"Kalian jalang! Kalian berengsek! Bajingan! Kami akan tetap menang! Nona akan memanggil Ibu-Segala dan kalian semua akan—"
Seren menggeliat di ikatannya. Kalimat keluar dari mulutnya secepat kereta api. Monika hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan prihatin.
"Lemme fix that real quick."
Dengan satu kibasan tangan, larutan bening memercik ke wajah Seren. Irisnya bergulir ke atas. Pelupuk mata tertutup. Ambruk seketika.
Kening Aizawa mengerut. "Kau tahu, menggunakan quirk ke penjahat seperti itu termasuk vigilantisme."
Monika menatapnya sebentar. Lalu mendengus tidak percaya.
"Oh, serius? Ini lagi?" Dia mendecih. "Memang malam ini penuh nostalgia, ya? Dulu juga Pahlawan seperti kalian selalu mengira yang kami lakukan adalah vigilantisme," gerutunya.
Tangan Monika merogoh sakunya. Bergerak-gerak mencari sesuatu. Dengan muka puas, dia menarik sebuah kartu tipis. Terjepit diantara jari tengah dan telunjuk.
"News flash, dumbass. Yang kita buru bahkan bukan penjahat!"
Di melemparkan kartu itu ke Aizawa layaknya shuriken. Si guru menangkapnya. Kemudian mengamati isinya dengan serius.
"Apa itu lisensi Pahlawan?" tanya Shinsou.
Monika terkekeh. Memandang Shinsou geli. "Oh, boyo, kau lucu sekali. Kami bukan pahlawan."
"Organisasi kami jauh lebih tua. Dan—heaven forbid! Jangan sampai lisensi kita diberikan dari Hero Commission yang korup itu," gumam Monika. Ada humor bercampur ejekan di suaranya.
"Tidak, boyo. Lisensi kami diberikan oleh UN langsung," ucapnya sembari menyeringai.
Mata Dorothea mengerling kaget. "United Nation?—Persatuan Bangsa-bangsa?—Jadi itu lisensi penggunaan quirk skala internasional?"
Monika mengangguk santai. Seakan fakta itu wajar. Seperti 'langit itu biru', 'rumput itu hijau', dan 'lisensi kami memperbolehkan kami menggunakan quirk dimana saja dan kapan saja' ada di level yang sama. Keempat anak di depannya hanya terperangah.
"Yeah, tapi organisasi kami tidak bekerja untuk UN. Kita independen. Lisensi hanya diberikan agar tugas kami jadi mudah."
Pembicaraan itu disimak oleh Aizawa. Yang masih membolak-balik kartu di tangannya. Semua yang tertulis disitu menggunakan bahasa Inggris. Standar untuk lisensi biasa. Hampir mirip seperti lisensi Pahlawan. Akan tetapi tidak ada affiliasi yang tertulis disana. Hanya data dan kalimat 'Quirk Usage Liscence'. Ditambah dengan tulisan 'Issued by United Nation' kecil di bawahnya. Dan 'Hero Name' menjadi 'Codename'.
Dan Codename Monika Ashling adalah 'Daydream'. Tertulis di samping wajah seorang perempuan yang tersenyum lebar. Berambut biru muda.
"Ah, Kau!" Aizawa tersentak. Mukanya berpaling dari kartu untuk menatap Monika. Wanita itu nyengir.
"Misi penggrebekan narkoba halusinogen di Korusanto," gerutu Aizawa.
"Maaf tak mengenalimu, rambutmu biru waktu itu," tambahnya sarkastik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal (A BNHA Fanfiction)
Fanfiction[ Original Character(s) + Plotline ] Dorothea Tuning pindah bersama Ayahnya dari London yang selalu mendung dan kelabu ke Jepang. Dia pikir ini akan menjadi awal baru setelah Ibunya meninggal. Dia siap pergi ke negara asal ayahnya, pergi ke sekolah...