Istirahat sudah berlalu. Semakin lama waktu di habiskan untuk belajar, semakin banyak pula waktu yang terkikis. Jam pelajaran telah usai semua murid sudah dipulangkan. Tidak dengan kelas ku yang masih sibuk dengan pelajaran nya padahal sudah waktunya untuk pulang. Mungkin kalian juga bisa merasakan hal itu ketika di kelas selalu ada guru yang suka ngambil waktu lebih lama. Kata orang sih korupsi waktu.
Sorotan sang surya kian menghilang seiring dengan berjalannya waktu. Setelah diakhiri dengan salam kelasku mulai bergerak keluar kelas. Sebelum itu aku menghampiri Sulthan yang tengah siap bergegas pergi. Alisnya tampak mengerut.
"Apa naz? Mau pulang bareng? Ayo gue anterin, Yo" Sulthan menarik lenganku namun aku segera menepisnya.
"Nggak usah, sebenarnya gue mau ngomong sesuatu ke elo Tan"
"Ini kan udah ngomong naz gimana sih lo"
"Ya, tapi nggak disini juga kali. Kita di kantin aja dan algojo lo jangan ngikutin" Sulthan mengangguk dan menyuruh Dimas, Resa dan Radit menunggunya diparkiran.
Aku menarik tas lalu segera keluar kelas menuju kantin disusul Sulthan. Kenapa aku memilih tempat itu?. Ya karena, kalau jam segini kantin lumayan sepi dibanding jam istirahat.
"Ngomongin apaan sih Naz? Kayak yang penting amat"
"Soal chat WhatsApp lo, maksudnya apa sih?!" Ketus ku menatap tajam kearah Sulthan.
"Ouh itu, emang masalahnya apa? Gue cuman iseng chat i...,"
"Iseng? Lo bilang itu iseng? Parah banget lo! Gak lucu tau gak"
"Lo kok ngebas sih Naz, santuy aja kali. Ouh gue tahu jangan bilang lo baper sama dia ya? Ayo ngaku lo, aah..., ternyata seorang Nazwa bisa baper juga ya hahaha ," tawa Sulthan pecah, seolah-olah aku berada di atas panggung untuk mengikuti standar up comedy.
"Nggak ada yang lucu tau gak! Siapa juga yang baper, lo kobe banget sih jadi orang. Udah ah gue mau pulang"
"Beneran nih? Ya udah kalo nggak ada yang mau diomongin lagi bay. Ouh iya jangan kangen okey" Sulthan pergi mendahului, aku hanya melempar tatapan sinis kepadanya. Ternyata kecurigaan ku berakhir dengan kata lain iseng!.
Aku berjalan pelan menyusuri koridor sekolah. Menuju parkiran sekolah hanya sebatas melewatinya saja. Tepat di hadapanku sekarang. Sulthan tengah melontarkan kata-katanya ke arah laki-laki yang membelakangi ku, namun aku tidak merasa heran karena yang berada didepan ku adalah Gibran?. Langkah kaki ku sontak terhenti, apa aku lewat saja atau mencari jalan lain untuk menghindari keduanya?. Argh, sungguh gila. Mungkin hari-hari ini rekor terburuk dalam hidupku. Berbagai macam insiden harus kualami. Siapa lagi kalau bukan karena Sulthan? Aku mencoba melewatinya saja dengan pura-pura seolah tidak ada mereka. Ya itu akan membantuku untuk menghindari keduanya.
"Eh Naz, udah mau pulang ya? Sombong banget nggak nanya" suara Sulthan berhasil membuat ku terhenti. Ditambah lagi dia "hai Naz, " sapanya.
Akhirnya aku membalikkan tubuhku menghadap Sulthan dan Gibran. Nasib buruk belum berakhir. Sulthan yang terlihat senyum jahil ke arahku. "Eh, hai sorry gue kira bukan lo gib" dengan susahnya aku melontarkan kata itu.
"Iya gapapa kok, santai aja kali lo keliatannya tegang banget kayak berhadapan sama siapa aja" Ledek Gibran.
Aku hanya tersenyum tipis kearahnya.
"Ya pasti tegang lah orang dia ngomong sama ...."
"Panas. Yah disini panas banget ya, gue ngaruh kalo kena panas jadi selalu tegang hehehe" Aku memotong perkataan Sulthan yang ember itu. Dan mencari alasan lain seperti barusan PANAS.
KAMU SEDANG MEMBACA
wish
Teen Fictionwaktu mendewasakan kita? benar. Tetapi, kapan hari akan menjawabnya? keinginan nya yang istimewa namun sulit di gapai. apakah harus menunggu milyaran bulan? jutaan hari? ratusan jam? atau dengan sedetik saja waktu yang dilaluinya merubah kehidupan...