23 - Serangan

131 11 0
                                    

BAB 23 Serangan.

           Mata Bulan melotot dengan raut wajah yang tidak biasa. Baru saja Gerhana meneguk minuman bekasnya. Jantungnya berdesir menatap bibir Gerhana. Laki-laki itu dengan wajah super santai melempar botol kosong dengan asal.

       Mulut orang-orang di sekelilingnya terbuka sempurna menyaksikan perbuatan Gerhana. Kali ini mereka yakin hubungan Gerhana dan Bulan tidak biasa. Bahkan dengan Pingkan Gerhana tidak pernah berkongsi minuman atau makanan.

           Bulan mengambil sampah yang dibuang Gerhana lalu diletakkan pada tong sampah di dekat situ. Bulan yang biasanya cerewet malah tak bersuara sama sekali.

           "Kenapa muka lo? Merah gitu?" Gerhana dengan wajah datar melihat Bulan.

           "Itu tadi bekas aku."

           "Apanya? Air tadi? Amnesia lo? Dari tadi lo megang minuman gue! Ada juga lo yang minum bekas gue," jawab Gerhana santai.

           Bulan meneguk saliva. "Berarti aku cium kamu duluan? Terus kamu cium aku, gitu. Itu ciuman pertama aku!"

         Sontak saja mereka yang mendengar ucapan Bulan tertawa, kecuali Pingkan, gadis itu pasang wajah sinis.

           "Oh, itu ciuman pertama lo?" Gerhana manggut-manggut mengerti dengan wajah datar.

          "Lan, Lan! Entar CPR juga lo sangka ciuman lagi," ledek Gemma terbahak. "Gue sering tuh berbagi minuman sama anak Mutans, artinya gue udah ciuman sama mereka juga  dong." Gemma bergidik membayangkan.

          "Najis gue ciuman sama lo," hardik Putra. "Rabies!"

          "Apalagi gue!" Balas Gemma tidak mau kalah.

         "Kita ciumannya nggak langsung, kok." Gerhana  menahan tawanya. "Apa lo mau yang langsung? Mana tahu lo pingin ciuman sama gue." Ujarnya. Bulan masih menatapnya dengan mata melebar.

           "GAK LUCU!"

            Bulan hendak beranjak. Ia ingin menghilangkan diri dari seluruh orang yang menertawakannya. Kedua pipinya merah dengan detak jantung yang tak beraturan, namun tangan Gerhana menahan  lengan Bulan sambil duduk.

         "Jangan pergi. Kerjaan lo belum selesai." ucap Gerhana menatap Bulan. Di samping Gerhana, Pingkan berusaha baik-baik saja.

          Bulan menurut, baginya di dekat Gerhana akan lebih aman. Ia membuat Gerhana sebagai malaikat pelindungnya. Karena Juve tidak bisa diharapkan lagi. Lagipula Gerhana adalah laki-laki yang paling berpengaruh di sekolah ini. Harusnya ia ikut Neoma tadi, daripada di sini.

         "Nanti lo pulangnya bareng gue," ucap Gerhana menoleh pada Bulan, mengabaikan Pingkan.

          "Gue cabut duluan ya." Gemma menggandeng tangan perempuannya dan meninggalkan lapangan, tidak lama Juve dan Aster juga pulang duluan. Dan Bulan hanya menatap kepergian mereka satu persatu.

            "Kenapa? Lo nggak rela Juve sama temen lo?" tanya Gerhana menatap Bulan.

            "Nggak! Aku udah Ikhlas kok."

           Dari raut wajah Bulan Gerhana tidak menemukan kebohongan. Gerhana mengangguk. Dalam hati mengumpati gadis itu, pintar sekali berakting.

          "Mereka udah pada pulang, kita juga pulang yuk, Sayang. Aku udah bosen." Pingkan melingkarkan tangannya pada lengan Gerhana.

          "Lo mau makan spaghetti, kan?" tanya Gerhana, Pingkan manggut-manggut semangat.

UNFRIEND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang