Bagian 13. Putus

71 44 5
                                    

Senin ini adalah hari pertama masuk sekolah, Wiska masih seperti biasa diantar oleh Zafran menuju sekolahnya.
Hari ini adalah hari Leon pertama kali masuk SMU, dengan sedikit perban di atas mata kanannya, ia berjalan dari parkiran menuju aula pertemuan siswa baru bersama empat kawannya itu, serentak para murid wanita memandangi mereka.

Mereka terkagum dengan ketampanan lima sekawan itu, mereka ber lima menggunakan beberapa barang branded seperti tas, sepatu dan juga jaket couple sehingga menjadi pusat perhatian di sekolah. Sesampainya di aula mereka duduk dibarisan para murid laki-laki, tak lama kemudian datanglah tiga laki-laki dengan mengenakan jaket panitia.

"Nama lo siapa? anak baru udah belagu," tegur salah satu dari mereka.

"Orang kita biasa aja, gak usah sewot kali!" jawab Rasya dengan tertawa, lalu di ikuti empat sekawan itu.

"Maksud lo apa? Gue yang punya acara disini. Copot jaket lo!" ucap salah satu anak lali-laki sembari teriak, seketika semua siswa memperhatikan mereka. Rasya dan Gery pun mulai naik darah dan hampir menghajarnya, namun Leon dan Arfan menghalangi mereka berdua. Akhirnya Leon pun angkat bicara.

"Sorry ya bang, gue tau lo kakak kelas. Tapi jangan seenaknya gini dong. Lagian kita gak ngrugiin lo kan?" Leon berbicara masih berbicara dengan pelan.

"Maksud lo apa? jangan nyolot deh," tangannya mendorong pundak Leon, Leon seketika berdiri dan memberi isyarat pada empat kawannya agar tetap dalam posisi duduk.

"Gue bukannya sombong, tapi lo udah kelewat batas. Ya gue sih bukannya ngancem, tapi Yayasan ini punya keluarga gue, kalo lo berani macem-macem, ya gue ga segan-segan hancurin reputasi lo, dan hal terparahnya mungkin lo bakal di DO dari sini tanpa harus nunggu lama," Leon berbisik sangat lirih pada salah satu mereka, ia pun langsung terdiam dan mengajak dua temannya untuk meninggalkan tempat itu.

"Ngomong apa lo Eon, langsung pada ngibrit kaya liat setan?" Gery tertawa.

"Kaya gak tau Leon aja yang punya seribu kata buat nakutin musuhnya," Rasya tersenyum sinis , dan Leon hanya diam.

"Tapi kali ini lo ga bohongin mereka kan, Eon?" tanya Arfan.

"Gak lah, gue bilang aja nih sekolah yayasan keluarga gue. Kan gue gak salah dong?" Leon mengangkat bahunya.

"Dasar lo, dimana-mana pake kekuasaan keluarga, gentelmen dikit kenapa. Berantem kek, tinju-tinjuan kek. Ah gak seru lo," Rasya mengejek, serentak mereka tertawa sangat keras, hingga akhirnya panita acara melirik pada mereka dan mereka langsung terdiam seperti patung.

***

Disisi lain Wiska memberi oleh-oleh sisa liburannya ke Bali pada Yana, seperti jaket, baju, selendang khas Bali, aksesoris rambut, gantungan kunci dan juga kalung, semua ia kasih pada Yana.

Wiska pun tak tanggung-tanggung jika memberi pada sahabatnya ini, Yana pun sangat senang mendapat hadiah itu. Yana selama liburan tidak pergi kemana-mana, karena Papanya sibuk dengan jabatan Polisinya yang jarang mendapat libur, dan Mamahnya menunggu sebuah toko baju miliknya. Yana tidak memiliki kakak jadi ia tidak mempunyai teman untuk berlibur, ia memiliki dua adik laki-laki yang masih SD dan TK jadi tidak mungkin ia akan mengajak adiknya yang masih kecil itu.

"Lo beruntung banget Wis punya abang, lha gue." Yana cemberut.

"Tapi lo kan punya dua adik, pasti lucu tuh, rumah juga pasti rame. Beda kayak rumah gue yang sepi, adanya suara bang Zafran yang cempreng doang. Bikin sakit kuping tau ngga." Wiska tertawa.

"Tapi lo enak abis dari Bali terus ke Jerman, betapa asiknya kalo gue bisa jadi lo,"

"Capek kali naik pesawat mulu." Wiska mengalihkan pandangannya. Tiba-tiba guru mereka memasuki kelas, pelajaran pun segera dimulai. Wiska dan Yana menghentikan obrolannya.

Oh Tidak (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang