10

201 31 4
                                    

Yohan tersenyum tipis, melihat wajah damai sang kekasih yang masih tertidur nyenyak. Ia duduk menyandar di kepala ranjang, tangannya bergerak menyingkirkan anak rambut yang menutupi pandangannya, semalam Yena mengeluh seluruh tubuhnya terasa sakit.

Memang gadis itu menangis cukup lama, tapi yang jelas lebih dominan efek samping necromancy. Si pembangkit memang menggunakan energi yang cukup banyak dalam proses pembangkitan, tapi dengan istirahat yang cukup maka semuanya akan kembali normal.

Maka dari itu, tanpa diminta Yohan langsung menggendong tubuh mungil Yena menuju kamar. Si gadis menggeliat, sepertinya perbuatan Yohan sedikit mengusik tidurnya.

Perlahan namun pasti, manik mata itu terlihat. Yena mengerjap pelan, keningnya mengernyit lalu seketika ia kembali menutup matanya.

"Pagi Choi Yena, tidak mau lihat pemandangan pagimu yang tampan ini?" suara serak Yohan memenuhi pendengaran Yena. Ia sontak membuka matanya, meneriaki dalam kepalanya kalau ini bukanlah sebuah imajinasi.

Yena sontak bangkit dan dengan cepat memeluk Yohanㅡkarena ia masih belum percaya dengan matanya.

Nyata, ini nyata. Kim Yohan benar-benar berhasil kembali padanya. Yohan terkekeh pelan, ia juga membalas pelukan tersebut. Sesekali tangannya bergerak mengusap lembut rambut sang kekasih.

"Ini nyata..." lirih Yena di sela tangisannya.

"Hei, ayo berhenti menangis. Kepalamu bisa sakit karena terlalu banyak menangis."

Gelengan di lehernya terasa menggelitik karena rambut Yena. Yohan terkekeh lagi, ah ia benar-benar rindu seperti ini.

Yohan membenahi posisi Yena, membawa kekasihnya itu ke pangkuannya. Ia peluk posesif pinggangnya, lalu meletakkan kepalanya di bahu sang kekasih. Menghirup aroma tubuh sang kekasih yang selalu menjadi candu untuknya.

Tangisan Yena perlahan mereda, namun pelukkan itu masih sama eratnya. Seakan kalau terlepas, mereka akan kembali berpisah.

"Ayo bergerak, memangnya tidak mau makan?"

Yena mendongak, ia merenggut pada Yohan. Si tampan terkekeh lagi, ia usap rambut kekasih cantiknya itu.

"Kita punya banyak waktu Yena, ayo mandi dulu ya?"

Cukup lama meyakinkan Yena, akhirnya gadis itu menurut dan langsung berlari ke kamar mandi. Sementara Yohan sudah mandi lebih dulu, ia bangkit dan bergerak ke arah dapur.

Ia tentunya tidak mau membiarkan Yena kelaparan, karena sejak dulu kemampuan memasak Yohan lebih baik dari Yena. Tangan besarnya bergerak membuka kulkas, mengambil beberapa bahan yang ia butuhkan. Hanya ingin membuat nasi goreng kimchi, namun ia mengernyit saat menemukan darah.

Setaunya, Choi Yena tidak menyukai sesuatu seperti sup darah. Tapi kenapa ia memiliki persediaan darah?

Tapi Kim Yohan memilih untuk tidak memikirkan hal itu. Pemuda Kim itu dengan gesit langsung membuat makanan untuk mereka berdua.

Yena baru selesai mandi, keluar dari kamar dengan tangannya yang sibuk mengusak handuk ke rambut basahnya.
Langkah kakinya terhenti, ia menatap Yohan yang sedang memasak. Kedua sudut bibirnya tertarik, membuat senyuman tulus mencapai matanya. Ini adalah pemandangannya setiap pagi yang selalu ia rindukan, siapa yang menyangka kalau ternyata takdir mendukungnya dengan Kim Yohan.

Yohan terkejut saat sepasang lengan tiba-tiba menyergapnya dengan pelukan. Diikuti dengan rasa lembab di punggungnyaㅡrambut Yena yang masih basah.

"Tunggu sebentar ya, sebentar lagi selesai." sebelah tangannya ia gunakan untuk mengusap lengan yang melingkar di pinggangnya, sementara tangannya yang lain masih konsisten dalam mengaduk nasi dengan bumbu-bumbunya.

NECROMANCY (JB x YENA)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang