"Terima kasih ahjussi," ucap Jeno dan Donghyuck pada tukang bersih-bersih kolam renang yang hendak pulang.
Kolam renang sudah bersih dan air juga sudah diisi. Terlihat sempurna untuk menceburkan diri ke dalamnya.
"Enak nih kalau begini. Malam-malam berendam di kolam sambil minum bir asik kayaknya," usul Jeno.
"Boleh juga ide kamu. Coba cek kulkas yuk, siapa tahu ada!" ajak Donghyuck.
Namun mereka harus kecewa. Hanya ada bahan makanan di dalam kulkas. Jangankan bir, minuman rasa-rasa saja tidak ada. Hanya ada air mineral yang disiapkan.
"Kayaknya kita harus ke minimarket deh. Tadi aku lihat satu yang paling dekat dari sini pas nyetir," ujar Jeno.
Donghyuck langsung saja bersua, "Gawi, bawi, bo!"
Donghyuck mengeluarkan kertas, sementara Jeno yang tidak siap mengeluarkan batu. Tentu Donghyuck lah yang menjadi pemenang.
"Asa! Karena kamu kalah, kamu aja yang jalan beli," ucap Donghyuck tanpa perasaan bersalah karena telah mengerjai Jeno.
"Sialan! Kamu curang ya. Bilang dong kalau mau nentuin pake gawi, bawi, bo," umpat Jeno tidak terima.
Donghyuck tertawa. "Terima aja lah kekalahanmu. Semangat Jeno-oppa, aku mau ngapelin Chaeryeong lewat jalur virtual. Bye!"
Donghyuck berlari ke dalam, meninggalkan Jeno yang menyebutkan semua kata umpatan yang ia tahu. Kurang ajar emang si Donghyuck. Tapi mungkin karena sifat jahilnya yang tidak tertolong itu, si lelaki dapat karma cintanya tidak disadar-sadari oleh Chaeryeong.
Dengan hati dongkol, Jeno pun berjalan menuju minimarket dengan penyamaran seadanya. Untung dekat. Kalau jauh, Jeno pastikan untuk memanggang Donghyuck setelah kembali dari urusan membeli bir.
"Selamat datang!" pekikan kurang semangat bisa Jeno dengan saat membuka pintu minimarket.
Jeno langsung mengambil selusin kaleng bir berukuran besar dari kulkas. Ia masukkan ke dalam keranjang yang sudah berisikan beberapa bungkus jajan yang Jeno ambil.
Jeno bawa keranjang ke kasir. Mempertemukan Jeno dengan penjaga kasir perempuan yang tengah mengkikir kuku. Perempuan itu bangkit, mengambil bungkusan jajan untuk dipindai terlebih dahulu.
"Tambah Esse Menthol satu," ucap Jeno.
Si penjaga kasir mendongak. "Anda bawa kartu pengenal?"
"Saya sudah legal. Jadi tidak masalah bukan?" balas Jeno sembari merogoh kantung jaket yang ia kenakan. Sialnya Jeno lupa kalau dompet ia tinggal di rumah. Semua kartu ada di dompet. Pikirnya membawa ponsel saja sudah cukup.
"Well, kamu tidak terlihat seperti sudah legal di mataku, bocah!" sahut si gadis.
Apa kata gadis itu? Bocah?
"Saya beneran sudah legal. Usia saya sudah dua puluh satu tahun malah," ucap Jeno menyakinkan.
Sebenarnya Jeno tengah menahan amarah karena dikatai bocah oleh si penjaga kasir. Salahnya juga sih tidak membawa kartu pengenal. Tapi ia sedang sangat butuh sekarang.
"Tidak ada bukti, aku tidak akan jualkan. Baik rokok maupun bir-nya," balas si gadis.
Aduh! Kalau rokok-nya tidak dapat, okelah. Tapi kalau sampai bir-nya tidak dapat juga, sia-sia usaha Jeno mendatangi minimarket dengan penyamaran minim.
Ah? Apa Jeno tunjukkan saja siapa dirinya sebenarnya? Dia kan terkenal. Semoga saja gadis dihadapannya mengetahui dirinya dan akan baik hati melepas Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
00's Next Door ✔
FanfictionGong Hina pikir bekerja sebagai radio announcer di kota kecil tempatnya tinggal merupakan satu-satunya pekerjaan yang ia jalani. Kenyataannya tidak begitu. Kehadiran Na Jaemin, anggota grup idol pria NCT Dream, bersama ketiga temannya membawa malape...