@Chapter 20.

352 59 7
                                    

Sakura, Hyewon, Yena masih berdiri di atas bangunan gedung yang belum selesai itu ketika komunikasi telepati dari Eunbi dan yang lainnya datang kepada mereka.

"Baiklah, kami akan segera datang ke sana." kata Hyewon.

Begitu komunikasi tersebut di selesaikan, mereka bertiga pun membuka portal menuju tempat Eunbi berada. Malam sudah hampir tergelincir menjadi pagi dan mereka akan segera menemui matahari. Hari yang baru datang, dan mereka bertiga berharap masalah yang baru tidak akan datang lagi.

Sakura merasakan bahaya dari arah kanan mereka. Dia pun segera menciptakan perisai udara yang melindungi mereka bertiga. Begitu perisai tersebut tercipta, puluhan tombak yang muncul entah darimana menghantam mereka dan membentur perisai yang diciptakan Sakura. Percikan-percikan dihasilkan dari benturan tersebut diiringi suara gemeretak keras.

Sepuluh makhluk serupa manusia yang berbalut kain putih pada kepala dan tubuh mereka muncul. Mereka melayang dan turun dengan perlahan, mendarat pada pondasi kasar puncak konstruksi gedung yang belum selesai.

Sakura, Hyewon, dan Yena menatap dengan tegang. Portal yang ada di hadapan mereka masih mendesis. Mereka bertiga saling berpandangan.

"Sepertinya kita tidak bisa menyusul dulu." Sakura menghela napasnya.

Sepuluh makhluk berpakaian putih itu menerjang secara serentak. Langkah kaki mereka berderak di atas lantai semen menuju ke arah ke tiga gadis tersebut. Dari tangan-tangan mereka keluar lagi sebuah tombak yang kemudian diputar-putar dalam gerakan ringan.

Sakura, Hyewon, dan Yena terkepung. Mereka tak sempat untuk menghindari tusukan tombak-tombak yang berada mengelilingi mereka. Mereka bertiga mengeluarkan aura berwarna-warni masing-masing dan langsung mengeraskan seluruh tubuh mereka.

'TANG !'

'TANG !'

Serangan tombak dari makhluk-makhluk itu dapat ditahan dengan tangan dan kaki mereka. Namun serangan belum selesai, malah makin intens. Bahkan Sakura, Hyewon, dan Yena tidak mampu menghindar dari kepungan mereka dalam lingkaran.

Tiga dari makhluk tersebut melompat dari balik kepungan dan menghujamkan tombaknya pada ketiga gadis itu. Dalam waktu yang begitu singkat, Hyewon menghentakkan kakinya pada lantai semen sampai runtuh. Lubang besar tercipta, lalu ketiga gadis itu jatuh ke bawah, mereka menghindari tombak-tombak yang mengarah pada kepala mereka.

"Kenapa kalian belum sampai ?"

Itu suara Eunbi, Sakura segera mengambil tindakan untuk menjawab. Hyewon dan Yena pun menyiapkan diri untuk mengawasi setiap serangan yang akan datang.

"Sepertinya kami tidak bisa menyusul kalian dulu." jawab Sakura.

"Apa yang terjadi ?" Sakura bisa merasakan perubahan pada suara Eunbi di kejauhan sana.

"Kami diserang-"

'SYUT !'

Sebuah tombak meluncur menuju kepala Sakura. Jika Yena kurang cepat sepersekian detik saja, tombak itu akan menembus kepala Sakura. Yena menangkap tombak tersebut dengan ujungnya yang berhenti dengan jarak lima sentimeter dari dahi Sakura.

Yena beradu tatapan dengan Sakura. Mereka menyampaikan ketakutan yang sama pada kematian yang nyaris tersebut.

"Ada apa ? kamu baik-baik saja ?"

Suara Eunbi menyadarkannya kembali. Sakura menelan ludahnya dan mengendalikan detak jantungnya.

"I-Iya. Tapi kami sepertinya tidak bisa menyusul. Serangan datang tiba-tiba dan kami tidak punya waktu bahkan untuk sekedar menjawab panggilan apapun." ujar Sakura.

Kesepuluh makhluk berpakaian putih serupa manusia tersebut sudah turun menghampiri mereka dan gerakan melayang yang mulus.

"Sudah dulu, maaf."

Sakura pun memutuskan komunikasi telepatis tersebut. Dan bersiap menghadapi sepuluh musuh bersama Hyewon dan Yena.

~~~

"Apa yang terjadi ?!" suara cemas Nako memecah keheningan.

"Kita harus cepat." jawab Eunbi. "Sakura, Hyewon, dan Yena diserang musuh."

"Argh ! mereka seharusnya tidak berpisah dengan kita." sahut Wonyoung.

"Apa kita harus membantu mereka ?" tanya Hitomi.

Eunbi menggeleng. "Aku bahkan tidak yakin jumlah kita cukup untuk menjelajahi wilayah terlarang menuju Jurang itu."

"Kita harus percaya kalau mereka bisa menanganinya." kata Yujin.

Kelima gadis itu menyetujuinya, mau tidak mau, dengan terpaksa. Sementara Valmon, Gantar, dan Elmer masih menunggu dengan tegang di belakang.

"Ayo cepat ! kita tidak punya waktu lagi." ucap Eunbi pada mereka bertiga. "Tunjukkan jalannya."

Valmon yang pertama mengangguk. Ia kemudian berjalan mendahului ke arah daerah di belakang desa yang berupa hutan besar. Kelima gadis itu tidak melihat adanya jalan yang bisa dilalui, namun Valmon terus berjalan menuju kumpulan semak belukar yang tebal.

"Kita harus lewat sini." kata Valmon.

Tidak ada komentar apapun, kelima gadis itu segera mengikuti Valmon memasuki semak tersebut. Elmer dan Gantar berada di barisan paling belakang.

Valmon yang memimpin perjalanan itu membuka kumpulan semak tersebut hingga tersingkap hutan di baliknya. Kelima gadis itu mengikuti Valmon untuk masuk ke dalam, lalu sambutan untuk mereka pun datang dari kabut yang menebal dan menyelimuti sekeliling. Kabut yang datang seakan melarang mereka untuk melanjutkan jalan, menutup jarak pandang mereka hingga hanya beberapa langkah ke depan.

"Seharusnya kabut belum muncul. Kita bahkan belum memasuki wilayah terlarang itu." Valmon menggumam pada dirinya sendiri. Namun kelima gadis itu mendengarnya dengan jelas. Dan mereka merasakan kecemasan yang merayap di sekeliling mereka.

"Cepatlah melangkah." Eunbi tidak membiarkan waktu terbuang dalam kecemasan. Ia berkata kepada Valmon yang langsung mengangguk dan melanjutkan langkah dengan hati-hati.

Waktu berlalu, pagi sepertinya sudah mulai terasa. Namun tidak ada ukuran waktu yang pas di hutan ini. Matahari tertutup lebatnya dahan pohon, kabut tebal mengelilingi mereka, dan kecemasan itu memaksa mereka untuk berjalan dalam keheningan yang menegangkan.

Valmon sudah mencengkeram gagang pedangnya sedari tadi. Matanya tetap awas pada sekitarnya. Namun ia belum melihat apapun. Apakah itu sesuatu yang baik ? Valmon malah merasakan sebaliknya. Ia merasakan kejahatan mengawasi dari balik kabut dan menunggu saat-saat kelengahan.

"Berapa lama lagi kita sampai ke sana ?" tanya Nako.

"Jika aku tidak salah, kita tidak perlu waktu lama lagi untuk sampai ke wilayah terlarang." jawab Valmon.

"Bagaimana dengan jurangnya ?" kali ini Wonyoung yang bertanya.

Valmon menggelengkan kepalanya dengan cepat diiringi helaan napas. Bukan pertanda baik, begitu pikir Wonyoung ketika melihat gerakannya.

"Seharusnya tidak jauh. Tapi kita tidak pernah tahu apa yang menanti di sana."

Wonyoung cukup untuk tahu. Dia tahu tidak ada gunanya untuk memaksa Valmon bergerak lebih cepat. Kondisi ini ternyata lebih sulit daripada yang ia kira. Wonyoung bahkan mengakui kemampuan Valmon yang tetap tahu arah yang benar di dalam kabut tebal yang menyebalkan ini.

Valmon mencabut pedangnya dengan cepat. Kedua saudaranya di belakang melakukan hal yang sama. Para gadis tidak mengetahui apa yang terjadi dan mereka dibingungkan dengan situasi siaga yang mendadak ini.

"Ada apa ?!" Eunbi bertanya. Valmon tidak menjawab karena memaksimalkan inderanya untuk merasakan ancaman yang mendekat itu.

"Bahaya." kata Valmon akhirnya. "Bersiaplah."

Suara gemerisik bergerak cepat dari kejauhan. Semak-semak terlempar dari tanah. Dan gerakan itu makin mendekat ke arah mereka. Eunbi, Nako, Wonyoung, Yujin, dan Hitomi segera mengeluarkan aura mereka yang berwarna warni. Dan bersiap menghadapi serangan yang datang.

~~~

To Be Continued...

12 Anomali Season 2 : "Secret Story of the Swan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang