Terhempas

268 7 0
                                    

"Aku...mencintaimu Nuno..."

Nuno terhenyak! Dia seakan tidak percaya dengan kalimat yang baru saja terucap dari bibir pucat Karen. Sementara mata sayu gadis itu menyiratkan kesungguhan.

"Kar...Karen kamu...??!"

Karen tersenyum lemah namun masih dipenuhi asa. Salahkan dirinya yang telah berani mencintai dalam diam.

"Ya..."

"Kamu pasti becanda kan??"

"Aku yakin kamu bisa merasakan kesungguhan ku."

"But how...???"

Karen masih memilih tersenyum walau kini mulai getir. Pancaran mata Nuno hanya menyiratkan keheranan, kebingungan, tidak lebih.

"I mean, bagaimana bisa Kar dan sejak kapan??"

"Hahahahaaaa..."

Karen tertawa getir mendengar pertanyaan Nuno.

"Delapan tahun Nuno, delapan tahun aku simpan dalam-dalam", Karen memegang dadanya.

"Dalam rasa, dalam asa, dan...dalam kebisuanku. Tapi kemudian ini semakin besar dan tak terkendali, membuatku kesakitan dan seakan menggerogoti kewarasanku. Kamu tahu beberapa saat setelah melihatmu di lift tempo hari aku sudah bertekad akan memperjuangkanmu. Aku merasa aku berhak atas rasa ini dan harus memilikimu. Saat ini pun bahkan aku rela menyerahkan segalanya padamu agar aku bisa denganmu."

Karen mengungkap semuanya dengan rasanya yang meluap, berharap sakitnya berkurang namun hanya kelegaan yang menyapa, rasa sakitnya tetap ada.

"Karen...", kalimat Nuno terhenti.

"Apa kamu tahu gimana rasanya mencintaimu dengan sangat tapi di depanku kamu begitu leluasa memamerkan rasa cintamu ke gadis lain hah..!!."

Karen menyeringai lalu tersenyum licik yang sempat membuat Nuno merasa tidak nyaman.

"Tidak adil...sungguh ini tidak adil bagiku. Kamu bahkan tidak mengingat ini!", Karen mengacungkan sapu tangan lusuh itu dengan tatapan tajam.

"Benda ini yang telah mengikatku dengan mencintaimu, dan itu semua karena kamu Nuno."

"Apa maksud kamu?", Nuno mengerutkan keningnya mulai tidak terima dengan apa yang diucapkan Karen.

"Aku selama ini bahkan tidak pernah tahu apa yang kamu rasakan padaku. Kita bahkan hanya beberapa kali bertemu, dan sekarang kamu seakan menyalahkan aku?!"

"Iyaaa..! Ini semua memang salahmu..!!!", teriak Karen dengan pandangan nanar.

"Kita memang beberapa kali bertemu dan kamu yang selalu terlihat begitu tampan, baik, perhatian, dan...sempurna. Yah kamu selalu terlihat sempurna di mataku."

Nuno masih terdiam. Dia mengingat beberapa kali pernah bertemu dengan Karen di Malang. Saat liburan sekolah Karen selalu dijemput abangnya dan selama di Malang selalu menginap di rumah keluarga Nuno.

"Dan ini...", Karen kembali mengangkat tangan kanannya yang menggenggam sapu tangan itu.

"Kamu pasti lupa kalau ini milikmu kan? Hehh...padahal kamu yang memberikannya padaku."

"Ini tidak masuk akal! Saya bahkan tidak mengingat kalau pernah memiliki benda itu", balas Nuno tajam. Dia mulai berang karena sedari tadi Karen menyudutkan dirinya atas rasa cintanya yang gila itu.

"Yaaa kamu benar, aku yang bodoh karena membiarkan diriku jatuh dalam pesonamu!", teriak Karen meradang.

Beberapa saat mereka terdiam, hening. Kemudian kebisuan itu terusik oleh suara isak tangis Karen. Air matanya jatuh berderai.

Menangkan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang