Sumpah Zihar, Hadlonah
BAB ZIHAR
A.Pengertian Zihar
Dhihar secara bahasa diambil dari kata “al zhahru” (punggung). Dan dalam istilah syariah adalah perkataan suami yang menyerupakan istrinya yang tidak tertalak ba’in dengan wanita yang tidak halal dinikahi oleh sang suami tersebut.B.Praktek dan Contoh Zhihar
Dhihar adalah ucapan seorang laki-laki pada istrinya, “engkau bagiku seperti punggung ibuku. Ungkapan dhihar tertentu pada kata “adh dhahru (punggung)” bukan perut semisal, karena sesungguhkan punggung adalah tempat menunggang dan istri adalah tunggangan sang suami.C.Konsekuensi Zhihar
Ketika sang suami mengatakan hal itu pada istrinya, maksudnya kata “engkau bagiku seperti punggung ibuku”, dan ia tidak melanjutkan langsung dengan talak, maka ia dianggap kembali pada sang istri. Dan kalau demikian, maka wajib membayar kafarat.Kafarat tersebut bertahap. Mushannif menyebutkan penjelasan tentang tahapan pelaksanaan kafarat tersebut di dalam perkataan beliau,
Kafarat (Tebusan) Zhihar
Kafarat zhihar adalah memerdekakan budak mukmin yang beragama islam walaupun sebab islamnya salah satu dari kedua orang tuanya, yang selamat / bebas dari aib yang bisa mengganggu / membahayakan pekerjaan dengan gangguan yang begitu jelas.Kemudian, jika orang yang melakukan dhihar tidak menemukan budak maka wajib melaksanakan puasa dua bulan berturut-turut.Puasa dua bulan tersebut disertai dengan niat kafarat di malam hari. Kemudian, jika orang yang melakukan sumpah dhihar tidak mampu berpuasa dua bulan atau tidak mampu melaksanakannya secara terus menerus / berturut-turut, maka wajib memberi makan enam puluh orang miskin atau orang faqir.BAB LIAN
A.Pengertian lian
Ketika seorang laki-laki menuduh zina terhadap istrinya, maka wajib baginya untuk menerima had qadzaf, dan akan dijelaskan bahwa sesungguhnya had qadzaf adalah delapan kali cambukan.Kecuali lelaki yang menuduh zina tersebut mampu mendatangkan saksi atas perbuatan zina wanita yang ia tuduh.Atau lelaki tersebut melakukan sumpah li’an terhadap istrinya yang ia tuduh berzina.
B.Konsekuensi Li’an
Li’an yang dilakukan oleh seorang suami walaupun sang istri tidak melakukan sumpah li’an, berhubungan dengan lima hukum :
(1)Yang pertama, gugurnya had dari sang suami maksudnya had qadzaf yang dimiliki oleh istri yang dili’an, jika memang sang istri adalah wanita yang muhshan (terjaga), dan gugurnya ta’zir jika sang istri bukan wanita yang muhshan. (
2)Yang kedua, tetapnya hukum had atas sang istri, maksudnya had zina baginya, baik ia wanita muslim ataupun kafir jika ia tidak melakukan sumpah li’an.
(3)Yang ketiga, hilangnya hubungan suami istri.Selain mushannif mengungkapkan hal ini dengan bahasa “perceraian untuk selama-lamanya”. Perceraian tersebut hukumnya sah / hasil dhahir batin, walaupun sang suami yang melakukan sumpah li’an tersebut mendustakan dirinya.
(4)Yang ke empat, memutus hubungan anak dari suami yang melakukan sumpah li’an.Sedangkan untuk istri yang melakukan sumpah li’an, maka nasab sang anak tidak bisa terputus dari dirinya.
(5)Yang kelima, mengharamkan sang istri yang melakukan sumpah li’an untuk selama-lamanya. Sehingga bagi lelaki yang melakukan sumpah li’an tidak halal menikahinya lagi dan juga tidak halal mewathinya dengan alasan milku yamin, walaupun wanita tersebut berstatus budak yang ia beli.BAB IDDAH
A.Pengertian Iddah
‘Iddah secara bahasa adalah kalimat isim dari fi’il madli “i’tadda.”Dan secara syara’ adalah penantian seorang perempuan dalam jangka waktu yang bisa diketahui dalam rentan waktu tersebut bahwa kandungannya telah bersih, dengan beberapa masa suci, beberapa bulan atau melahirkan kandungan.B.Macam wanita iddah
1.Wanita Iddah karena Ditinggal Mati Suami (Mu’taddah Mutawaffa‘Anha Zaujuha)Untuk mu’taddah mutawaffa ‘anha zaujuha, jika berstatus merdeka dan sedang hamil, maka ‘iddahnya sebab wafatnya sang suami adalah dengan melahirkan kandungan. Jika mu’taddah mutawaffa ‘anha zaujuha itu tidak dalam keadaan hamil, maka masa ‘iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari sepuluh malam.
2.Wanita Iddah Bukan Karena Ditinggal Mati (Mu’taddah Ghairu Mutawaffa ‘Anha Zaujuha). Untuk mu’taddah ghairu mutawaffa ‘anha zaujuha jika dalam keadaan hamil, maka ‘iddahnya dengan melahirkan kandungan yang bisa dihubungkan nasabnya pada suami yang memiliki ‘iddah tersebut. Jika mu’taddah ghairu mutawaffa ‘anha zaujuha itu tidak dalam keadaan hamil dan ia termasuk golongan wanita yang memiliki / memungkinkan haidl, maka ‘iddahnya adalah tiga kali aqra’, yaitu tiga kali suci. Sedangkan idahnya budak setengah dari orang merdekaPASAL WANITA YANG MENJALANKAN ‘IDDAH DAN HUKUM-HUKUMNYA.
A.Wanita Talak Raj’i
Bagi wanita yang menjalankan ‘’iddah talak raj’i maka wajib menetap di rumah yang menjadi tempat saat ia tertalak jika memang layak baginya. Dan wajib diberi nafkah dan pakaian kecuali ia nusuz sebelum tertalak atau di tengah-tengah pelaksaan ‘iddah.
B.Wanita Talak Ba’in
Bagi wanita yang tertalak ba’in wajib diberi tempat tinggal tidak wajib diberi nafkah kecuali ia dalam keadaan hamil. Wajib bagi mu’taddah mutawaffa ‘anha zaujuha untuk melakukan ihdad.
C.Wanita Yang Ditinggal Mati Suami
Ihdad secara bahasa diambil dari lafadz “al had”. Al had adalah bermakna mencegah.Ihdad secara syara’ adalah mencegah diri dari berhias dengan tidak memakai pakaian yang diwarna dengan warna yang ditujukan untuk berhias seperti pakaian yang berwarna kuning atau merah. Hukumnya mubah memakai pakaian yang tidak berwarna dari bahan kapas, bulu, katun, sutra ulat, dan pakaian berwarna yang tidak ditujukan untuk berhias. Barang siapa baru memiliki budak wanita dengan cara membeli yang sudah tidak ada hak khiyar lagi, dengan warisan, wasiat, hibbah, atau yang lain dari cara-cara kepemilikan atas diri si budak wanita dan budak wanita tersebut bukanlah istrinya, ketika hendak mewathinya, maka bagi dia haram bersenang-senang dengan budak wanita tersebut hingga ia melakukan istibra’ padanya. Jika budak wanita tersebut termasuk golongan wanita yang memiliki haidl, maka dengan satu kali haidl. Jika budak wanita tersebut termasuk dari wanita hamil, maka ‘iddahnya dengan melahirkan kandungan.BAB SAUDARA SEPERSUSUAN
A.Pengertian
Rodho' (atau radha'ah) adalah terjadinya hubungan kekerabatan mahram karena sesusuan walaupun bukan anak kandung dalam pengertian yang umum. Hubungan mahram karena rodo' sama dengan kekerabatan karena keturunan yakni meliputi (a) anak dengan perempuan yang menyusui; (b) anak yang disusui dengan anaknya ibu yang menyusui; dll.
B.Syarat-syarat menjadi saudara sepersusuan, Syarat nya ada dua : (1) Salah satunya, usia anak tersebut kurang dari dua tahun sesuai dengan hitungan tanggal. Anak yang sudah mencapai dua tahun, maka menyusuinya tidak bisa memberikan dampak ikatan mahram. (2) Syarat kedua, wanita yang menyusui telah menyusui anak tersebut sebanyak lima kali susuan yang terpisah-pisah dan masuk ke perut sang bocah.BAB MENAFKAHI
A.Nafkah orang tua dan anak
Orang tua yang diberikan nafkah ketika : Mereka faqir, yaitu tidak memiliki harta atau tidak mampu bekerja dan lumpu, atau faqir dan gila. Az zamanah adalah bentuk kalimat masdar dari rangkaian “zamuna ar rajulu zamanatan (lelaki yang benar-benar lumpuh) ketika ia memiliki penyakit”.
Sedangkan anak diberikan nafkah ketika: Salah satunya adalah fakir dan masih kecil. Sehingga anak yang kaya dan sudah besar, maka tidak wajib diberi nafaqah. Atau faqir dan lumpuh. Sehingga anak yang kaya dan kuat, maka tidak wajib diberi nafaqah.Atau faqir dan gila. Sehingga anak yang kaya dan mempunyai akal, maka tidak wajib diberi nafaqahBAB HADONAH
A.Pengertian Hadonah (Pengasuhan Anak)
secara syara’ adalah menjaga anak yang belum bisa mengurusi dirinya sendiri dari hal-hal yang bisa menyakitinya karena belum tamyiz seperti anak kecil dan orang dewasa yang gila.
B.Masa Asuh
Hak asuh sang istri terus berlangsung hingga melewati usia tujuh tahun. Kemudian setelah itu, bocah yang sudah tamyiz tersebut disuruh memilih di antara kedua orang tuanya. Mana yang dia pilih, maka sang anak diserahkan padanya. Lalu, jika salah satu dari kedua orang tuanya memiliki kekurangan seperti gila, maka sang anak diserahkan pada orang tua yang satunya selama sifat kurang tersebut masih ada pada orang tua yang satu itu. Jika ayahnya sudah tidak ada, maka sang anak disuruh memilih di antara kakek dan ibunya
C. Syarat hadonah:
1. Berakal
2. Agama
3. Iffah (terhormat)
4. Merdeka
D. Biaya Asuh
Biaya hadlanah ditanggung oleh orang yang wajib menafkahi anak tersebut. Ketika sang istri enggan merawat anaknya, maka hak asuh berpindah pada ibu sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATHUL QORIB ✔
AcciónFathul Qorib Kitab Fikih Dasar Pesantren Salaf dan Modern Jelas dan Ringkas FIQIH PESANTREN Modern dan Salaf Tatacara wudhu, shalat, zakat, puasa, dan Haji Terimakasih kepada: 1. Meike Budi Saputri 2. Chusnul Farida 3. Mar'atus Sholihah 4. Fira 5. S...