3 Tempat yang Haram, Siwak, Wudhu

176 6 0
                                    

Fasal : menjelaskan wadah-wadah yang haram dipergunakan dan yang boleh dipergunakan.


Mushannif mengawali dengan yang pertama (yang haram dipergunakan). Beliau berkata, “selain keadaan darurat, tidak diperkenankan bagi laki-laki dan perempuan untuk menggunakan sesuatu dari wadah-wadah yang terbuat dari emas dan perak. Tidak untuk makan, minum dan selain keduanya.”

Sebagaimana haram menggunakan barang-barang yang telah disebutkan di atas, begitu juga haram menyimpannya tanpa digunakan menurut pendapat al ashah.

Penyepuhan

Dan juga haram menggunakan wadah yang disepuh dengan emas atau perak, jika ada sepuhan yang terpisah seandainya dipanggang di atas api.

Wadah Selain Emas Dan Perak

Diperbolehkan menggunakan wadah yang terbuat dari selain keduanya, yaitu selain emas dan perak, yaitu wadah-wadah yang indah seperti wadah yang terbuat dari yaqut.

Tambalan Emas Dan Perak

Haram menggunakan wadah yang ditambal dengan tambalan perak yang berukuran besar menurut ‘urf dengan tujuan berhias.

Jika tambalan perak itu berukuran besar karena ada hajat, maka diperbolehkan namun makruh. Atau berukuran kecil secara ‘urf karena tujuan berhias, maka dimakruhkan. Atau karena hajat, maka tidak dimakruhkan.

Adapun tambalan yang terbuat dari emas, maka hukumnya haram secara mutlak, sebagaimana yang disyahkan oleh imam an Nawawi.




Fasal: menjelaskan tentang menggunakan alat siwak. Bersiwak termasuk salah satu kesunnahan wudu’.


Siwak juga diungkapan untuk barang yang digunakan bersiwak, yaitu kayu arak dan sesamanya.

Hukum Bersiwak

Siwak disunnahkan pada semua keadaan.

Siwak tidak dimakruhkan tanzih kecuali setelah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa, baik puasa fardlu atau sunnah.

Hukum makruh tersebut menjadi hilang dengan terbenamnya matahari. Namun imam an Nawawi lebih memilih hukum tidak makruh secara mutlak


Fasal) menjelaskan wardlu-wardlu wudlu’


Lafadz “al wudlu’” dengan terbaca dlammah huruf waunya, menurut pendapat yang paling masyhur adalah nama pekerjaannya. Dan dengan terbaca fathah huruf wa’unya “al wadlu’” adalah nama barang yang digunakan untuk melakukan wudlu’.

Lafadz yang pertama (al wudlu’) mencakup beberapa fardlu dan beberapa kesunnahan.

Fardunya wudhu’ ada Enam

Mushannif menyebutkan fardlu-fardlunya wudlu’ di dalam perkatan beliau, “fardlunya wudlu’ ada enam perkara.”

Niat wudlu’

Pertama adalah niat. Hakikat niat secara syara’ adalah menyengaja sesuatu besertaan dengan melakukannya. Jika melakukannya lebih akhir dari pada kesengajaannya, maka disebut ‘azm.

Niat dilakukan saat membasuh awal bagian dari wajah. Maksudnya bersamaan dengan basuhan bagian tersebut, bukan sebelumnya dan bukan setelahnya.

Sehingga, saat membasuh anggota tersebut, maka orang yang wudlu’ melakukan niat menghilangkan hadats dari hadats-hadats yang berada pada dirinya.


Atau niat agar diperkenankan melakukan sesuatu yang membutuhkan wudlu’. Atau niat fardlunya wudlu’ atau niat wudlu’ saja.

Atau niat bersuci dari hadats. Jika tidak menyebutkan kata “dari hadats” (hanya niat bersuci saja), maka wudlu’nya tidak syah.

Ketika dia sudah melakukan niat yang dianggap syah dari niat-niat di atas, dan dia menyertakan niat membersihkan badan atau niat menyegarkan badan, maka hukum wudlu’nya tetap syah.

Membasuh Wajah

Fardlu kedua adalah membasuh seluruh wajah.

Batasan panjang wajah adalah anggota di antara tempat-tempat yang umumnya tumbuh rambut kepala dan pangkalnya lahyaini (dua rahang). Lahyaini adalah dua tulang tempat tumbuhnya gigi bawah. Ujungnya bertemu di janggut dan pangkalnya berada di telinga.

Dan batasan lebar wajah adalah anggota di antara kedua telinga.


FATHUL QORIB ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang