Matahari bahkan belum terbit.
Hanya sedikit mengintip dari horizon di timur sana.
Namun, anak-anak Prodi Pahlawan sudah bangun.
Dorothea yang terakhir keluar dari gedung. Berdiri di belakang murid lain yang masih menahan kantuk.
Dia meregangkan tubuhnya sedikit. Lalu mempererat syal yang ada di leher. Dia satu-satunya anak yang tidak memakai seragam olah raga. Hanya seragam biasa lengkap dengan jas abu-abu.
"Dingin?" tanya Eins. Dorothea mengangguk. Lalu menguap kecil.
"Selamat pagi murid-murid," sapa Aizawa.
"Hari ini kita mulai pelatihan untuk meningkatkan kekuatan kalian," jelasnya. "Tujuan pelatihan ini untuk meningkatkan kekuatan dan dengan itu kalian bisa memperoleh lisensi sementara."
"Pelatihan ini untuk mempersiapkan kalian menghadapi pertempuran kapanpun."
"Mmh... sepertinya mereka akan digojlok habis-habisan."
"Bukan 'sepertinya', Eins. Mereka pasti digojlok habis-habisan," bisik Dorothea.
"Persiapkan diri kalian," ucap Aizawa. "Karena itu, Bakugo—"
Aizawa melempar sebuah bola. Lalu menyuruh anak jabrik itu melemparnya.
"Rekormu sebelumnya saat baru masuk adalah 705,2 meter. Aku ingin melihat seberapa perkembanganmu."
Bakugo mengambil ancang-ancang.
"MATILAH KAU!!!"
Ledakan besar muncul dari tangannya. Bola terlontar.
Jauh sekali.
Eins bersiul di samping Dorothea.
"709,6 meter."
Huh, tidak banyak bertambah ya? Masih impresif bagiku.
"Sudah tiga bulan sejak kalian masuk ke akademi," ucap Aizawa. "Karena mengalami berbagai kejadian, kalian memanh sudah berkembang."
Aizawa berjalan ke depan murid-muridnya.
"Stamina kalian sudah bertambah. Akan tetapi, seperti yang kalian lihat sendiri, quirk kalian tak berkembang sepesat itu."
Anak-anak kelas 1-A tampak terlonjak. Dorothea berdehum di tempatnya berdiri.
Quirk itu seperti pedang. Jika kau mau menggunakannya dengan baik kau harus selalu melatih tekniknya.
"Karena itulah, mulai hari ini kita akan mengembangkan quirk kalian."
Ujung bibir Aizawa tertarik.
Dorothea mengangkat alis tidak percaya.
"Kesulitannya bisa membuat kalian mati. Jadi—"
Aizawa tersenyum.
"Jangan sampai mati, ya?"
Bulu kuduk Dorothea berdiri.
Satu hal terbesit di benaknya.
Senyum Aizawa-sensei mirip Shinsou.
***
Dorothea duduk di salah satu batu besar di dekat tebing. Tangannya mengguratkan pensil di atas kertas. Menuliskan pelatihan macam apa yang di dapatkan oleh anak-anak Prodi Pahlawan.
Dan kata 'ekstrim' bisa digunakan untuk mendeskripsikannya.
Bakugo harus mencelupkan tangannya ke air panas. Todoroki harus berendam di air panas. Kaminari tampak menyetrum dirinya sendiri. Ojiro dan Kirishima menghajar satu sama lain. Uraraka berada di dalam gelembung dan dilemparkan dari tebing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal (A BNHA Fanfiction)
Fanfiction[ Original Character(s) + Plotline ] Dorothea Tuning pindah bersama Ayahnya dari London yang selalu mendung dan kelabu ke Jepang. Dia pikir ini akan menjadi awal baru setelah Ibunya meninggal. Dia siap pergi ke negara asal ayahnya, pergi ke sekolah...