@Chapter 17.

456 67 8
                                    

Eunbi, Yujin, Nako, Wonyoung, dan Hitomi tentu saja tidak bisa menyembunyikan kekaguman mereka. Mereka jelas sudah sering melihat hal-hal diluar nalar mereka. Sesuatu yang hanya bisa keluar dari dongeng fantasi itu.

Tapi kini semua hal yang pernah mereka lihat sepertinya tidak akan bisa menandingi pemandangan ini. Yah, mungkin karena yang selalu mereka lihat adalah musibah dan bencana, atau hal-hal yang sudah hancur karena kedua hal itu.

Desa elf ini seperti permata yang tersembunyi di kedalaman. Tidak akan ada yang percaya pada keberadaannya kecuali orang-orang yang sudah berada di sini. Pepohonannya jauh lebih besar daripada yang ada di hutan. Sesuatu yang terlihat seperti rumah menempel pada pepohonan besar itu. Karena ini malam, pemandangan yang dilingkupi cahaya itu mempercantik desa ini.

Valmon, Elmer, dan Gantar mengamati kelima gadis tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Valmon, Elmer, dan Gantar mengamati kelima gadis tersebut. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan karena mereka berlima nampak larut kedalam kegiatannya memandangi desa mereka. Mungkin hanya Valmon yang menyadari jika yang ada pada mata kelima gadis itu adalah kekaguman.

"Bagaimana menurut kalian ?" pertanyaan Valmon menyadarkan kelima gadis itu. Hitomi, bertatapan langsung dengan Valmon dan mengatakan.

"Indah."

Valmon ikut tersenyum. Sepertinya prasangkanya selama ini memang telah salah. Mereka sama sekali tidak terlihat jahat. Valmon kemudian merentangkan tangannya untuk menunjuk ke arah jembatan yang menghubungkan mereka dengan desa itu.

Jembatan itu terlihat begitu unik dengan pola lingkaran yang acak diatasnya. Kelima gadis tersebut segera mengikuti Valmon, Elmer, dan Gantar yang sudah berjalan terlebih dahulu.

Seekor kunang-kunang terbang mendekat ke arah Hitomi, ia tersenyum. Merentangkan tangannya untuk meraih kunang-kunang tersebut sampai akhirnya hewan kecil bercahaya itu pun hinggap pada telapak tangannya.

Hal itu memulai kejadian berikutnya. Sepasukan kunang-kunang mungil berjumlah puluhan terbang dalam satu kelompok cahaya mendekat ke arah mereka. Kelima gadis tersebut tidak bisa menahan kekaguman yang diwujudkan dalam senyum dan kekehan mereka.

Yujin melompat-lompat kegirangan dengan tangan yang meraih-raih ke pada kunang-kunang yang mendatanginya. Eunbi yang memperhatikannya menjadi sedikit gemas.

"Hati-hati, Yujin. Nanti kamu jatuh." ucap Eunbi. Yujin hanya mengangguk dengan senyumnya yang ditemani lesung pipi. Eunbi hanya menggeleng-geleng.

Jembatan tersebut tidak terlalu panjang. Sehingga mereka akhirnya sudah sampai di desa itu. Pemandangan disini tetap semengagumkan yang tadi. Hanya saja lebih dekat.

Begitu mereka mulai menginjakkan kaki, para penduduk mulai melongokkan kepalanya dari dalam jendela rumahh-rumah pohon mereka itu. Mereka berlima jelas menyadarinya, tatapan mata yang penasaran itu.

"Dimana rumah pemimpinmu ?" Eunbi bertanya. Seingin apapun dirinya menikmati pemandangan di sini mereka tidak boleh membuang waktu. Tidak ketika nasib teman-teman mereka berada di ujung dunia yang jauh.

"Di sana." lagi-lagi Valmon merentangkan tangannya. Kali ini ia menunjuk pada sebuh pohon yang terlihat lebih besar dan lebih tinggi dari pada semua yang ada di sini. Pada pohon tersebut, rumah yang menempel padanya jelas lebih besar. Mereka langsung menyadari seberapa mencolok tempat itu dari bawah sini.

"Kalian bisa pergi. Aku sendiri yang akan mengantarkan mereka." ucap Valmon kepada kedua saudaranya. Tidak ada sahutan berupa kata-kata, mereka berdua hanya mengangguk lalu berlalu.

Valmon memimpin mereka berlima menaiki tangga yang melingkar dari dasar pohon itu untuk mencapai pintu rumah si pemimpin. Valmon mengetuk pintunya sebanyak tiga kali. Suara kaki yang menapaki kayu terdengar mendekat dari dalam.

Pintu kayu tersebut dibuka. Wajah yang menyembul dari balik sela pintu adalah seorang lelaki tua. Dia berpenampilan sangat mirip dengan Valmon, kecuali tubuhnya yang jauh lebih pendek. Pada wajahnya keriput mulai terlihat namun tidak melenyapkan wibawa yang ada. Warna biru pada matanya mulai redup mungkin karena dimakan usia.

"Ada apa ?" lelaki tua itu tersenyum. Suara yang keluar darinya dalam dan menenangkan. Jelas sekali ketika tatapan matanya berlari-lari dari Valmon kepada para gadis itu.

"Mereka-" Valmon menoleh dan menyadari dirinya belum memikirkan bagaimana seharusnya menyebut kelima gadis itu. "Datang untuk bertanya."

Kerutan kecil pada dahi si lelaki tua tidak bisa ia sembunyikan. "Bertanya ?"

"Maaf atas kelancangan kami. Kami memang orang asing tetapi kami benar-benar butuh bantuan anda." ucap Eunbi. Melihat pada kesungguhan di dalam mata Eunbi, lelaki tua itu tahu jika dirinya harus mengijinkannya atau gadis itu akan berbuat sesuatu untuk membuat mereka diijinkan.

"Baiklah, silakan masuk." akhirnya lelaki itu tersenyum. Dan membuka pintunya lebih lebar, mempersilakan mereka untuk masuk ke dalam.

Valmon adalah yang terakhir masuk dan ia menoleh ke belakang. Banyak diantara penduduk desa yang mencuri pandang ke arahnya. Beberapa bahkan ada yang sudah siap memegang pedangnya. Valmon memberikan isyarat tanpa suara untuk tetap tenang. Bahwa semuanya akan baik-baik saja, semoga saja.

Di dalam, para gadis itu dipersilakan duduk di atas sesuatu seperti tikar. Bahannya adalah tumbuhan yang dianyam jadi satu dan begitu duduk di sana, mereka merasakan kesejukan yang tiba-tiba datang.

Si lelaki tua duduk di hadapan mereka. Matanya masih terus mengawasi satu persatu. Lalu ia tersenyum kembali.

"Jadi, apa yang bisa kubantu ?" tanyanya.

Eunbi menghela napasnya. Ia tahu dirinya lah yang harus berbicara mewakili semuanya. Namun Eunbi belum mempersiapkan apapun untuk diucapkan. Haruskan dirinya bertanya langsung saja ?

"Kami bukan berasal dari dunia ini. Saya pikir anda sudah tahu tentang itu." ucap Eunbi. Si lelaki tua hanya mengangguk, menunggu mereka untuk melanjutkan.

"Ada sesuatu yang terjadi di dunia kalian ini yang nampaknya akan mempengaruhi seluruh alam semesta yang ada."

"Seluruh alam semesta ?" sahut si lelaki tua.

"Terlalu panjang untuk dijelaskan. Tapi yang jelas alam semesta yang kalian tempati ini bukanlah satu-satunya. Alam semesta ini berjalan berdampingan dengan banyak semesta lainnya."

Si lelaki tua nampak berpikir dan akhirnya ia tersenyum. "Aku pernah mendengarnya. Aku pikir hal itu cuma dongeng dari leluhur."

"Itu bukan dongeng." Eunbi menggelengkan kepalanya. Lelaki itu mengangguk pelan.

"Yang ingin kami tanyakan adalah, apakah anda pernah mendengar sesuatu seperti Semesta Bayangan ?" tanya Eunbi.

"Aku pernah mendengarnya. Namun hal itu sama seperti cerita tentan Dewa kami, berasal dari waktu yang jauh."

"Coba jelaskan apa yang ada dengar."

"Ada sebuah Jurang jauh di dalam Wilayah Terlarang. Jika masuk ke sana, yang menantimu adalah neraka yang di sebut Semesta Bayangan." ujar si lelaki tua.

Eunbi menoleh ke arah semua teman-temannya. Apa yang mereka dengar memang terdengar ganjil, namun setidaknya itu adalah sebuah petunjuk. Pikiran kelima gadis itu sudah terhubung satu sama lain. Mereka akan menuju ke tempat itu.

"Tolong bawa kami kesana. Secepat mungkin !"

Namun lelaki tua itu menggeleng-geleng. "Sayangnya, tidak bisa."

~~~

To Be Continued...

12 Anomali Season 2 : "Secret Story of the Swan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang