7 | Pendengar Setia

514 78 1
                                    

"Kayaknya hati gue ngerasa lain ke Hansol."

Buset, jangan bilang akibat sering nonton vidio lesbian plus-plus Wayu jadi suka sesama jenis!

"La-lain gimane?"

"Iri. Gue ngerasa iri sama dia."

Alhamdulillah, untung Wayu gak homo.

Tapi masalahnya, dia iri. Iri itu penyakit hati kan?

"Iri?"

Wayu mengangguk sebelum kembali menghisap rokoknya. Setelah menghembuskan asap dari mulutnya, ia kembali bersuara.

"Gue takut rasa iri gue makin gede. Gue takut hubungan gue sama dia jadi jelek. Tapi gue juga pengen kayak dia, Kal. Gue juga pengen ditelponin, dicariin tiap bentar kayak dia. Kalau udah liat dia telponan, hati gue rasanya gak nyaman. Gimana ya bilangnya..."

"Yu, menurut gue rasa iri lo itu wajar sih. Tapi, lu pernah dengar kan? Kadang kehidupan yang kita jalani, yang kita keluhkan, mungkin adalah hidup yang orang lain inginkan."

Mendengar ucapan gue, Wayu langsung menyeringai. Itu loh, yang sering disebut smirk-smirk.

Gue yakin gue salah bicara nih.

"Emangnya ada yang mau kehidupannya kayak gue? Orang tua cuek, gak peduli, bodo amat, bahkan, nyokap gak nganggap gue anaknya. Walaupun kehidupan gue terpenuhi semua karena uang yang mereka kasih, tapi gue bener-bener gak butuh itu, Kal. Kalau lu punya kehidupan kayak gue, gimana perasaan lu? Yakin gak bakal iri sama dia?"

Gue diam. Udah jelas jawabannya kalau gue gak bakal sanggup jadi Wayu, anak yang sama sekali gak diperduliin orang tuanya, anak yang kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya, anak yang rapuh tapi selalu masang wajah tanpa beban.

"Gue salah kan, Kal? Gue harus apa, Kal? Gue gak mau kayak gini ke dia."

"Lu tau penyebab iri lu, harusnya lu tau gimana cara ngilanginnya."

Wayu diam, menunduk melihat putung rokok yang berserakan di dekat kakinya.

"Jangan bandingin diri lu sama dia. Lu harus fokus ke diri lu sendiri. Asal lu tau, lu itu punya banyak kelebihan. Lu pintar disegala bidang, lu kuat, lu jago. Ingat tujuan awal lo, Yu. Gue tanya, lo masih ingat kan, apa tujuan lo?"

Sunyi..

Kayaknya lawan bicara gue kali ini lagi berpikir. Semoga aja apa yang gue sampaikan nyampai ke otaknya.

Lama gue tunggu akhirnya Wayu bersuara. "Lu bener, Kal. Gue gak mau bergantung sama mereka, gue harus fokus. Gue mau bebas-sebebas-bebasnya."

"Lu bilang mau ditelponin, dicariin kayak dia? Gue bisa nelpon lu tiap jam atau tiap menit. Tapi isiin pulsa ya hehehe."

"Gak butuh gue!"

Alhamdulillah, udah ada senyum di wajah Wayu. Walaupun gue gak tau hatinya udah lega atau enggak.

"Yu, lain kali kalau dia telponan, jangan liatin. Pikirin aja hal lain, atau main game kek, apa kek." kata gue sambil merangkulnya.

"Gue coba, Kal."

"Kalau lu gak bisa, gue bantu buat ngalihin perhatian lu."

"Thanks, Kal. Bisa-bisanya gue bodoh gitu. Bisa-bisanya gue lupa tujuan awal gue cuma gara-gara iri sama orang lain."

"Udah kodratnya manusia itu bodoh kalau perihal perasaan. Kalau lu gak mau dikatain bodoh, manage perasaan lu sendiri. Jangan lupa positif thinking, biar hidup lu positip terus. Sering-sering bilang alhamdulillah, Yu. Gak perlu gue jelasin lu pasti paham kan?"

Ode to Youth | Journey of the YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang