24 | Sabtu dan Kepastian

258 48 0
                                    

"Gak sarapan dulu, Bang?" tanya Chan ketika Jun memutuskan untuk langsung pulang ke kosan.

"Enggak, deh. Kalian aja." jawab Jun sambil senyam senyum canggung.

Sebenarnya Jun mau sarapan dulu, tapi karena ada Fani, pacarnya Chan, dia jadi gak nyaman. Bukan salah Fani yang bikin dia gak nyaman, tapi salah dirinya sendiri karena terlalu cupu.

Setelah berpisah dengan dua bucin tersebut, Jun melanjutkan perjalanannya menuju gang kecil jalan masuk ke kos. Dari ujung gang, ia bisa melihat motor matic lengkap dengan pengendaranya berhenti di depan pagar berwarna hitam.

"Siapa ya?" batin Jun.

Semakin dekat, Jun menyadari kalau pengendara motor matic tersebut adalah perempuan dan hal itu membuat Jun was-was. Jangankan takut diculik, disapa aja dia takut.

Kreek

"Permisi, Mas."

Mendengar suara si perempuan, tubuh Jun langsung menegang. Setelah berhenti beberapa saat, ia kembali melangkahkan kakinya. Tapi sialnya, ia harus menutup kembali pintu pagar yang itu artinya ia harus membalikkan badan.

"Mas, di sini ada yang namanya Johan?" tanya perempuan yang sekarang udah berdiri di hadapan Jun.

"I.. Iy... Iya, ada." jawab Jun sambil menunduk. Ia bener-bener gak berani melihat wajah perempuan tersebut.

"Titip ini ya, Mas." ucap perempuan tersebut sambil menyerahkan plastik berisi stereofoam, kerupuk, dan plastik kecil berisi kuah dan cabe. "Buat Joshua. Dari tadi nelponin Johan gak diangkat soalnya." tambahnya.

Jun yang masih menunduk langsung menarik plastik tersebut dengan cepat hingga membuat perempuan itu heran. Di dalam hatinya, Jun berharap perempuan tersebut cepat pergi.

"Mas?" panggil perempuan itu ragu-ragu.

"I.. Iya.. Iya Mbak." lagi-lagi Jun menjawab tanpa menaikkan wajahnya, tanpa melihat lawan bicaranya.

Karena merasa gak nyaman dengan Jun, perempuan yang mulai tersenyum canggung itu pun bergegas pergi. "Makasih ya, Mas. Saya pamit dulu. Maap repotin."

"Ya.. Iya."

Setelah suara dari mesin motor matic tersebut menjauh, Jun baru berani menaikkan wajahnya. Ia menghembuskan nafasnya perlahan lalu menutup pagar yang berisik tersebut. Sambil berjalan menuju bangunan kos, ia bermonolog sambil menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali gak gatal. "Duh, bego amat gue. Gitu doang kagak berani."

Sementara itu, di waktu yang sama, di dalam kosan...

Setelah menyelesaikan ritualnya di dalam kamar mandi, Ceri keluar menuju dapur untuk minum. Setelah gelas yang ia genggam penuh berisi air, ia berdiri di balik jendela dan membuka gorden berwarna dongker tersebut.

Karena hari ini libur, kosan Dinding Ijo persis bagaikan rumah kosong yang ditinggal pemiliknya bertahun-tahun, sepi, sunyi, dan senyap.

Dari balik jendela, Ceri melihat Jun dan seorang perempuan yang dari postur tubuh, helm yang dikenakan dan motor yang gak asing. Mata yang awalnya memperhatikan gerak-gerik Jun yang kaku bak kanebo kering kini beralih ke perempuan tersebut.

"Mirip Anin." gumamnya.

Ceri yang dari tadi berdiri di depan jendela, terkejut ketika pintu terbuka tiba-tiba.

"Assalamualaikum, Jun." salamnya pada Jun yang gak kalah kagetnya.

"WAA waalaikumsalam. Kaget, Bang."

"Makanya masuk rumah tuh ucapin salam. Tadi siapa, Jun?" tanya Ceri sambil memperhatikan Jun yang meletakkan plastik tersebut di atas meja, menjatuhkan pantatnya di atas sofa, lalu membuka sepatu dan kaos kakinya.

Ode to Youth | Journey of the YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang