DUA PULUH EMPAT√Waktu mengumandangkan kata terlambat

28 17 12
                                    

Disinilah Rara sekarang, di depan kelas XI IPA 2, matanya liat mencari sosok Juna dan menyapu pandangannya ke segala arah. Mata Rara berhenti di manik mata seseorang yang hanya berjarak 2 centi darinya, dan orang itu Amel.

"Eh, kamu Mel, ngejutin aja!"

"Ngapain? Cariin Harry lagi?"

"Eh bukan aku nyari Juna, ada?" tanya Rara sambil menyelipkan rambutnya ke belakang daun telinga terkesan salah tingkah.

"Juna? Tumben, bukannya kalian lagi ada masalah?" Rara menggigit bibir bawahnya entah mengapa sakit sekali rasanya mengingat mereka berdua sedang ada masalah dan itu karena dirinya sendiri.

"Eh, sori sori aku ga maksud bilang apa apa kok, kebetulan dia baru masuk hari ini. Seingatku dia pergi sama Harry tadi. Ke arah sana! Arah aula!" papar Amel.

"Okedeh, makasih ya Mel!"

Rara menyapu pandangannya ke sekitar di Koridor lantai dua, namun tak menemukan Juna maupun Harry. Kemudian gadis itu mengingat sesuatu, hari dimana mereka bertengkar adalah beberapa saat setelah Genji mengirimi nya pesan untuk ke aula dan saat itu Juna ada di UKS. Ya UKS, mungkin saja pemuda itu sampai kini masih di UKS.

Rara menyeret sepatunya menuju UKS, dan kini gadis itu telah sampai di depan pintu UKS. Rara menghembuskan napas panjang, gadis itu ragu ragu untuk memutar ganggang pintu, tangannya sudah sedingin es sekarang.

Gadis itu memegang ganggang pintu siap akan memutar nya namun ia melepas tangan lagi tangannya mendadak kaku. Alhasil gadis itu memilih memandangi ujung sepatunya dan menghembuskan napas lagi.

Saat Rara akan memutar ganggang pintu, tolakan dari belakang sana membuat Rara melepaskan lagi tangannya. Dengan terkejut. Tak lama seorang gadis keluar dari balik pintu. Itu kak Silla, anak kelas XII sekaligus ketua ekskul PMR.

"Eh kamu anak kelas sebelas IPA kan, siapa namanya?" Silla mengetuk ngetuk jari telunjuk nya ke dagu berusaha mengingat ingat.

"Rara kak!" seru Rara dengan suara pelan takut jika benar Juna di dalam ia akan mendengarnya.

"Eh iya Rara. Kamu ada perlu apa kesini Ra? Cari obat apa?" tanya Silla sambil melepas jas putihnya, jas khusus anak PMR.

"Eh, aku ngak nyari obat kak, aku nyari Juna, ada di dalem ga kak?" tanya Rara dengan suara yang makin pelan namun dapat di dengar Silla tak lupa dengan gelagat salah tingkah.

"Ada kok ada. Kebetulan dia lagi melepas perban, masuk aja. Dia di area kamar putri yah, soalnya kebetulan cewek ngak ada yang sakit hari ini dan di tempat cowok juga ada anak kelas sepuluh jadi dia masuk ke kamar putri aja, lagian cuma numpang lepas perban aja, silahkan masuk aja Ra. Jangan lupa isi buku daftar pengunjung dulu ya!"

Rara mengangguk kemudian berlalu masuk melewati daun pintu dengan perasaan yang berkecamuk antara gugup, takut, cemas, dan rindu akan sosok Juna.

Setelah selesai mengisi buku pengunjung, Rara berjalan melewati beberapa ruangan aroma khas obat obatan langsung memenuhi indra penciuman nya.

Rara semakin menayamarkan langkah nya saat kakinya hampir menyeret nya menuju kamar wanita.

Kemudian lagi lagi gadis itu menghembuskan napas panjang sebelum jemari nya yang bergerak getar membuka tirai. Lalu tirai terbuka menampakkan dua orang pemuda berada di dalam sana.

Mendadak perasaan kikuk nya dan perasaan bersalah nya akan menemui Juna hilang berganti dengan perasaan hangat, entah mengapa Rara merasa dirinya selama ini sangat merindukan sosok Juna namun ia tak menyadarinya.

Melihat pemuda itu disana juga menatapnya membuat hati Rara semakin menghangat ingin rasanya ia berlari ke sana dan memeluk Juna. Namun itu mustahil.

Di sisi lain Juna terperanjat kaget melihat Rara muncul di kamar UKS. Juna menyipitkan matanya dan mengerutkan dahinya melihat ekspresi Rara yang sepertinya berada di alam bawah kesadaran.

Rara semakin melangkah mendekat matanya yang tampak berkaca kaca tak lepas dari sosok Juna. Namun, mendadak pandangannya akan Juna sirna tergantikan oleh pandangannya dengan Harry. Ya! Pemuda itu kini berdiri di depan Rara dengan pandangan jengah.

"Kamu mau ngapain Ra?" tanya Harry tak ada nada akrab sedikitpun tak seperti Harry yang sebelumnya.

"Um, a... Aku..." Rara menggigit bibir bawahnya, sementara Juna hanya menatapnya dengan pandangan datar di ranjang sana.

"Kamu kalau nyasar yaudah sana keluar gih!" lontar Harry. Rara lagi lagi tak dapat mengutarakan kalimat yang ingin diucap nya, gadis itu hanya menatap Juna kemudian dikagetkan lagi oleh sorot mata Harry yang tajam.

Alhasil Rara menelan saliva nya sendiri dan memutar balikkan sepatunya membawa kakinya melangkah keluar dari kamar itu, namun baru beberapa langkah Rara berhenti sambil menghembuskan napas panjang kemudian memicingkan matanya kuat kuat dan membukanya dengan tatapan ber api api dan penuh tekad serta semangat. Kemudian membalikkan badannya lagi.

"Aku ke sini mau ketemu sama Juna." tegas Rara sambil menatap Juna yang bertampang heran alisnya menyatu.

"Mau ngapain Ra?" tanya Juna langsung. Nada bicaranya terkesan sangat dingin. Dan tatapannya yang tadinya heran langsung berubah menjadi datar kembali.

"Aku mau minta maaf sama kamu Jun, aku tau kalau hari itu aku-" Rara hendak berjalan mendekati Ranjang tempat Juna duduk namun lagi lagi Harry menghalanginya.

"Minta maaf? Kamu mau minta maaf sama Juna Ra? Kamu gak sadar apa kalau kamu ini udah terlambat! Udah lebih baik kamu pergi aja sekarang. Karena aku yakin Juna gak bakalan-"

"Harry! Aku bicara nya sama Juna, aku mau minta maaf nya sama Juna! Terus kenapa kamu yang ikut ikutan, aku mau denger penjelasan dari Juna, jawaban dari Juna, terus kenapa kamu yang jawab aku gak minta kamu Harry." sela Rara memotong kalimat Harry dengan nada yang lebih tinggi dari nada suara Harry tadi.

"Karena aku teman Juna, karena aku sahabatnya. Ya jelas dong aku tau sendiri apa yang selama ini Juna rasakan, apa penderitaan nya, itu semua gara gara kamu! Dan sekarang kamu mau minta maaf?" mata Rara terlihat berkaca kaca mendengarnya.

Juna melihat itu kemudian angkat suara.
"Udah Ry, Ra maneh kan yang kemarin bilang muak dan benci sama urang, dan ngak mau liat muka urang gak mau ketemu sama urang, dan nyuruh urang untuk menghilang dari kehidupan maneh. Lha sekarang kenapa malah maneh yang muncul di hadapan urang? Kenapa weh? Naon? Maneh meni ngak konsisten orangnya. Aku nerima permintaan kamu kok Ra buat ngak muncul lagi di hadapan kamu, tapi kenapa malah kamu yang muncul di hadapan aku? Kalau kamu mau minta maaf, kenapa saat itu kamu ngak biarin aku menjelaskan Ra? Malahan kamu ngak baca chatingan dari aku! Kamu malah blokir kontak aku! Kalau emang kamu mau membenci aku silahkan Ra, urang ga marah. Urang juga ngak akan membenci balik. Sekarang maneh mau apa Ra?" Rara merasa lututnya lemas mendengar perkataan Juna. Kepalanya terasa pusing. Hatinya sakit. Ia sadar waktu sudah mengumandangkan kata terlambat untuknya.

Lagi lagi dada Rara terasa sesak. Gadis itu kesulitan untuk bernafas dan suaranya tersekat. Rara terjatuh di lantai sambil memegangin dadanya dan memukul mukulnya. Juna dan Harry yang melihat ini mendadak heran dan bingung. Juna yang berada di atas Ranjang langsung melompat turun ke bawah.

•••••••

Ya ampun Rara pingsan?? Wah jangan pingsan lagi dong Ra, terus Juna gimana tuh auto panik kayaknya langsung lompat kebawah. Mau tau kan kelanjutannya nantikan yah part selanjutnya.

1 kata buat Juna

INGAT!! Jangan lupa VOTE AND COMMENT SEBANYAK BANYAK NYA.

See u next part 😉

With luv, dhuhayu_dwina

Terimakasih telah membaca Realize😊

REALIZE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang