19 | Hari Ini

300 51 1
                                    

Karena pagi ini gak ada kelas, Jun memilih duduk di teras sambil mengajak Ayu berjemur. Ia sama sekali gak tau insiden kecelakaan Ayu kemarin malam karena penghuni kos kompak untuk merahasiakannya.

Ketika lagi asyik melihat vidio tutorial ngasih makan harimau, Hansol yang udah siap untuk pergi ke kampus, datang mendekatinya.

"Bang Jun." panggil Hansol sambil menggaruk belakang lehernya.

"Hm?" tanya Jun mempause vidio yang ia nonton dan memindahkan perhatiannya ke Hansol.

"Sorry ya, Bang. Kemarin mulut gue kurang ajar banget. Kalau lo mau mukul gue, gak apa, Bang. Gue tau lo pasti tersinggung, pasti marah waktu gue bilang kayak kemaren."

Jun tersenyum pahit lalu mengepalkan tangan kananya, "gue boleh mukul lo nih? Tangan gue emang gatal pengen nonjok muka lo."

"I-iya, Bang. Asal lo maafin gue." jawab Hansol menunduk yang membuat seringai Jun semakin lebar.

Menit berikutnya, bukannya memukul wajah Hansol seperti yang ia bilang, Jun malah menepuk bahu Hansol dengan pelan, "udah gue maafin, jangan diulangi. Masih mending lo kayak gitu cuma sama gue, kalau sama yang lain gimana coba?"

Jun sama sekali gak bohong, dia emang udah maafin Hansol. Dari kejadian malam itu, ia sadar bahwa ia terlalu ikut campur. Walaupun niat awalnya mengingatkan, tapi cara yang ia lakukan salah. Memberikan banyak pertanyaan secara bertubi-tubi pada Hansol, hanya akan menambah kusut pikiran Hansol. Ia sadar, harusnya ia menenangkan Hansol, bukan menghujaninya dengan berbagai pertanyaan. Hansol pun salah karena telah membuat Jun terluka karena ucapannya. Mereka berdua sama-sama salah.

"Se-serius, Bang?" tanya Hansol yang gak percaya.

"Emangnya gue pernah gak serius?"

"Bukannya lo bercanda mulu?"

"Jadi lo pengen gue maafin gak nih?"

"Hehehe, maafin. Thanks ya, Bang. Sorry banget gue gak ngotak kemaren."

"Makanya lain kali ngotak, Sol! Tujuan Tuhan ngeletak otak di atas tuh supaya kita bisa mikir dulu. Mikir sebelum ngomong, mikir sebelum bertindak."

"Iya iya. Thanks ya, Bang. Yang lo bilang kemarin itu bener, Bang. Gue minta maaf banget."

"Gue juga. Gue minta maaf. Impas kan? Udah, jangan maap-maapan mulu. Lebaran masih lama juga!"

Di kediaman Eisa...

Demi menyambut kedatangan Johan dan keluarganya, sang Mami rela memasak banyak makanan. Tapi, bukan Maminya Eisa kalau gak masak berlebihan.

Dini yang sejak jam tujuh pagi telah tiba, gak kalah sibuknya membersihkan rumah besar tersebut. Sebenarnya, jam kerja Dini dimulai pukul delapan, tapi karena Maminya Eisa butuh bantuan, maka ia datang jam tujuh kurang sepuluh menit.

Tepat pukul sembilan, Johan beserta keluarganya tiba. Karena merasa gak diperlukan di ruang tamu tersebut, Dini lebih memilih untuk duduk di dapur. Gak ada yang bisa ia kerjakan saat ini, ingin main handphone pun ia takut kehabisan baterai. Maklum, baterai handphonenya bocor.

Srek.

Mendengar pintu belakang yang terbuka, Dini langsung menyambar sapu. Takut yang masuk adalah maling atau orang jahat lainnya.

"Mas Eisa?!"

"Mas mas mas, gue bukan mas lo!" sebenarnya Eisa kaget, tapi dia mencoba stay cool. "Ngapain lo kaget gitu?"

"Ma-maaf, Mas." jawab Dini menunduk.

Eisa hanya melirik Dini sekilas lalu berjalan menuju dapur dan membuka lemari penyimpan makanan serta kulkas.

Ode to Youth | Journey of the YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang