Janji

275 27 1
                                    

"maafkan aku, tooru,"

.

.

.

Wanita yang sedang mengemudi mobil silver terus-menerusnya berdoa mengharapkan dia diberi kesempatan kedua tuk memperbaiki hidupnya yang sudah terlanjur kacau. Salah satu Tangannya tak pernah ia lepaskan dari anaknya. Pikirannya sudah terlalu keruh tuk memikirkan yang lain bahkan dia nyaris kehilangan konsentrasi diperjalanan menuju rumah sakit.

Ban rem mobil berdecit sangat nyaring di lantai karna basah. Wanita yang tak beralas kaki langsung turun dan berlari ke ruangan UGD dan beberapa petugas medis langsung berlari menjemput bocah yang sudah dari tadi tak sadarkan diri. Walaupun tidak sederas sebelumnya tetapi tetap saja darah terus mengalir hingga mmengotori tubuh dan baju para petugas. Anak kecil itu langsung masuk ke ruang tindakan disaat wanita itu ditahan oleh salah satu petugas tuk segera menyelesaikan administrasi dan juga membayar uang muka.

Tangannya yang bergemetar itu serasa sudah tak sanggup tuk menulis dengan baik segala kelengkapan data yang ada. Langkah kakinya juga tak lagi mampu berlari tuk ke loket pembayaran dan sekarang sisanya hanya menunggu kepastian. Apakah anaknya selamat atau tidak.

.

.

.

Waktu seperti membeku, terasa sangat panjang dan perlahan-lahan semakin menbunuh mental wanita yang terus menunggu tanpa bisa berbuat apapun. Dia tahu jika luka yang diterima anaknya bukanlah luka ringan dan dia terus berharap jika tidak ada luka fatal sekalipun titik lukanya sangatlah vital.

Kesadaran wanita itu sangatlah tipis hingga-hingga dia tak lagi mampu menahan matanya tuk terjaga. Rasa kantuk dan kelelahan sudah benar-benar membunuhnya hingga tiba-tiba salah seorang perawat menghampirinya dan memberi tahukan jika anaknya terselamatkan dan mulai dipindahkan ke ruangan rawat inap.

Doanya pun dikabulkan dan air mata haru-bahagia tak lagi bisa dibendung. Dia berulang kali berterima kasih pada perawat yang menghampirinya dan sekarang akhirnya dia bisa bernafas dengan lega. Akhirnya wanita itu bisa beristirahat sebentar sebelum dia harus kembali bergerak tuk menyelesaikan masalah rumah tangganya.

.

.

.

Oikawa's POV

Kepalaku terasa sangat sakit dan setelah kumenyentuhnya ternyata ada perban yang mengikat erat. Jujur saja aku tak ingat pasti apa yang terjadi sebelumnya kenapa aku bisa sampai di tempat ini.

'tempat apa ini? Rumah sakitkah?' batinku sambil melihat ke sekeliling ruangan yang nampak cukup asing.

Baru antiseptic terasa sangat menyengat di ruangan yang hampir semua ornamennya didominasi warna putih. Tak lama aku menyadari jika aku hanya seorang diri di ruangan ini, kucoba memanggil mama tapi tak ada sahutan darinya.

Sekarang aku hanya bisa memandang langit-langit yang sangat tak menghibur hatiku. Tanpa kuduga suara sliding door ruangan ku mulai bergesek. Kudengar seseorang masuk sepatu heelsnya yang tak terlalu tinggi dan setelah kutolehkan ternyata suster yang berjaga mulai mengecek kesehatanku.

JANJI || Iwaizumi x Oikawa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang