🍁 twenty-four

2.3K 314 54
                                    

.

.

.

.

.

Minho dan Jisung menemukan tiga orang lainnya yang sudah menunggu di markas sejak awal. Beberapa menit yang lalu, Jisung mengirim pesan ke Bangchan, Changbin, dan Felix untuk segera ke markas, urgent.

Akhirnya Felix yang tengah memasak terpaksa meninggalkan ibunya, Changbin yang tengah belajar untuk ujian harus ditunda, dan Bangchan yang tengah menonton televisi harus meninggalkan sofa kesayangannya.

"Changbin!" Panggil Jisung dengan nada panik. Yang dipanggil dan kekasihnya menoleh bersamaan, mengalihkan atensi dari buku yang tengah mereka baca bersama.

Jisung berlari kecil ke arah mereka, menggulung lengan atas bajunya, menunjukkan pola merah yang terukir di dekat pundaknya.

"Apa ini?" Tanya Jisung. Changbin menarik pelan pundak Jisung, menatap pola itu dengan teliti. Selang beberapa detik, wajahnya terlihat kaget, begitupun Felix yang ada di sebelahnya.

"Ji, di mana kau mendapat tanda ini?" Tanya Changbin mengintimidasi.

"B-bakery, saat aku sedang pergi dengan Minho tadi, aku tak sengaja menyenggol orang dan ini muncul." Balas Jisung.

"Nama, wajah, apa kau ingat siapa yang menyenggolmu?"

"Lee Taeyong, Minho kenal. Iya 'kan?" Jisung menoleh ke arah Minho, dibalas anggukkan kecil. Changbin menghela napasnya, melepas cengkramannya dari pundak Jisung. Saat ini Jisung benar-benar bingung. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Changbin, ada apa? Apa ini sesuatu yang mengkhawatirkan?"

"Ingat saat aku mengatakan telekinesis punya dua sisi? Baik dan jahat?" Jisung mengangguk. "Aku dan Felix baru saja membaca magic book milikku. Isinya sihir, mantra, ramuan, mahluk, dan informasi lainnya yang berkaitan dengan dunia sihir dan magis. Lalu lambang ini—"

Changbin menunjuk ukiran merah di tangan Jisung.

"—menandakan seorang pengguna telekinesis telah menemukan separuh sisinya."

Jisung terdiam.

"W-what," Jisung mundur selangkah, masih terkejut dengan pernyataan yang dilontarkan Changbin. "Berarti... Taeyong..."

"Sisi jahatnya..." lanjut Bangchan tak percaya.


"Kalau sudah begini, Jisung harus segera bertemu dengan Taeyong dan merebut permata merah yang sudah pasti ada di genggamannya. Dia juga harus semakin memperkuat telekinesis-nya. Aku yakin, Taeyong bukan orang yang bisa kau kalahkan dengan mudah." Ujar Felix.

"Jisung harus bisa merebut permatanya," Changbin duduk di sofa, menatap empat pemuda lainnya yang masih berdiri.  "Atau dunia bisa dalam bahaya."

.

.

.

Ini sudah pukul sembilan malam.

Jisung dan kelompok kecilnya masih belum pulang dari markas. Beruntung mereka sudah mengabarkan Younghyun.

Telekinesis 《MinSung》 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang