11

176 33 7
                                    

Yena diam, otak dan hatinya sedang berperang untuk memutuskan mulutnya harus mengucapkan apa. Tapi yang ada sejak tadi tak kunjung mendapatkan hasil, belum lagi tatapan Yohan yang jelas menuntut penjelasan.

"Vampire..."

"Aku tau soal itu."

Yohan tidak perlu terkejut lagi jika Choi Yena bilang kalau yang barusan datang tadi adalah vampire. Semenjak mengenal Yena, ia memang selalu mendapati banyak hal yang ia pikir hanya sebuah fantasi. Lagi pula, sosok itu tadi muncul begitu saja dan juga menghilang begitu saja. Mungkin kalau orang lain yang melihat, bisa dipastikan akan pingsan.

Tapi ini Kim Yohan, ia akan meminta penjelasan mengenai 'siapa itu bagi Yena.' bukan 'makhluk apa itu.'

"Maksudku, seberapa dekat kalian? Dia bisa seenaknya masuk ke rumahmu begitu saja?"

Yohan akhirnya mengutarakan pertanyaan yang ada di otaknyaㅡkarena Yena sejak tadi belum bersuara sama sekali.

"Choi Yena, aku bertanya padamu."

Yena kalang kabut saat Yohan sudah berbicara dengan nada rendahnya, belum lagi rahang kekasihnya itu terlihat mengeras karena menahan emosinya. Bukannya ia tidak mau menjawab, Yena hanya sedang memikirkan ungakapan yang tepat untuknya dan Jaebum. Friends with benefit? Tidak, bukan ide yang bagus.

"Teman, kami hanya berteman. Lagi pula ia membantuku dalam
ritualmu."

Yohan tidak menjawab, hanya memandang Yena penuh selidik. Tentunya membuat si gadis risih. Tatapan Yohan seakan sedang memindainya, mencari di mana letak keanehannya. Tapi Choi Yena berhasil menyembunyikan rasa gugupnya, meski di otaknya sempat terlintas adegan bercintanya dengan Jaebum.

"Pantas saja ada darah di kulkasmu."

"Iya, dia minta diberikan darah sebagai gantinya."

Tangan si gadis ingin mengambil soda di atas meja terhenti sebelum berhasil meraih sodanya kala merasakan hidung Yohan mengusak lehernya. Tubuhnya mendadak tegang saat merasakan napas hangat sang kekasih.

"Apa dia meminum darahmu?" di ujung kalimatnya, Yohan menjilat leher Yenaㅡyang sukses membuat sang empu melenguh.

"T-tidak..." Gadis Choi itu mengigit bibir bawahnya, berusaha keras untuk tidak mengeluarkan suara yang bisa mengundang hasrat Yohan.

"Apa dia mengigit lehermu?" Yena menggeleng ribut saat Yohan bertanya seperti itu.

"Dia tidak mengigitnya seperti ini?"

Diluar dugaan, Yohan benar-benar mengigit leher Yena. Ia gigit pelan leher itu hingga meninggalkan bekas gigitan yang memerah. Yena panik, memang Yohan hanya manusia tapi pemuda Kim itu memiliki gigi taring yang cukup runcing. Meski tidak menembus lehernya, tetap saja terasa sakit.

"Y-Yohan, berhenti..."

Yena meremat kuat pundak kekasihnya, karena kini Yohan sedang membuat beberapa tanda di leher panjangnya.

"Aku merindukanmu."

Tanpa bisa ia hentikan, Yohan sudah merubah posisi mereka. Tubuh mungil Yena terdorong oleh kekasihnya, ia terlentang di sofa sementara Yohan berpindah ke atasnyaㅡmengukungnya. Belum sempat dibiarkan mengatur jantungnya, Yohan sudah mengeliminasi jarak yang ada di antara mereka. Ia tak main-main saat bilang rindu pada Yena, Pemuda Kim itu memagut bibir kesukaannya dengan lembut.

Yena pada akhirnya terbuai karena pagutan itu begitu lembut. Ia juga tak mau munafik kalau dirinya juga merindukan Yohan, termasuk sentuhannya. Yohan dengan telaten memagut bibir atas dan bawahnya bergantian. Tangan Yena mengalung dengan sempurna di leher kekasihnya, menekan tengkuk itu dan juga membalas pagutan penuh rindu mereka.

Pagutan yang semula lembut itu kini berangsur menjadi panas karena hasrat keduanya yang meletup-letup. Yohan mulai memakan bibir Yena dengan rakus, kepalanya bergerak miring ke kanan dan kiri guna mencari posisi yang nyaman.

"Yoㅡ"

Pagutan itu terlepas untuk beberapa saat, hanya untuk merenggut udara dengan rakusㅡkarena Yohan kembali menyatukan bibir mereka. Maka dari itu, Yena itu tidak sempat mengatakan apapun karena bibirnya kembali dipagut oleh sang kekasih.

Yena mendongak secara natural ketika bibir Yohan menjelajah turun. Pemuda itu menghirup aroma yang menguar dari tubuh Yena dengan rakus. Yena menggit bibir bawahnya cukup kuat kala daging tak bertulang itu mengeksplorasi bagian lehernya, ia bisa gila akibat afeksi yang menghampirinya. Yohan menambah beberapa tanda di leher Yenaㅡyang tentunya tidak akan hilang dengan cepat. Tubuh si cantik melengkung dengan lenguhannya saat tangan besar Yohan mengusap pinggangnya sensual.

Pergumulan panas di atas sofa itu tak kunjung berhenti, Yohan masih betah meraba-raba tubuh Yena dari balik kaosnya. Dengan mulut yang sibuk mengecap setiap inci leher hingga bahu si gadis. Mereka bahkan tidak perduli kondisi ruang tamu itu yang sudah gelap, karena matahari sudah mulai turun dan bulan perlahan menggantikan tugas sang mentari.

Yohan menjauhkan wajahnya, ia menatap sang kekasih yang tampak begitu berantakan di bawah kungkungannya. Ia tersenyum tipis, menatap intens si cantik. Manik Yohan tampak gelap karena hasratnya, begitu pula dengan Yena. Tangan gadis Choi itu bergerak untuk menangkup pipi kanan sang kekasih, mengusapnya pelan karena lagi-lagi ia pikir ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

"Aku nyata Choi Yena. Aku di sini."

Tangan Yohan juga melakukan hal serupaㅡmengusap pipi Yena. Bahkan dengan kedua tangannya, ia yang semula menopang tubuh dengan tangannya berubah dengan lututnya. Tangan Yohan terus merambat turun hingga terhenti di leher Yena yang penuh tanda darinya, ia menyeringai puas melihat banyaknya tanda di sana.

"Aku nyata, karena itu aku bisa melakukan ini."

Tiba-tiba Yohan mencekik leher Yena, membuat sang empu panik dan langsung memukul-mukul dada Yohan. Yena memberontak namun tenaganya tidak sebanding dengan Yohan. Sorot mata Yohan seakan marah, cekikan pada leher Yena semakin kuat seiring waktu.

"Yo-Yohan..."

Yena berusaha menarik tangan Yohan yang mencekik lehernya, sesak dan sakit sekali. Ia mulai kesulitan bernapas, tatapannya pada Yohan mulai buramㅡentah karena oksigennya semakin menipis atau karena matanya yang berair. Yang jelas, ia tau kalau yang dihadapannya ini bukanlah Kim Yohan yang ia kenal.

"Jika aku membunuhmu, aku bisa abadi. Jadi, berkorbanlah untukku sekali lagi."

Tawa Yohan menggema di ruang gelap itu, Yena sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa karena semua tenaganya sudah habis. Kesadarannya juga sudah di ujung batas, mengingat tidak ada oksigen yang masuk ke otaknya.

"Jaebum..."

Hanya nama itu yang terlintas di otaknya, ia sama sekali tidak bisa berbuat apapun dan Im Jaebum adalah harapan terakhirnya. Yena benar-benar berharap kalau Jaebum bisa datang dan membantunya, menyelamatkannya dari Kim Yohanㅡatau mungkin bukan.

"Im Jaebum, tolong aku..."

Yena berkali-kali berteriak dalam pikirannya. Ia terus berusaha mempertahankan kesadarannya, berusaha mengambil oksigen dari mulutnya. Yohan masih mencekiknya tanpa ampun dengan manik penuh amarah itu.

Namun, Yena menyerah. Ia menutup matanya karena sudah lelah, lelah mempertahankan kesadarannya, lelah menahan sakit di lehernya, lelah berusaha mengais udara. Dan lelah berharap kalau Im Jaebum akan muncul, karena nyatanya sosok itu tak kunjung hadir hingga kesadarannya semakin menipis.



tbc.



HMMM YOHAN, HMMM.

Yok tebak, itu Yohan beneran apa bukan:D?

NECROMANCY (JB x YENA)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang