@Chapter 18.

330 62 3
                                    

"Kenapa tidak bisa ?! bukankah sudah kami bilang ini begitu penting ?!" Yujin, merasa hampir kehilangan kesabarannya. Ketika ia merasa sudah begitu dekat saat lelaki tua tersebut mengatakan ada tempat yang bisa jadi adalah semesta bayangan ia merasa lega. Hanya untuk mendengar kalimat selanjutnya yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa pergi.

Lelaki tua itu pun tersentak sedikit ketika mendengar nada suara tinggi yang diarahkan kepadanya. Hal itu menunjukkan bahwa mungkin tidak ada seorang pun yang pernah melakukan itu kepadanya.

"Bukan begitu." katanya. "Hanya saja tempat itu sangat berbahaya. Kami tidak tahu apa yang menjaganya tapi hukum kami mengatakan jika kami pasti akan mati kalau coba masuk ke sana."

"Kalian cukup menunjukkan jalannya kepada kami." jawab Eunbi. "Kami tidak akan memaksa kalian masuk ke dalam wilayah itu."

Helaan napasnya keluar. Si lelaki tua menundukkan kepalanya, berhenti sebentar. Lalu menatap ke arah mereka semua.

"Sudah aku bilang tempat itu berada jauh di dalam wilayah terlarang. Butuh waktu beberapa lama lagi untuk sampai ke jurang tersebut. Itu artinya kalian harus menjelajahi hutan tersebut dan percayalah padaku, siapapun atau apapun kalian ini, kalian pasti akan tersesat jika berjalan tanpa pemandu."

Mereka diam. Dan ruangan itu menjadi hening sepenuhnya. Valmon yang berdiri di depan pintu masuk memperhatikan dengan dada yang berdebar-debar. Ia tentu saja merasa marah melihat Pemimpinnya di perlakukan secara tidak hormat begitu. Namun ia tak bisa melakukan apapun.

Wilayah Terlarang. Valmon pernah masuk ke dalamnya, dan itu bukanlah pengalaman yang menyenangkan setelahnya. Tempat itu mengeluarkan setiap ketakutan dan mimpi buruk yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Sedikit saja waktu itu ia melihat Jurang tersebut dari kejauhan. Dan bayangan mengerikan tentang tempat itu masih menghantuinya sampai saat ini.

"Kami akan melindungi kalian. Siapapun itu yang mau memandu kami !" ucap Hitomi. Si lelaki tua menoleh ke arahnya.

"Aku meragukan ada siapapun yang mau memandu. Bahkan membicarakan wilayah itu selama ini bisa mendatangkan kutukan." ucapnya.

"Ck, ah !"

Yujin menghantamkan tinjunya ke arah lantai kayu. Sebuah retakan kecil tercipta. Eunbi langsung memegang tangannya dan meremasnya lembut. Mata Yujin berkaca-kaca. Namun ia tetap mencoba bertahan.

"Maaf. Tapi tidak ada yang bisa kami lakukan." si lelaki tua berdiri. "Kalian boleh beristirahat disini untuk malam ini."

Kemudian ia berjalan kearah pintu. Memberikan isyarat kepada Valmon untuk mengikutinya keluar. Valmon kemudian menutup pintu begitu mereka keluar. Ia melihat sekilas kearah para gadis itu. Mereka terlihat putus asa.

Valmon mengikuti pemimpinnya yang sudah menuruni tangga. Ketika sampai di bawah ia masih mengikutinya dalam diam. Belum ada kata yang terucap, sampai pada akhirnya si lelaki tua berhenti dan berbalik kepada Valmon.

"Kamu pernah kesana." ucapan itu terdengar seperti pernyataan. Valmon hanya mengangguk.

"Iya, ketua Aelrond." jawab Valmon.

"Kalau misal kuperintahkan kamu untuk memandu mereka, bagaimana ?"

Valmon langsung melebarkan matanya dan menatap pemimpinnya lekat-lekat.

"Apa kita akan membantu mereka ?"

Aelrond menghela napasnya. Tatapannya melayang jauh ke arah yang tak berbatas.

"Aku sudah tahu ini akan terjadi."

Mendengar hal itu Valmon mengerut dalam. Apa yang dimaksud ketuanya ini ?

~~~

Di dalam rumah itu udara terasa sesak diisi oleh keputus asaan yang menguar. Yujin sudah tak bisa lagi menahan tangisnya. Eunbi memeluk Yujin dalam dekapan yang hangat. Sementara yang lain hanya diam, tidak ada yang bisa mereka lakukan.

"Kita tidak bisa diam menunggu di sini, kan ?" kata Wonyoung.

Tidak ada yang menjawab.

"Ayolah." keluh Wonyoung. "Aku akan pergi menuju tempat itu sendiri."

Wonyoung berdiri dari duduknya. Ia sudah bersiap menuju ke arah pintu jika Nako tidak menghentikannya.

"Mau kemana kamu ? Jangan bodoh."

"Aku tidak bisa duduk diam di sini !"

"Kamu dengar sendiri. Kita tidak bisa masuk ke sana sendiri."

"Aku tidak peduli. Kita punya kekuatan ini. Kita pasti bisa mencapainya." Wonyoung tetap bersikeras.

"Sebaiknya jangan mengambil resiko. Kamu jangan gegabah begitu ! bagaimana kalau kamu malah hilang disana ?!" Nako ikut berdiri dan menghadap Wonyoung.

"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan ?! Teman-teman kita sedang menunggu di suatu tempat yang tidak kita ketahui. Dan kita tidak tahu bagaimana kabar mereka !"

"Tetapi berbuat tanpa persiapan juga bukan pilihan yang baik !" sahut Nako.

"SUDAH !" Eunbi berseru. "Duduklah dulu. Kita bisa pikirkan ini semua nanti. Bertengkar disini tidak akan membantu apapun."

Mendengarnya, Wonyoung dan Nako merasa harus menghentikan pertengkaran mereka. Wonyoung duduk kembali namun raut wajahnya sama sekali tidak berubah.

Eunbi masih menenangkan Yujin dalam pelukannya. Suara sesenggukan Yujin memenuhi ruangan ini dan mendominasi karena mereka semua terdiam. Larut dalam kecemasan dan ketidakjelasan dalam semua ini.

Hingga akhirnya setelah hening yang lama, Eunbi mulai bersuara.

"Kita akan pergi kesana. Dengan atau tanpa mereka."

"Tapi bagaimana kalau kita tersesat ?" sahut Nako.

"Iya, mungkin kita memang punya kekuatan ini. Tetapi semesta ini diciptakan oleh ZOZI. Kita tidak bisa benar-benar memahaminya." imbuh Hitomi.

"Aku tahu. Tapi kita tidak punya pilihan lain." ucap Eunbi.

Mereka semua tahu jika tak ada pilihan untuk mereka. Nako dan Hitomi hanya mencemaskan hal itu. Tetapi mereka pikir tindakan selanjutnya telah ditentukan. Mereka memang harus pergi.

Saat itulah Valmon dan Aelrond masuk kembali. Mereka semua saling bertatapan.

"Kami akan tetap pergi kesana." kata Eunbi.

"Aku tahu itu." balas Aelrond. "Kami tahu memang hal ini akan terjadi. Namun sebelum kalian berangkat. Ada satu hal yang harus kalian tahu."

Aelrond berjalan menuju sudut ruangan tempat kotak besar berdiam diri di dalam kegelapan. Ia membukanya dan mereka bisa melihat debu beterbangan bahkan di dalam kegelapan ini.

Aelrond mengambil sebuah buku tebal dan membawanya ke hadapan para gadis itu. Sampul buku itu pasti dulunya berwarna putih. Sayangnya kini sampulnya telah termakan usia dan menjadi abu-abu. Debu yang menumpuk sekian lama hingga tidak bisa lagi terangkat hanya dengan tepukan membuatnya terlihat makin kusam.

Aelrond membuka ikatan tali coklatnya kemudian membukanya.

"Apa itu ?" Eunbi bertanya.

"Di dalam sini adalah catatan yang diturunkan oleh pendahuluku. Para pemimpin terdahulu." jawab Aelrond.

Eunbi tidak bertanya lebih jauh lagi dan hanya menunggu sampai Aelrond membuka dan mengucapkan apa isi di dalamnya kepada mereka. Selagi ia bertanya-tanya berapa banyak lagi waktu yang akan mereka habiskan disini. 

Aelrond duduk lagi di hadapan mereka dengan buku tebal yang terlihat begitu penuh dengan sesuatu yang begitu sakral. Mata Eunbi bergerak dari buku itu menuju Aelrond dan kembali lagi. Mereka menanti apa yang akan diucapkan oleh lelaki tua Kepala Desa itu. 

~~~ 

To Be Continued... 



12 Anomali Season 2 : "Secret Story of the Swan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang