@Chapter 8.

466 68 13
                                    

Ruangan itu terang seperti biasanya. Dalam wujudnya yang tidak bisa Lee lihat dengan jelas Celestial adalah sinar menyilaukan yang menjulang di hadapannya. Lee harus terus menunduk demi menunjukkan rasa hormat sekaligus menghalangi cahaya itu menusuk matanya.

Lee maju perlahan, memperkirakan langkahnya untuk meyesuaikan diri di hadapan Celestial. Tanpa perlu mendongakkan kepalanya untuk melihat. Sebenarnya tidak ada suara yang keluar, suara itu masuk langsung kedalam kepalanya.

"Apa yang ingin kamu cari ?"

Pertanyaan Celestial itu menggugah Lee untuk segera mengutarakan apa yang tengah ia pendam di dalam hatinya saat ini.

"Dewa Agung yang menebarkan Sayapnya dan menciptakan semesta." Kata Lee. "Apakah Anda pernah mendengar tentangnya ?"

"Apakah itu yang menjadi masalah saat ini ?"

Lee hanya mengangguk dengan gerakan pelan. Tidak ada lagi yang terucap dari Celestial, tetapi Lee merasakan jiwanya melayang jauh. Melayang ke tempat tak berbatas, dimana ruang dan waktu serta semesta hanya kelebatan yang melewatinya.

Kemudian di hadapannya kini adalah bayangan dua orang. Sepasang lelaki dan perempuan yang saling tersenyum. Tersembunyi di balik cahaya terang yang menyilaukan dan rumput-rumput tinggi di sekitar mereka.

Lee tidak bisa melihatnya dengan jelas. Ia pun mencoba mendekat namun ternyata dirinya tidak punya kuasa atas tubuhnya sendiri saat ini. Lee menyadarinya seketika dan ia pun berserah diri. Hanya menyempatkan sebisa mungkin kemampuannya untuk menyimak apapun yang terjadi di hadapannya.

Sepasang makhluk itu saling tersenyum meski Lee tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas. Lee hanya merasakannya, Lee tahu mereka saling tersenyum dengan hangat ke satu sama lain.

Pandangan mereka penuh kasih sayang. Dengan tangan yang tidak henti-hentinya mengeratkan pegangannya. Apa yang sedang dilihatnya saat ini ? Lee tidak bisa berhenti bertanya-tanya. Kenapa Celestial menunjukkan gambaran ini kepadanya ?

Sinar terang menyibak pandangn Lee dan ia secara otomatis menutupi mata dengan tangannya. Gambaran yang ada di hadapannya berubah menjadi wajah panik seorang gadis. Rambut panjangnya basah dan berantakan. Ia berlari dengan mata cemas yang terus menerus menoleh ke belakang. Mengharapkan sesuatu yang ia takutkan mengejar di belakang sana.

Tangan gadis itu tergenggam oleh sang lelaki yang sama takutnya. Mereka berlari menembus hutan lebat. Kaki yang terluka, berdarah, dan lelah. Hingga pada akhirnya tidak ada lagi yang tersisa untuk mereka. Tanah tempat berpijak sudah tidak ada lagi. Mereka menghentikan langkahnya di hadapan sebuah jurang yang dasarnya tidak bisa diukur.

Saat itu malam. Bulan purnama warna merah tengah bersinar. Cahayanya menghantam wajah si gadis. Memperjelas wajahnya dan matanya yang begitu ketakutan. Berlinang air mata, ia mengucapkan beberapa kata yang tidak bisa Lee dengarkan. Sekeras mungkin Lee mencoba, kalimat yang diucapkan si gadis hanya jadi kebisuan yang menyesakkan untuknya.

Kemudian Lee terlempar lagi. Melompati ruang tanpa batas yang dilewatinya tadi dan berakhir sampai di tempatnya berdiri semula. Di hadapan Celestial dengan kepala berdenyut. Lee berusaha memproses apa yang barusan ia alami. Tapi tentu saja dia tidak akan mendapatkan jawabannya dengan mudah.

"Ap-apa ?" Lee terbata-bata. Menatap lantai batu yang kosong di bawahnya.

"Aku bukanlah makhluk yang tahu segalanya. Meskipun semesta-semesta ini tercipta atas kuasaku, apa yang terjadi selanjutnya berada diluar kuasaku. Karena kehidupan tidak akan mungkin bisa dibatasi."

Ucapannya menggema di kepala Lee yang masih berdenyut.

"Barusan itu adalah apa yang aku tangkap dari residu yang terjadi di semesta. Hanya itu yang bisa kudapatkan."

12 Anomali Season 2 : "Secret Story of the Swan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang