26 Jinayat / Hukum setara

40 2 0
                                    

Pengertian Jinayat
Jinayat yang menjadi bentuk jama’ dari lafadz “jinayah” mencakup pada bentuk membunuh, memotong anggota badan atau melukai. Macam-Macam Pembunuhan
Pembunuhan ada tiga macam,
pertama pembunuhan ‘amdun mahdun (murni sengaja). Lafadz ‘amdun adalah bentuk masdar dari fi’il madli “’amida” satu wazan dengan lafadz “dlaraba”, dan maknanya adalah sengaja.

Dan ketiga- khatha’ mahdlun (murni tidak sengaja), dan ‘amdun khatha’ (sengaja namun salah).
Mushannif menjelaskan tafsiran al ‘amdu di dalam perkataan beliau,
Al ‘amdu al mahdu adalah pelaku sengaja memukul korban dengan menggunakan sesuatu yang biasanya bisa membunuh.Dan pelaku sengaja untuk membunuh korban dengan sesuatu tersebut.Dan ketika demikian, maka sang pelaku wajib di-qishash.

Penjelasan mushannif bahwa harus mempertimbangkan kesengajaan untuk membunuh adalah pendapat yang lemah. Sedangkan pendapat yang kuat adalah tidak perlu ada kesengajaan untuk membunuh.Penetapan qishash disyaratkan bahwa orang yang terbunuh atau terpotong anggota badannya harus islam atau memiliki ikatan aman.Sehingga untuk kafir harbi dan orang murtad, maka tidak ada kewajiban qishash ketika dibunuh oleh orang islam.

Kemudian, jika korban memaafkan pelaku di dalam kasus ‘amdun mahdlun, maka pembunuh wajib membayar diyat mughaladhah (yang diberatkan) dengan seketika dan diambilkan dari harta si pembunuh.

Mushannif akan menyebutkan tentang penjelasan taghlidh diyat tersebut,
Khatha’ mahdlun adalah seseorang melempar sesuatu seperti binatang buruan, namun kemudian mengenai seorang laki-laki hingga menyebabkan meninggal dunia.Maka tidak ada kewajiban qishash bagi orang yang melempar, akan tetapi ia wajib membayar diyat mukhaffafah (yang diringankan) yang dibebankan kepada ahli waris ashabah si pelaku dengan cara ditempo selama tiga tahun. Dan mushannif akan menyebutkan penjelasannya,Setiap satu tahun dari masa itu diambil kira-kira sepertiga dari seluruh diyat.

Bagi waris ashabah yang kaya dan memiliki emas, maka setiap akhir tahun wajib membayar setengah dinar. Dan bagi yang memiliki perak wajib membayar enam dirham sebagaimana yang telah jelaskan oleh imam al mutawalli dan yang lain.Yang dikehendaki dengan al ‘aqilah adalah ahli waris ashabah si pelaku, bukan orang tua atau anak-anaknya.

Amdul Khatha’ adalah pelaku sengaja memukul korban dengan menggunakan sesuatu yang biasanya tidak sampai membunuh seperti si pelaku memukul korban dengan tongkat yang ringan, namun kemudian korban yang dipukul meninggal dunia.Maka tidak ada kewajiban had atas si pelaku, akan tetapi wajib membayar diyat mughalladhah (diberatkan) yang dibebankan kepada waris ‘aqilah si pelaku dengan cara ditempo selama tiga tahun. Dan mushannif akan menyebutkan penjelasan sisi berat diyat tersebut.
Syarat kewajiban qishash dalam kasus pembunuhan ada empat.

Pertama, si pembunuh sudah baligh. Sehingga tidak ada kewajiban qishash atas anak kecil. Seandainya si pembunuh berkata, “saya saat ini masih bocah (belum baligh)”, maka ia dibenarkan tanpa harus bersumpah.

Kedua, si pembunuh adalah orang yang berakal.Sehingga qishash tidak boleh dilakukan pada orang gila kecuali gilanya terputus-putus, maka dia diqishash pada waktu sembuh.Qishash wajib dilaksanakan pada orang yang hilang akalny sebab meminum minumam memabukkan akibat kecorobohan saat meminumnya.
Ketiga, si pembunuh bukan orang tua korban yang dibunuh.Maka tidak ada kewajiban qishash atas orang tua yang membunuh anaknya sendiri, walaupun anak hingga ke bawah (cucu).

Ke empat, korban yang terbunuh statusnya tidak sebawah status si pembunuh, sebab kafir atau status budak.Sehingga orang muslim tidak boleh dihukum mati sebab membunuh orang kafir harbi, dzimmi atau kafir mu’ahhad.Orang merdeka tidak boleh dihukum mati sebab membunuh seorang budak.Seandainya korban yang terbunuh memiliki nilai kekurangan dibanding dengan si pembunuh sebab tua, kecil, tinggi, atau pendek semisal, maka semua itu tidaklah dianggap.

FATHUL QORIB ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang