DUA PULUH DELAPAN√ Dimaafkan secara mendadak

30 12 19
                                    

Plakk!

Suara itu datang dari hantaman mangkuk kaca ke meja berdasar kayu. Rara mendongak ke meja di seberangnya. Juna? Hah? Apakah ini mimpi? Juna duduk di depannya?

Mata Rara semakin membulat ia yakin ini tidak nyata. "Mata kamu udah mau keluar, ntar matanya jatoh ke mangkuk tuh bercampur sama bakso." Rara dibuat semakin bingung alisnya menyatu pertanda heran, sikap Juna yang selalu ngaco seperti dulu kembali lagi kalau begini caranya bagaimana Rara akan menghilang dari kehidupan Juna seperti yang Juna inginkan.

"Kamu kenapa gini Jun? Sifat kamu yang berubah ubah bikin aku frustasi. Tadi kamu bertingkah seolah aku ngak ada di sekitar mu kamu menganggap seakan aku ini bukan siapa siapa! Terus kenapa sekarang kamu malah seperti ini? Kenapa kamu mendekat sama aku? Kamu makin bikin aku bimbang dan engga enak hati nantinya Jun! Kamu kenapa–"

"Ternyata selain pemarah dan jelek kamu juga pelupa ya Ra!" ledek Juna sambil mengunyah bulatan bakso terakhirnya.

"Hah? Apa?" tanya Rara otak nya berpikir keras mencerna maksud perkataan Juna.

"Kan kamu sendiri yang memohon sama aku jangan menjauh dari kamu. Kamu gak ingat?"

"Menjauh? Dari aku? Yang aku bilang tadi siang?" tanya Rara masih sangat bingung. Juna hanya mengangguk sambil menyatap kuah bakso.

"Tapi kan kamu... Terus kenapa kamu ngak jawab pertanyaan aku tadi siang? Kenapa? Kenapa kamu main kabur kabur aja? Kenapa kamu seolah–" Rara berhenti, ia tersadar kebiasaan buruknya kembali. Ia lagi lagi tak membiarkan Juna memberi alasan dan mulai marah marah.

"Kamu pasti punya alasan, hmm maaf aku marah marah lagi. Apa alasan kamu pergi tanpa jawaban tadi?"

"Kupikir kamu bakal marah setelah denger alasan ku. Jadi, aku ga bisa ngomong Ra. Aku sakit gigi dan sariawan. Masalah terbesarnya, kamu malah ngajak bicara saat aku kebelet. Tau alasan aku membelakangi kamu dan ngak turun dari motor? Aku ga mau ekspresi aku nahan kebelet kamu liat, jadi aku memilih berbalik badan dan menunggu ucapan kamu yang nga ada habisnya itu. Dan aku sangat bahagia begitu ucapan kamu selesai. Jadi, tanpa mikir panjang aku langsung tancap gas, dan pulang deh. Nah pas lagi dirumah saat aku memenuhi panggilan alam, barulah aku mikir mikirin perkataan kamu tadi dan memutuskan untuk ngak akan menjauh dari kamu, dan memahami kamu. Gitu!" Rara sukses membuka mulut lebar mendengar alasan Juna yang sangat menyebalkan itu, jadi alasan Ia galau dan menangis sepanjang sore adalah Juna yang tak tahan akan BAB nya? Hah?

Sesaat wajah Rara mulai memerah membuat Juna tertawa besar.

"Kenapa ketawa? Alasan kamu gak logis Jun!" seru Rara semakin mengerutkan dahinya dan memberi tatapan yang mengesalkan.

"Baru aja aku mulai bicara kamu udah marah lagi Ra! Katanya kamu gak bakal bikin salah. Ada satu hal lagi sih yang belum aku kasih tau."

"Apa? Apa? Bilang dong!"

"Aku... Aku... Aku... Jadi sebenarnya–"

"Aduh... Berhenti bercanda dong Jun, kamu mau bilang apa?"

Juna tertawa lagi sebelum sempat bicara, kemudian membuka mulutnya. "Kupikir kamu bicara maaf terlalu khusyuk dan kamu udah lebih dari 100 kali kayaknya bilang maaf dan itu bikin aku ngak bisa nahan tawa waktu di wc tadi!" Juna lagi lagi mendekap mulutnya untuk menahan tawa.

Wajah Rara memerah menahan malu, mendadak perasaan nya yang selalu kesal dan jengah terhadap Juna kembali lagi.

     Jadi selama ini Ia telah menganggap permasalahan ini terlalu serius. Padahal nyatanya Juna hanya tidak tahan akan sakit perut lalu ngibrit begitu saja meninggalkan nya.

REALIZE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang